Menuju konten utama

TWK KPK Dinilai sebagai Bentuk Perilaku Koruptif Lembaga Antirasuah

Guru Besar Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto menyatakan ada penyalahgunaan kekuasaan dalam TWK KPK, ada perilaku koruptif dalam internal KPK.

TWK KPK Dinilai sebagai Bentuk Perilaku Koruptif Lembaga Antirasuah
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

tirto.id - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto menyatakan ada penyalahgunaan kekuasaan dalam Tes Wawasan Kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi (TWK KPK), ada perilaku koruptif dalam lembaga antirasuah itu.

“Kenapa? Sebab penyelenggaraan TWK dari awal sudah jadi pertanyaan. Dari sudut legalitas, validitas, fungsi, relevansi, implikasi, serta subjek yang dikenakan itu luar biasa [dampaknya]. Ada perilaku koruptif di sini,” kata dia dalam diskusi daring, Minggu (30/5/2021).

Efek perilaku koruptif adalah pembelahan, yakni berupa ‘kubu’ yang berwawasan kebangsaan dan yang tidak memilikinya. Sigit menilai pembelahan itu sangat serius lantaran terjadi eksklusi dan persekusi di era Orde Baru, yang akhirnya berupaya untuk menyingkirkan pihak yang tidak patuh cum tidak taat terhadap kehendak pihak yang berkuasa di KPK.

Dampak lainnya adalah muncul disguise obstruction of justice atau menghambat upaya penegakan hukum secara tersamar. Sebab, 75 orang yang dianggap tidak lolos TWK itu sudah dan sedang menangani kasus korupsi. “Kalau mereka disingkirkan akibatnya penanganan kasus menjadi mandek, bahkan mungkin terhenti, bahkan hilang tertiup angin,” sambung Sigit.

Perihal relevansi TWK dan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara pun dipertanyakan publik. Sigit mengatakan via TWK, pikiran seseorang mau ‘diadili’, bahkan pengadilannya di luar lembaga peradilan. Maka ‘pemutusan’ pegawai ini menyebabkan hak-hak sipil tak terpenuhi.

“Tidak bisa menjadi ASN. Itu berarti suatu tindakan pelanggaran hak asasi manusia, karena terjadi eksklusi, persekusi. Pelanggaran terhadap kebebasan berpikir seseorang, yang ‘diadili’ dengan cara-cara yang zalim dengan penyalahgunaan kekuasaan,” terang Sigit.

Pimpinan KPK pun seolah tak menaati perintah Presiden Joko Widodo yang menyatakan TWK tak menjadi dasar pemecatan terhadap mereka yang tak lolos menjadi ASN.

Menurut Jokowi, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi harus memiliki SDM terbaik dalam pemberantasan korupsi. Ia mengingatkan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi secara sistematis.

Baca juga artikel terkait PELEMAHAN KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri