tirto.id - Ragam kuliner di kota Pontianak tidak terlepas dari pengaruh etnis Tionghoa di Kalimantan Barat. Kedatangan mereka bermula saat sekelompok etnis Tionghoa transit di Kalimantan Barat atau Filipina, untuk bertolak menuju negara asalnya, Tiongkok. Namun rupanya tak semua kembali ke negara asalnya. Banyak pula yang pada akhirnya memutuskan untuk menetap dan menjadi salah satu etnis mayoritas setelah Melayu dan Dayak. Seiring bertambahnya populasi mereka di Kalimantan Barat, maka terjadilah peleburan dan asimilasi, baik itu budaya hingga kuliner.
Salah satu makanan hasil asimilasi dari perpaduan Melayu dan Tionghoa adalah uyen.
Uyen adalah kudapan goreng-gorengan berbahan talas yang bisa dijadikan sebagai lauk sekaligus camilan. Di Medan dan Pontianak, gorengan talas ini disebut uyen, tapi di Bangka disebutnya bujan. Di daerah-daerah lain ada pula yang menamainya bakwan talas, bola talas, atau oi.
Umbi keladi, nama lain talas, sepertinya memang selalu enak untuk disulap menjadi makanan apa saja. Tanaman ini tumbuh subur di area rawa di daerah tropis, dengan curah hujan tinggi. Di Indonesia, talas tumbuh subur di banyak daerah. Hasilnya bisa dilihat dari beragam jenis makanan atau kudapan, termasuk roti, cake, dan keripik.
Di Pontianak, uyen dibuat dari talas Pontianak. Ini jenis yang berbeda dengan talas yang lebih dulu populer, semisal talas Bogor. Talas Pontianak ada yang berwarna putih atau ungu. Ada juga yang menyebut talas Pontianak dengan sebutan talas pangku anak. Talas Pontianak ini rasanya lebih legit, gurih, dan punya aroma yang lebih wangi.
Uyen memang terbilang populer di kota-kota yang memiliki populasi masyarakat etnis Tioghoa cukup besar, seperti Pontianak, Pulau Bangka, dan Medan. Penggemarnya banyak dan turun temurun. Di Pontianak, uyen banyak dijual di ruas Jalan Gajah Mada. Harganya cukup variatif, dari Rp3 ribu hingga Rp5 ribu.
Tak hanya di penjual gorengan, warung-warung kopi juga tidak ikut ketinggalan menyediakan salah satu gorengan khas peranakan ini sebagai pendamping minuman yang mereka tawarkan. Uyen memang merupakan salah satu pilihan kudapan yang bisa kita nikmati sambil menyeruput wedang teh dan kopi.
Uyen biasanya tersaji lengkap bersama sambal cair merah dengan rasa pedas, manis dan asam dari perasan jeruk limau. Dalam satu kali duduk, saya sendiri bisa menghabiskan 10 butir uyen, sambil sesekali mulut saya berdesis-desis akibat rasa pedas dari sambal cocolannya.
Sewaktu pertama kali mencicipi uyen goreng, saya sebenarnya agak bingung. Tekstur uyen tak semudah itu saya definisikan.
“Ini apa ya? Ubi atau dari kentang? Tapi ini warnanya, bukan kentang deh...” ujar saya menyuarakan kebingungan pada seorang teman. Dia hanya senyum-senyum saja, dan lantas membawakan saya sebaskom adonan uyen.
Saya takjub melihat adonan bewarna putih, dengan semerbak wangi aroma bawang putih menyeruak dari situ. Itu adalah pertama kalinya saya melihat adonan uyen semenjak pindah ke Pontianak dari Jawa. Saya pun memperhatikan caranya menggoreng uyen satu persatu.
Di Pontianak, ada pula yang menyebut uyen ini dengan perkedel keladi atau bakwan keladi. Ini rupanya tergantung dari bentuknya saat digoreng. Ada yang lebih suka dalam bentuk seperti perkedel, tapi saya lebih senang berbentuk bulat menyerupai bola.
Cara membuatnya sebenarnya sederhana saja. Setelah talas dibersihkan, talas kemudian diparut dengan parut berlubang besar. Ini dilakukan agar tercipta tekstur talas goreng yang tidak terlalu halus. Jika hasil parutan talas terlalu halus dan lembut, adonan jadi mudah hancur saat digoreng.
Hasil parutan talas ini kemudian diberikan bumbu tambahan yaitu bawang putih, merica bubuk, dan penyedap rasa. Beberapa orang senang menambahkan pecahan atau cicangan kacang tanah kasar, tetapi ada pula yang lebih suka memasukkan daging udang yang sudah dicincang atau dihaluskan. Semua bahan ini dicampurkan menjadi satu, lalu bisa ditambahkan satu atau dua butir telur ayam untuk tekstur lebih legit dan kenyal.
Sejak saat itu, nikmatnya sebutir uyen yang gurih, lezat selalu terbayang-bayang menghantui benak saya. Tak lama, saya pun memutuskan untuk belajar membuatnya sendiri di rumah. Setidaknya agar saya selalu dapat menikmati gorengan uyen sepuasnya, kapan pun saya ingin.
Saya senang menambahkan daging udang wangkang yang sudah dicuci dan dibersihkan dalam adonan uyen. Udang tersebut saya haluskan, dan saya campurkan merata berikut dengan rempah dan bumbunya. Bisa juga menambahkan irisan daun bawang, seledri sebagai tambahan variasi. Terkadang saya juga suka menambahkan parutan wortel agar lebih sehat, terutama jika dikonsumsi oleh anak-anak. Jadi tidak ada aturan baku untuk membuat seporsi uyen yang lezat.
Kunci utama kelezatan uyen ini tidak hanya pada bumbu talas gorengnya, tetapi juga pada ramuan sambal sebagai cocolannya. Umumnya talas goreng uyen tersaji dengan sambal merah cair. Sambal dengan rasa cuka atau sedikit asam dari perasan jeruk limau Pontianak, yang biasa disebut jeruk sambal.
Namun, uyen juga enak dinikmati dengan saus Bangkok, atau saus sambal kemasan. Untuk tambahan rasa pedas, saya juga biasanya menambahkan potongan cabe rawit ke dalam adonan talas goreng uyen. Tentu saja ini salah satu cara berbeda dalam menikmati talas goreng dari resep aslinya.
Bagi masyarakat Pontianak, tak ada waktu khusus untuk menikmati uyen. Kapanpun ingin, ya tinggal makan. Bahkan, tak jarang uyen ini juga disantap bersama nasi untuk jadi lauk. Jadi kalau sedang ke Pontianak, jangan lupa cicipi uyen ya.
Editor: Nuran Wibisono