Menuju konten utama

Usulan Ma'ruf Amin Cawapres dan Manuver PPP di Internal NU

Ma'ruf Amin, eks-politisi PKB, diusulkan sebagai kandidat wapres Jokowi justru oleh PPP.

Usulan Ma'ruf Amin Cawapres dan Manuver PPP di Internal NU
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (kanan) memotong tumpeng, disaksikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kiri) dan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy (tengah) saat milad ke-75 dan peluncuran buku biografi Ma'ruf Amin, di Jakarta, Senin (12/3/18). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama/18.

tirto.id - Ma'ruf Amin adalah satu titik di antara konstelasi peristiwa yang menggambarkan perubahan relasi antara Presiden Joko Widodo dengan Nahdlatul Ulama (NU).

Ma'ruf adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada Oktober 2016, MUI mengeluarkan fatwa: pernyataan Ahok mengenai surah Al-Maidah ayat 51 dikategorikan menghina Al-Quran dan atau menghina ulama sehingga memiliki konsekuensi hukum. Fatwa ini kemudian dijadikan landasan pembentukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI).

Kiai kelahiran Tengerang, 11 Maret 1943 itu sendiri tidak melarang atau menyerukan orang-orang untuk turun ke jalan menuntut Ahok dipenjara. Menurut Rais Aam NU tersebut, penegak hukum tengah berproses mengurus itu. Namun, GNPF-MUI tetap menjadi salah satu motor penggerak berbagai demonstrasi berjuluk Aksi Bela Islam di Jakarta.

Aksi tersebut dilaksanakan semasa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017. Kala itu, Ahok adalah petahana sekaligus kandidat gubernur DKI Jakarta.

Greg Fealy menuliskan dalam "Nahdlatul Ulama and the Politics Trap" di New Mandala bahwa Jokowi telah bersikap baik terhadap Nahdlatul Ulama, khususnya sejak berbagai Aksi Bela Islam diselenggarakan.

Jokowi tekun mengembangkan hubungan dengan NU, tulis Fealy, "demi menguatkan dukungan dari umat Islam dan menciptakan suatu penyangga yang mampu melawan serangan Islamis bahwa Jokowi memusuhi Islam."

Fealy mencatat bahwa selama setahun terakhir Jokowi tampak merangkul Ma'ruf dengan menjadikannya anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), memujinya di hadapan publik, dan menunjukkan kesan eks-politisi PKB itu sebagai penasihat dan pembimbing agama terpercaya. Sebaliknya, Ma'ruf juga memuji dan membela Jokowi. Misalnya, Ma'ruf menepis tudingan Prabowo yang menyebut pemerintahan Jokowi neoliberal.

"'Kan justru Pak Jokowi melawan itu [neoliberalisme]," ujar Ma'ruf Amin usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/4/2018).

Di samping merangkul tokoh-tokoh NU, demikian telaah Fealy, untuk memastikan dukungan NU secara organisasional, Jokowi mengalirkan beragam sumber daya negara untuk NU: mengarahkan para menterinya untuk bekerja sama dengan NU, mendorong NU menerima tanah negara sebagai bagian dari program redistribusi tanah dan akses skema kredit mikro yang diwujudkan dalam Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

Selain itu, Jokowi juga mengafirmasi gagasan NU mengenai Islam Nusantara.

Dalih Mengusung Ma’ruf Amin

Belakangan nama Ma'ruf Amin muncul sebagai kandidat calon wakil presiden (cawapres) Jokowi. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Laki-laki yang akrab disapa Romy tersebut mengatakan Ma'aruf Amin adalah satu dari 10 daftar kandidat cawapres yang telah dikantongi Jokowi. Menariknya, Romy enggan menyebutkan sembilan nama kandidat lainnya.

Wakil Sekjen DPP PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi Achmad Baidowi mengatakan, Ma'ruf Amin dimasukkan ke dalam daftar kandidat cawapres Jokowi sejak Desember 2017. Menurut Baidowi, Ma'ruf dicalonkan setelah Romy berdiskusi dengan Jokowi. Ma'ruf dinilai bisa diterima semua kelompok dan menutup kekurangan Jokowi.

"Orang yang ikut Aksi 212 berasal banyak dari Madura, dapil saya, itu kan mengawal fatwanya pak Ma'ruf Amin. Fatwanya saja dikawal, apalagi Pak Ma'ruf Amin," sebut Baidowi yang juga anggota fraksi PPP di DPR itu kepada Tirto, Rabu (11/7).

Baidowi mengatakan pihaknya menilai Jokowi selama ini kerap dituduh anti-Islam, pro-RRC, dan antek PKI. Menurut Baidowi, pihaknya dan para pendukung Jokowi telah menemukan dan menyodorkan beberapa bukti bantahan. Diusungnya Ma'aruf Amin juga bagian dari cara untuk menangkal isu-isu liar tersebut.

"Yang paling sering dibilang adalah Jokowi anti-Islam. Maka, mesti dicarikan tokoh. Muncullah nama pak Ma'ruf Amin. Problemnya, Pak Ma'ruf usianya sudah sepuh. Apakah beliau bersedia?" ujar Baidowi.

Memang, menyodorkan bukti-bukti pembantah tidak selalu berujung perubahan cara pandang seseorang. Dalam sejumlah kasus, orang-orang mengalami disonansi kognitif, yaitu menganggap kebenaran yang tidak sesuai dengan pandangan hidup sebagai ancaman.

Dalam kasus lain, bukti-bukti pembantah justru berujung penguatan cara pandang dan keyakinan yang tengah dipegang. Backfire effect, begitu para ahli kejiwaan manusia menyebutnya.

Dengan kata lain, kekhawatiran pihak PPP mengenai isu-isu di atas bakal melemahkan Jokowi ada benarnya. Namun, hasil riset sejumlah lembaga menyodorkan pandangan lain.

Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terhadap 1.057 responden berumur lebih dari 17 tahun ke atas atau sudah menikah pada 3-10 September 2017 bermaksud melacak pandangan masyarakat mengenai PKI. Hasilnya, hanya 12,6 persen saja yang percaya PKI sedang bangkit. Sebanyak 86,8 persen lainnya tidak percaya.

Lalu apa pandangan masyarakat mengenai Jokowi terkait PKI? Sebanyak 75,1 persen responden tidak setuju dengan opini yang mengatakan bahwa Jokowi adalah orang PKI, atau setidaknya terkait dengan PKI dan komunisme. Hanya 5,1 persen responden yang menyatakan bahwa Jokowi memiliki keterkaitan dengan PKI.

Hasil survei lain justru menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap isu Jokowi pro-Tionghoa atau memusuhi Islam. Survei Indikator Indonesia terhadap 1.220 responden pada 17-24 September 2017 menyatakan sebanyak 59 responden tidak menyetujui anggapan bahwa Jokowi lebih berpihak kepada kelompok Tionghoa.

Survei Indikator Indonesia itu juga menyatakan hanya 5,5 persen responden yang menganggap Jokowi memusuhi ulama, sementara 66 persen lainnya menilai Jokowi tidak memusuhi ulama.

Masih soal Jokowi dan Islam. Survei Indikator Indonesia menyebutkan hanya 6 persen responden yang memandang Jokowi anti-Islam, sementara 67 persen lainnya menilai Jokowi pro-Islam.

Misteri di Balik PPP dan Ma’ruf Amin

Berdasarkan hasil survei di atas, sebenarnya sebagian kecil saja masyarakat di Indonesia yang menganggap Jokowi terkait PKI, memusuhi ulama, anti-Islam, atau berpihak kepada kelompok Tionghoa. Sebagian kecil ini memang tidak bisa diremehkan begitu saja.

Namun, gembar-gembor memasangkan Jokowi dengan cawapres yang mewakili kelompok Islam tampaknya memunculkan misteri: Apakah para parpol pengusung Jokowi saat ini, utamanya PPP, benar-benar memerhatikan betul pendapat masyarakat yang tergambar dalam survei di atas? atau ada kekuatan lain yang mendorongnya?

Hasil riset sejumlah lembaga, lagi-lagi, memberikan pandangan soal ini.

Pada akhir Desember 2017 hingga awal Januari 2018, Lingkaran Survei Indonesia dan Australia National University melakukan jajak pendapat terhadap 508 anggota DPRD tingkat provinsi di 31 provinsi di Indonesia. Secara statistika, responden tersebut dianggap mewakili populasi anggota parlemen tingkat provinsi secara nasional.

Salah satu hasil survei tersebut kemudian dipublikasikan Diego Fossati dan Eve Warburton dalam makalah berjudul "Indonesia's Political Parties and Minorities" (2018, PDF). Makalah Fossati dan Warburton membandingkan persentase responden dari setiap parpol yang setuju atau sangat setuju mengenai sejumlah isu, mulai dari kebangkitan PKI, pemimpin Muslim, hingga dominasi orang Tionghoa dalam ranah politik dan ekonomi.

Hasilnya, sebanyak 43 persen anggota DPRD Provinsi percaya PKI sedang bangkit, sementara 57 persen lainnya tidak. Apabila persentase anggota DPRD Provinsi yang percaya PKI sedang bangkit itu diurutkan tiap parpol, PPP menempati peringkat ke-4.

Sebanyak 73 persen anggota DPRD Provinsi dari PPP percaya PKI sedang bangkit. Angka ini membuat PPP lebih dekat ke parpol oposisi seperti PKS (73 persen), PAN (79 persen), atau Gerindra (67 persen), daripada parpol koalisi pendukung Jokowi yang memiliki anggota DPRD Provinsi percaya PKI bangkit lagi (di bawah 50 persen).

Kecenderungan anggota DPRD Provinsi dari PPP bersikap serupa dengan anggota DPRD Provinsi dari parpol oposisi juga tampak dalam isu hukuman terhadap penoda agama Islam dan pemimpin muslim.

Sebanyak 97 persen anggota DPRD Provinsi dari PPP setuju atau sangat setuju penodaan terhadap Islam mesti dihukum lebih berat. Angka ini tertinggi dibanding parpol lainnya, mengungguli PKS (83 persen), PAN (82 persen), dan Golkar (76 persen).

Sementara itu, anggota DPRD Provinsi dari PPP adalah yang paling banyak menyetujui atau sangat menyetujui pentingnya memilih pemimpin muslim dalam Pemilu, yakni 94 persen. Dalam hal ini, persentase PKS sebesar 90 persen dan PAN sebesar 87 persen.

Tingginya persentase anggota DPRD Provinsi dari PPP yang percaya kebangkitan PKI boleh jadi berkaitan dengan disebarkannya tabloid Obor Rakyat semasa Pilpres 2014. Dalam wawancara dengan Beritagar, Ketua Umum PPP Romahurmziy mengatakan bahwa hingga saat ini ada pihaknya, misalnya ulama-ulama di Madura, yang menanyakan ke-PKI-an Jokowi.

"Soalnya Obor Rakyat waktu itu dikirim ke pesantren dan masjid. Efektif dan canggih lah," ujar Romahurmuziy.

Wakil Sekjen DPP PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi Achmad Baidowi pun menerangkan kepada Tirto bahwa pernyataan seperti itu masih dia temukan saat berkunjung ke dapilnya, Madura.

"Kami sampaikan bahwa bahaya laten PKI itu selalu ada dan harus diwaspadai. Tetapi, isu itu (bahwa Jokowi adalah PKI) sekadar isu yang sengaja dihidupkan kelompok-kelompok tertentu," ujar Baidowi kepada Tirto.

"Kami jelaskan kepada mereka bahwa pak Jokowi orang yang saleh, taat menjalankan agama, dan sudah berhaji. Sekarang bagaimana kalau dia dibandingkan dengan pak Prabowo? Baru kiai-kiai itu sadar: keislaman pak Prabowo masih dipertanyakan," tambah Baidowi.

Infografik Pandangan Parpol Terhadap Islam, Pemimpin Muslim dan PKI

Nahdlatul Ulama di Antara PPP dan PKB

Dengan membandingkan berbagai survei di atas, dapat dilihat bahwa PPP tetaplah parpol berjiwa Islam yang masuk dalam barisan parpol koalisi pendukung Jokowi yang cenderung sekuler. Keislaman PPP sebenarnya cenderung membawa PPP lebih dekat, secara jenis kelamin, ke oposisi.

Munculnya Ma'ruf Amin sebagai kandidat cawapres di satu sisi dihembuskan PPP untuk menanggulangi kelemahan Jokowi. Di sisi lain, Ma'ruf Amin juga instrumen penting bagi PPP meyakinkan pendukungnya memilih Jokowi.

Dengan latar belakang NU yang dimilikinya, munculnya nama Ma'ruf Amin sebagai kandidat cawapres juga menggambarkan pertaruhan PPP merebut jaringan NU yang menurut Greg Fealy mengalami PKB-isasi secara mendalam sejak 2014 melalui peran PKB sebagai penyalur dana dan aset untuk NU serta pemberi dana program-program NU di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hubungan itu bertambah erat lagi sejak Kongres NU 2015 di Jombang, Jawa Timur. Menurut Fealy, "Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), bersama saudara laki-lakinya, Halim Iskandar (ketua DPW PKB Jatim) dan Saifullah Yusuf (wagub sekaligus cagub Jatim) berpengaruh besar atas pelaksanaan kongres dan memastikan agar Said Aqil dan Ma'ruf Amin (dua orang yang dianggap menguntungkan PKB) mengisi dua posisi paling senior untuk lima tahun selanjutnya," ujar Fealy.

PKB sendiri tengah berjibaku mengampanyekan Muhaimin sebagai cawapres. Sementara PKB belum menyatakan dukungan terhadap Jokowi, Muhaimin sempat bilang bahwa Jokowi bakal rugi apabila tidak memilihnya sebagai wapres. Ambiguitas inilah yang tampaknya dimanfaatkan betul oleh PPP.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Windu Jusuf