Menuju konten utama

Vonis Joko Driyono 1,5 Tahun, Dakwaan Pengaturan Skor Tak Terbukti

Vonis yang dijatuhkan kepada Joko Driyono oleh Tim Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan sebelumnya, yakni 2 tahun dan 6 bulan penjara.

Vonis Joko Driyono 1,5 Tahun, Dakwaan Pengaturan Skor Tak Terbukti
Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono (tengah) melambaikan tangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan digedung Dit Res Krimum, Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (22/2/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

tirto.id - Mantan Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono divonis satu tahun dan enam bulan penjara dalam sidang putusan kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor, Selasa (23/7/2019).

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, vonis yang dijatuhkan Tim Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan sebelumnya, yakni 2 tahun 6 bulan penjara.

Menurut Ketua Tim Majelis Hakim, Kartim Haeruddin, ada dua pertimbangan mengapa vonis lebih rendah dari tuntutan.

"Terdakwa bersikap sopan dan mengakui kesalahannya pada persidangan. Juga, perbuatan yang dilakukan terdakwa tersebut tidak terkait dengan tindakan pengaturan skor pada pertandingan," ujar Kartim dalam persidangan.

Atas putusan tersebut, baik Tim Penasihat Hukum Jokdri maupun Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.

"Atas putusan tersebut, setelah berdiskusi dengan terdakwa, kami menyatakan pikir-pikir," tutur Mustofa Abidin, salah seorang anggota Tim Penasihat Hukum Jokdri.

Jokdri melanggar Pasal 235 juncto Pasal 233 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP alias dakwaan kedua subsidair.

Sebab, dalam persidangan mantan manajer Pelita Jaya itu terbukti meminta dua bawahannya, Mardani Morgot (sopir) dan Mus Mulyadi (office boy PT Liga Indonesia) untuk menyelinap ke kantor PT Liga Indonesia di Apartemen Rasuna Office Park yang sudah disegel Satgas Antimafia Bola pada Kamis, 31 Januari 2019 lalu.

Atas dakwaan tersebut, Tim Penasihat Hukum telah mengajukan pledoi. Namun, dalam replik tertulis JPU menolak seluruh isi pledoi Jokdri maupun Tim Penasihat Hukumnya.

Ada berbagai pertimbangan atas penolakan ini. Salah satunya, Jaksa menilai Jokdri tetap tergolong menginstruksikan dua saksi, Mardani Morgot dan Mus Mulyadi masuk ke Kantor PT Liga Indonesia dengan 'kunci palsu' dan sengaja.

Tindakan tersebut tidak menggunakan akses yang selazimnya dan tanpa meminta izin pada Satgas Antimafia Bola, pihak yang sedang menyegel kantor tersebut.

"Maka atas pertimbangan-pertimbangan itu. Penuntut umum menolak nota pembelaan Jokdri dan Kuasa Hukum Jokdri untuk seluruhnya," ujar Sigit membacakan replik tertulisnya.

Di sisi lain, Tim Penasihat Hukum Jokdri telah membalas replik tersebut dalam duplik, yang intinya memohon pada Tim Majelis Hakim menolak seluruh replik Jaksa Penuntut Umum. Menurut mereka, seluruh dalil yang disampaikan Jaksa dalam replik tidak cukup untuk membuktikan bahwa kliennya bersalah.

Tim Penasihat Hukum Jokdri juga menilai jaksa kehabisan argumen saat menklaim terdakwa masuk ke lokasi penyegelan Satgas dengan ‘anak kunci palsu’. Teori-teori yang disampaikan dalam replik, menurut mereka juga identik dengan teori-teori yang disampaikan dalam tuntutan di persidangan-persidangan sebelumnya.

"Kami menilai ketika JPU dalam repliknya mempertanyakan kapasitas, bakan menjatuhkan kredibilitas R Soesilo [teori yang dipakai pengacara Jokdri], maka saat itu pula menampakkan bahwa JPU telah kehabisan argumentasi untuk membuktikan unsur pemberatan perbuatan berupa

pemakaian anak kunci palsu dalam perkara," ucap Mustofa Abidin.

Kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor yang melibatkan Jokdri bermula ketika Jokdri menjadi aktor intelektual di balik pengambilan sejumlah dokumen dan perusakan CCTV di Kantor PT Liga Indonesia yang disegel Satgas Antimafia Bola, Kamis 31 Januari 2019.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGATURAN SKOR atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Hukum
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Zakki Amali