Menuju konten utama

Ulang Tahun TNI yang Tak Biasa

Hari ini (5/10/2016), TNI berulang tahun yang ke-71. Ulang tahun yang bertepatan dengan kegiatan latihan Angkasa Yudha 2016 digelar di kawasan perbatasan pulau terluar Kepulauan Natuna. Ini jadi ulang tahun yang tak biasa bagi TNI. Namun yang paling luar biasa adalah bagaimana TNI tetap komitmen menjadi tentara profesional di usia yang sudah matang ini.

Ulang Tahun TNI yang Tak Biasa
Pilot pesawat tempur Sukhoi SU-30MK2 TNI AU berjalan di landasan seusai mengikuti gladi persiapan acara puncak latihan tempur Angkasa Yudha di Bandara Hang Nadim Batam, Kepulauan Riau, Senin (3/10). ANTARA FOTO/M N Kanwa.

tirto.id - Puncak latihan TNI AU Angkasa Yudha 2016, yang awalnya akan digelar di Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, tiba-tiba harus bergeser ke Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Presiden Joko Widodo yang memerintahkan perubahan tempat ke Natuna sebagai salah satu titik perbatasan atau pulau terluar di Indonesia ini.

“Pindah ke Natuna sesuai perintah pimpinan,” kata Pangkoopsau I Marsda TNI Yuyu Sutisna selaku Direktur Latihan Angkasa Yudha 2016 dikutip dari Angkasa.

Puncak kegiatan latihan skala besar angkatan udara ini hanya berselang sehari setelah ulang tahun TNI. Kegiatan ini memang jadi tak biasa dan spesial bagi TNI saat merayakan ulang tahunnya yang ke-71. Perayaan HUT TNI tahun ini berbeda jauh sebelumnya, apalagi tahun lalu yang sangat meriah. Tidak ada demonstrasi alutsista atau defile pasukan di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta.

Latihan Puncak Angkasa Yudha 2016 juga tak biasa. Selain bertepatan dengan HUT TNI, latihan tempur udara berada di pulau terluar yang melibatkan 2.200 personel dan 48 unit pesawat tempur dari tujuh skuadron udara TNI AU. Bandingkan dengan 31 Oktober tiga tahun lalu, saat Angkasa Yudha 2013 yang juga digelar perairan Kepulauan Natuna, tapi hanya melibatkan 21 pesawat tempur TNI AU saja.

Kawasan Kepulauan Natuna belakangan ini menjadi wilayah pulau terluar yang menjadi sorotan Indonesia termasuk dunia internasional. Kawasan perairan ini mulai “disentuh” oleh Cina, yang sebelumnya tak punya masalah di Cina Selatan dengan Indonesia. Di Natuna juga sempat terjadi insiden pesawat militer Malaysia yang dicegat oleh pesawat TNI, hingga persoalan kontrol ruang udara yang masih ada di tangan Singapura.

Pulau Terluar Natuna dan Simbol Jokowi

Aksi Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas tentang Natuna di atas kapal perang KRI Imam Bonjol 383 di Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6/2016) merupakan bagian dari simbol sang presiden soal kedaulatan di perbatasan khususnya di pulau terluar. Rapat ini tak muncul begitu saja, pemicunya karena aksi kapal-kapal pencuri ikan Cina yang dijaga oleh kapal coast guard Cina yang lalu lalang di perairan Kepulauan Natuna, yang diklaim sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.

Kepulauan Natuna hanya salah satu serambi terluar Indonesia. Indonesia tercatat memiliki 92 pulau terluar, dengan luas rata-rata 0,02 hingga 200 km persegi. Lokasinya membujur dari Pulau Rondo di Aceh hingga Pulau Liki Papua, dan di utara Pulau Miangas Sulut hingga Pulau Ndana Rote di NTT. Tercatat 31 pulau berpenghuni, 13 pulau berpenghuni musiman, dan 48 pulau tak berpenghuni.

