Menuju konten utama

Tuntutan Pengemudi Ojek Daring Terganjal UU Lalu Lintas

Pengemudi ojek daring ingin ada regulasi yang mengatur pekerjaan mereka. Tapi hal itu terhalang UU LLAJ karena kendaraan roda dua tidak masuk sebagai angkutan umum.

Tuntutan Pengemudi Ojek Daring Terganjal UU Lalu Lintas
Supir gojek berdemo menuntut regulasi ojek online di Jakarta (23/11/17). tirto.id/Mohammad Bernie

tirto.id - Para pengemudi ojek dalam layanan transportasi berbasis aplikasi daring menggelar demonstrasi di Jakarta, Kamis (23/11/2017) kemarin. Mereka berkumpul sejak pukul 10.00 pagi di Lapangan Parkir IRTI Monumen Nasional (Monas), lalu melanjutkan aksinya dengan berjalan kaki melewati Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan berakhir di Istana Negara.

Pengemudi ojek daring menuntut pemerintah menyusun regulasi mengenai pekerjaan mereka. Terutama soal tarif. Mereka menuntut tarif ojek daring meningkat dari Rp1000-Rp1600 per kilometer menjadi Rp4000 per kilometer dan berlaku merata untuk seluruh angkutan ojek daring, agar tidak ada lagi perang tarif yang merugikan mereka.

Mereka mendesak pemerintah tidak hanya menerbitkan regulasi untuk taksi daring, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang Tidak dalam Trayek, Oktober lalu.

Dengan adanya payung hukum, para pengemudi ojek daring menilai posisi mereka lebih kuat, dan dengan demikian dapat menghindari tindakan semena-mena dari perusahaan tempat mereka bernaung, terutama terkait dengan fasilitas promo yang membuat pendapatan mereka jadi lebih sedikit.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai desakan tersebut sah-sah saja, tapi akan terganjal dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam UU LLAJ, sepeda motor tidak tergolong angkutan umum karena minimal mesti beroda tiga.

"Jadi sepanjang itu belum diubah, agak susah menuntut legalitas ojek online maupun ojek pangkalan," ujar Tulus saat ditemui di Hotel Acacia, Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Oleh karena itu, Tulus menilai aksi demonstrasi atau protes lanjutan akan lebih efektif apabila ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pasalnya, dengan menyampaikan aspirasi kepada DPR, maka revisi UU memungkinkan untuk dilakukan, apabila memang dipandang perlu.

"Jadi kalau menuntut itu, harusnya ada perubahan di level UU. Kemarin mereka [pengendara ojek] sudah ke YLKI dan mengakui itu. Tapi katanya mau ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Tulus.

Baca juga: Aturan Menggantung dan Nasib Buntung Pengemudi Ojek Online

Tulus mengatakan kalau ojek sebetulnya tidak dilarang jadi alat transportasi. Meski begitu, ia mengatakan ojek tergolong sebagai angkutan lingkungan, sehingga tidak diperuntukkan melintas ke mana-mana. "Itu realita dari regulasi saat ini," ungkap Tulus.

Ditemui di tempat terpisah, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyatakan siap menampung aspirasi para peserta aksi. Namun begitu Menhub belum menyetujui permintaan mereka yang mendesak dibuatkan Permen. Ia mengatakan kalau pengaturan ojek daring memang cukup rumit, sehingga perlu waktu untuk mencarikan solusinya.

"Sebenarnya Permen itu mengatur bagaimana operator itu dapat memperhatikan sopir juga. Adanya kendala, harus kita selesaikan," kata Menhub.

Regulasi sebetulnya isu lama, yang tidak juga selesai. Pada Maret 2016 lalu, misalnya, Ketua Komisi V DPR Fary Djamy Francis sempat bilang kalau UU LLAJ siap direvisi apabila pemerintah mengusulkannya. Ia menyayangkan pemerintah yang belum mampu menyelesaikan polemik ini.

"Komisi V DPR siap menyambut usul dari pemerintah jika hendak melakukan revisi terhadap UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Fary.

Sementara Ignasius Jonan ketika masih menjabat sebagai Menteri Perhubungan sempat mengatakan kalau pemerintah tidak perlu mengevaluasi UU LLAJ. Sebab menurutnya, UU LLAJ tidak mengurusi soal penggunaan aplikasi, melainkan mengatur sarana dan prasarananya.

Aksi demonstrasi kemarin diikuti oleh sejumlah komunitas ojek daring, seperti yang tergabung dalam Go-Jek maupun Grab. Tirto mengklarifikasi kabar tersebut kepada dua operator itu.

Public Relations Manager PT Go-Jek Indonesia Rindu Ragillia tidak secara gamblang membenarkan atau membantah keterlibatan sejumlah mitra pengemudinya. Meski demikian ia mengaku perusahaan memahami kalau mitra mereka menyampaikan aspirasi kepada negara.

Lain halnya dengan Rindu, Public Relations Manager Grab Indonesia Dewi Nuraini secara tegas membantah keterlibatan mitra pengemudinya dalam aksi kemarin.

"Sejauh ini tidak ada mitra Grab yang turut serta. Kalaupun ada, kami harus pastikan bahwa yang bersangkutan memang benar-benar mitra Grab," ucap Dewi melalui pesan singkat kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Hukum
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino