Menuju konten utama
Periksa Fakta

Video Diklaim Peristiwa Pergeseran Tanah di Cianjur

Video yang beredar adalah rekaman citra satelit fenomena likuifaksi di komplek perumahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Video Diklaim Peristiwa Pergeseran Tanah di Cianjur
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita

tirto.id - Gempa bermagnitudo (M) 5,6 yang mengguncang Cianjur, Jawa Barat pada Senin, 21 November 2022, dikabarkan telah menyebabkan 63.229 rumah rusak per 28 November 2022. Korban tewas dari gempa ini dilaporkan sebanyak 323 orang hingga hari yang sama.

Sehari selepas gempa besar tersebut, beberapa kabar yang diragukan keabsahannya tersebar di media sosial. Satu di antaranya bersumber dari akun Facebook bernama "Ferza" (tautan).

Lewat reel Facebook yang diunggah pada 22 November 2022, akun tersebut membagikan rekaman citra satelit yang diklaim menunjukkan terjadinya gempa pada tanggal 21 November tersebut.

Dalam unggahan ini juga terdapat beberapa tagar termasuk tagar #gempa dan #Cianjur. Di bagian ujung kiri atas video terpampang tulisan “Rumah Pemilu,” lalu di sebelah kanan tampak tulisan “KOMP,” yakni seperti logo media Kompas yang terpotong.

Takarir reel-nya berbunyi, “Setelah gempa terlihat pergeseran tanah ngeri banget. Harta yang selama ini kita banggakan di dunia tidak ada apa apanya jika melihat ini.”

Periksa Fakta Video Pergeseran Tanah di Cianjur

Periksa Fakta Video yang Diklaim Peristiwa Pergeseran Tanah di Cianjur. Screenshot/Ferza

Unggahan yang berseliweran itu, hingga 29 November 2022, telah dibagikan sebanyak 42 kali, disukai seribu orang, dan memperoleh 43 komentar.

Namun, benarkah video yang beredar adalah rekaman pergeseran tanah di Cianjur menyusul gempa di wilayah tersebut?

Penelusuran Fakta

Dengan alat bantu telusur gambar Yandex, tim riset Tirto mengunggah tangkapan layar citra satelit dari reel yang tersebar. Beberapa situs menunjukkan gambar itu merupakan citra satelit Likuifaksi Tanah di Petobo, Palu dan tidak berkaitan dengan Cianjur.

Berbasis informasi tersebut kami lalu memasukkan kata kunci di kolom pencarian Google, untuk memastikan video itu pernah diunggah Kompas. Hasilnya, Tirto menemukan video yang sama persis diunggah di laman Kompas TV empat tahun silam, tepatnya pada 6 Oktober 2018.

Video itu berjudul “Begini Citra Satelit Likuifaksi Tanah di Petobo,” yang memperlihatkan rekaman citra satelit fenomena likuifaksi di komplek perumahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Menurut narasi dalam video, kejadian itu berlangsung usai gempa melanda Palu dan Donggala.

Menurut Kompas TV, dalam video, dapat dilihat dengan jelas bagaimana pemukiman warga diseret oleh lumpur akibat dari likuifaksi.

Likuifaksi merupakan perubahan tanah yang padat menjadi likuid. Fenomena ini biasanya terjadi pasca-bencana gempa bumi.

“Akhirnya menyebabkan ribuan bangunan tersapu lumpur, dan juga menenggelamkan rumah-rumah ataupun bangunan yang berada di sekitarnya,” begitu penjelasan narator dalam video Kompas TV.

Merujuk lansiran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 16 Oktober 2018, perkiraan jumlah rumah terdampak di Petobo mencapai 2.050 unit dengan luas area 180 hektar. Masih dari laman yang sama, Badan Geologi menyebutkan bahwa wilayah Palu merupakan wilayah dengan potensi likuifaksi sangat tinggi.

Kemudian dalam laporan tertanggal 22 Oktober 2018, BNPB menyatakan ada sekira 2.256 orang yang meninggal akibat gempabumi, tsunami, dan likuifaksi yang melanda 4 daerah di Sulawesi Tengah pada akhir September 2018 itu. Keempat daerah yang dimaksud adalah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Data sementara saat itu mencatat kerugian dan kerusakannya menyentuh Rp13,82 triliun.

Sementara jika menelusuri peristiwa pergeseran tanah baru-baru ini, hal itu sempat terjadi di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 13 Juni 2022 lalu. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat melaporkan pergeseran tanah tersebut terjadi lantaran hujan dengan intensitas tinggi yang cukup lama dan kontur tanah yang labil.

Kemudian mengenai gempa yang terjadi di Cianjur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan, berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.

Kejadian gempa bumi ini pun diperkirakan PVMBG berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya sesar permukaan dan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuifaksi. Gempa susulan memang beberapa kali terjadi, namun demikian tidak ada informasi lebih lanjut terkait likuifaksi.

Pada hari ketujuh pasca gempa utama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui konferensi pers daring membeberkan setidaknya ada 305 kali gempa susulan di Cianjur.

Koordinator Peringatan Dini Gempa Bumi BMKG Sigit menyatakan terdapat 11 kali gempa susulan sejak 00.00-16.20 WIB pada Senin (28/11/2022). Dari 11 gempa susulan tersebut, tiga kali gempa dirasakan, yaitu pukul 08.27 WIB, pukul 12.28 WIB, serta pukul 16.05 WIB.

Akan tetapi secara statistik, kata Sigit, sudah cukup meluruh jauh dari sisi jumlah dan rata-rata energi yang keluar dari kejadian kegempaannya.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, video yang beredar bukan rekaman pergeseran tanah di Cianjur, melainkan rekaman citra satelit fenomena likuifaksi di komplek perumahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Kejadian itu berlangsung usai gempa melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong pada akhir September 2018.

Menyoal gempa di Cianjur, PVMBG sempat memperkirakan gempa tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya sesar permukaan permukaan dan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuifaksi. Gempa susulan memang beberapa kali terjadi, namun demikian tidak ada informasi lebih lanjut terkait likuifaksi.

Dengan demikian klaim dalam video yang menyebut rekaman citra satelit pergeseran tanah terjadi di Cianjur bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty