tirto.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyoroti angka kekerasan seksual dengan korban para siswa sekolah yang masih tinggi. Dia berpendapat pendidikan karakter terhadap siswa saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan ini.
"Pendidikan karakter saja tidak cukup. Apalagi kalau metode pendidikannya cuma didoktrin," kata Hetifah dalam diskusi “Perang Terhadap Prostitusi Online dan Kejahatan pada Perempuan” di Jakarta Timur, pada Kamis (24/1/2019).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memang mencatat angka kekerasan seksual di sekolah masih memprihatinkan. Berdasar data KPAI, 177 siswa menjadi korban kekerasan seksual di sekolah selama 2018. Mereka terdiri atas 135 murid laki-laki dan 42 siswa perempuan.
Menurut Hetifah, pendidikan karakter di sekolah juga perlu diberikan kepada para pendidik atau guru. Apalagi, dia mencatat sebagian kasus kekerasan di sekolah justru melibatkan guru sebagai pelaku.
"Kalau guru [perlu] ada semacam pendidikan moral dan agama. Selain itu, guru-guru juga ada peningkatan kompetensi. Bagus juga kalau guru diberikan pendidikan karakter," ujarnya.
Dia berharap pendidikan karakter untuk guru bisa menjadikan sekolah wilayah yang aman bagi anak-anak, khususnya dari kejahatan kekerasan seksual.
"Perlu diingat kita ada UU Pelindungan Anak. Seharusnya sekolah bisa jadi lebih aman," kata politikus Golkar itu.
Hetifah mengingatkan pendidikan karakter kepada para siswa tidak akan efektif selama orang-orang dewasa di institusi pendidikan tidak bisa mejadi teladan bagi mereka.
"Mereka juga perlu contoh dari guru dan orang tuanya. Jadi pendidikan karakter itu jangan cuma anak diajarin apa yang harus dilakukan, tetapi diberikan keteladanan juga. Itu mungkin yang jadi kekurangan dari pendidikan karakter kita," ujar Hetifah.
"Sekarang anak-anak kekurangan role model. Setidaknya orang dewasa juga harus memberi contoh. Semisal bapaknya keras kepada ibu, itu sudah mencontohkan ketidakadilan gender kepada anak," dia menambahkan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom