tirto.id - Viral sebuah unggahan di media sosial yang menyatakan warga Rohingya berencana menetap di Indonesia untuk ke depannya. Lantas, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam menghadapi masalah pengungsi ini?
Lewat akun di media sosial X, sang pemilik mengunggah postingan dengan narasi etnis Rohingya bakal menetap di Indonesia.
Ia mengajak warga Aceh untuk melakukan demo lantaran para pengungsi memiliki rencana untuk tinggal dalam waktu jangka panjang selama bertahun-tahun.
Pemilik akun turut menyentil warganet agar memberitahukan hal ini kepada sejumlah otoritas, seperti pemerintah Aceh, pihak UNHCR (Badan PBB Urusan Pengungsi), hingga Presiden Joko Widodo, lewat spam akun mereka.
Unggahan tersebut sudah ditonton 3,4 juta kali. Salah satu warganet merespons dengan berharap pemerintah segera bertindak sebelum dilakukan demo.
"Plss ini pemerintah kenapa gada respon sama sekali sih, apa iya kita harus demo dulu? Buat ngusir si hama ini? sebel banget gue liatnya mana mukanya sok"an melas najis," tulis @xiaojivie.
Ada pula yang berharap UNHCR turut bertanggung jawab terkait permasalahan pengungsi Rohingya di Aceh. Seperti yang disampaikan @FHendriana:
"Bubarkan unhcr mereka bertanggung jawab atas pengungsi rohingya,".
Pada Sabtu, 2 Desember 2023, 139 pengungsi Rohingya kembali mendarat di pesisir pantai Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang, Aceh, pada pukul 02.30 WIB.
Mereka menggunakan perahu kayu. Warga lokal dilaporkan menolak kedatangan para pengungsi Myanmar tersebut.
"Pernyataan keras kami sampaikan bahwasanya, kami selaku warga Ie Meulee tidak menerima, menolak keras atas kedatangan pengungsi Rohingya," tutur Pj Keuchik (kepala desa) Gampong (desa) Ie Meulee, Doffa Fadhli, seperti dikutip Antara News.
Selama bulan November 2023, Aceh sudah diserbu 1.084 pengungsi Rohingya.. Mereka terdampar di Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Bireuen, hingga Kota Sabang. Para pengungsi lantas ditempatkan di Kamp Mina Raya serta eks kantor Imigrasi Lhokseumawe.
Apa yang Harus Dilakukan Indonesia terhadap Rohingya?
Berita terkait warga Rohingya yang berencana tinggal di Indonesia tentunya cukup mengagetkan, lantaran status mereka adalah pengungsi.
Menurut UNHCR, pengungsi Rohingya tidak datang untuk mengeksploitasi Indonesia atau keramahan masyarakatnya. Namun, mereka datang karena rasa keputusasaan atas sejumlah kasus yang terjadi di tempat sebelumnya.
"Mereka datang karena keputusasaan yang disebabkan oleh meningkatnya kasus pembunuhan, penculikan dan situasi berbahaya di tempat mereka tinggal sebelumnya," tutur Mitra Salima, juru bicara UNHCR Indonesia.
Selama ini, UNHCR mengaku sudah mengingatkan kepada para pengungsi bahwa status mereka adalah tamu dan wajib mengikuti hukum serta adat istiadat Indonesia.
Pihaknya juga turut membantu pemerintah dalam menangani masalah dan mencari solusi untuk para pengungsi.
Di lain sisi, pemerintah RI melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan integrasi kembali warga Rohingya ke dalam masyarakat Myanmar adalah bagian dari Konsensus Lima Poin untuk solusi krisis politik Myanmar.
Proses repatriasi pengungsi Rohingya terutama dari Bangladesh wajib dilakukan secara sukarela, aman, dan bermartabat.
"Saya juga sebutkan bahwa ASEAN akan terus memberikan kontribusi dan ASEAN tidak akan pernah melupakan Rohingya," tutur Retno.
"Saat ini lebih dari satu juta masyarakat Rohingya terlantar dan menjadi pengungsi, sementara mereka yang tinggal di wilayah Rakhine juga menghadapi situasi yang sangat sulit. Mereka rentan menjadi korban kejahatan terorganisasi," lanjutnya.
Sedangkan menyikapi maraknya arus kedatangan warga Rohingya, Polda Aceh saat ini juga sedang mengusut terkait dugaan sindikat penyelundupan manusia.
Menurut Kapolda Aceh, Irjen Pol Achmad Kartiko, para imigran itu dilaporkan membayar kapal dan awak kapal dari Bangladesh ke Indonesia. Selain itu, terdapat pula sopir truk di Aceh Timur yang dibayar untuk membawa kabur warga Rohingya dari lokasi penampungan.
"Untuk kasus imigran Rohingya, perekrutan dan transportasinya ada, tetapi eksploitasinya belum ada. Jadi untuk kasus ini, kepolisian menjerat orang-orang yang memfasilitasi kedatangan imigran Rohingya ke Aceh dengan pidana penyelundupan manusia," kata Achmad.
Pihak kepolisian terus melakukan pengetatan terhadap sejumlah lokasi penampungan di beberapa titik agar mereka tidak melarikan diri. Hal ini demi menghindarkan mereka dari sindikat penyelundupan manusia, selain mencegah terjadinya konflik dengan masyarakat setempat.
Dalam "Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi Pengungsi Rohingya di Aceh tahun 2012-2015" oleh Hardi Alunaza S.D dan M. Kholit Juani, setidaknya terdapat 3 cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya di Aceh.
Di antaranya ialah membuat kebijakan baru sembari dilakukan penyesuaian terhadap peraturan yang sudah ada. Kemudian memberikan akomodasi penampungan sementara untuk para pengungsi Rohingya.
Dan yang terakhir adalah pemerintah Indonesia perlu bekerja sama dengan sejumlah komunitas internasional dalam menyelesaikan permasalahan pengungsi Rohingya.
Letak geografis Indonesia yang sangat strategis ditambah sistem keamanan dan pengawasan di perbatasan yang dinilai masih lemah menjadi faktor terbesar yang membuat pengungsi tertarik untuk singgah di Indonesia.