Sebanyak 12 pulau terluar berbatasan langsung dengan negara tetangga. Sebagian besar pulau-pulau itu tak berpenghuni dan rawan dari penetrasi negara lain. Di Natuna misalnya, sebanyak tujuh pulau yang seperti Pulau Sekatung, Pulau Sengiun, Pulau Subi Kecil, Pulau Sepala, Pulau Sematan, dan pulau Tukong hingga 2014 lalu belum berpenghuni.

Kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan 2002 lalu memberikan kesadaran soal pentingnya menjaga pulau-pulau terluar agar tidak diklaim negara tentangga. Tak hanya itu, lepasnya dua pulau itu menjadi sebuah pembuktian bagaimana lemahnya posisi Indonesia dalam mempertahankan pulau-pulau terluar.

Saat ini, wilayah Indonesia berbatasan dengan 10 negara, di darat maupun lautan. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Di laut, Indonesia berbatasan dengan Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, dan Australia.

Terdapat 187 kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang tersebar di 41 kabupaten/kota yang menjadi lokasi prioritas untuk pengembangan daerah perbatasan. Sebanyak 56 kecamatan berbatasan laut, 79 kecamatan berbatasan dengan darat, dan 4 kecamatan berbatasan dengan darat dan laut. Jumlah desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga adalah lebih dari 1.700 desa/kelurahan.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, terdapat beberapa pulau terluar yaitu Pulau Batek yang bersinggungan dengan Timor Leste, Pulau Ndana Rote yang berbatasan dengan Australia. Kedua pulau ini sudah dijaga oleh pasukan pengamanan dari TNI, sedangkan sisanya belum ada yaitu Pulau Dana Sabu, Pulau Salura, Pulau Mengudu yang tak berpenghuni.

“Penempatan sejumlah mercusuar atau pasukan pengaman perbatasan tidak akan efektif sebab bisa saja diklaim oleh negara tetangga,” kata Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr. DW. Tadeus dikutip dari Antara.

Salah satu upaya untuk menjaga pulau-pulau terluar adalah dengan kekuatan militer. Belakangan ini bahkan muncul gagasan pembangunan “kapal induk” di pulau-pulau terluar sebagai basis kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Program membangun kekuatan di pulau terluar ini merupakan bagian dari pengamanan di kawasan perbatasan dengan 10 negara tetangga.

"Itu merupakan salah satu sasaran kebijakan pertahanan negara 2016," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dikutip dari Antara.

Di Pulau Natuna akan ada penempatan sistem rudal canggih. Pesawat-pesawat tempur Su-27, Su-30, F-16 dan fasilitas skuadron kendaraan udara tak berawak (UAV) juga akan ditempatkan di sana. Infrastruktur runway Lanud Ranai juga diperpanjang. Pangkalan militer sejenis akan dibangun di Morotai, Biak, dan Saumlaki-Selaru. Semuanya untuk menjaga pulau terluar dan kedaulatan.

Selain berbagai yang tak biasa, menjelang sehari peringatan HUT TNI, muncul gagasan lama “Dwi Fungsi” yang kembali diangkat oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gatot Nurmantyo. Ada ide suatu saat TNI dapat memiliki hak politik yang sama dengan sipil, yakni berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum (Pemilu).

"Saat ini TNI seperti warga negara asing saja kan begitu, tidak boleh memilih kemudian kalau ikut Pilkada (pemilihan kepala daerah) harus mengundurkan diri sedangkan PNS tidak," kata Gatot, Selasa (4/10/2016) dikutip dari Antara.

Selama ini TNI tidak memiliki hak politik yang sama, karena TNI adalah organisasi yang dipersenjatai sehingga dikhawatirkan ada oknum yang berkampanye dengan melibatkan senjata. Pengalaman masa lalu TNI juga jadi sarana melanggengkan kekuasaan.

Sudah seharusnya TNI lebih fokus pada profesionalisme dalam mempertahankan negara. Ingat, masih banyak patok-patok di luar sana yang punya risiko dalam hal pertahanan, dan sentuhan pembangunan oleh pemerintah termasuk di Natuna. Selamat HUT ke-71 TNI.

Baca juga artikel terkait HUT TNI atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Politik
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti