tirto.id - Sastrawan Felix K. Nesi, pengarang novel Orang-orang Oetimu, yang memprotes institusi gereja lambat mengurusi “pastor bermasalah” lalu meluapkan amarahnya dengan memecahkan kaca jendela rumah Pastoran SMK Bitauni, resmi ditetapkan tersangka, menurut Kapolres Timor Tengah Utara, AKBP Nelson Filipe Diaz Quintas, Senin sore (6/7/2020).
“Dari Polsek Insana sekarang masih ambil-ambil keterangan saksi-saksi lain. Ada tiga orang saksi,” kata Nelson saat dikonfirmasi wartawan Tirto.
Kendati sebelumnya ada upaya menempuh jalur kekeluargaan antara pihak Pastoran SMK Bitauni dan Felix Nesi, tapi proses hukum tetap berjalan, ujar Nelson.
“Jalur kekeluargaan itu kan antara dua pihak,” katanya.
Kapolsek Insana I Ketut Suta membenarkan penetapan tersangka Felix Nesi saat dikonfirmasi Tirto, Senin malam. Felix dijerat pasal 406 KUHP (merusak properti) dengan ancaman penjara maksimal dua tahun delapan bulan.
“Sudah tersangka. Pelaku tidak tahan karena pelaku tunggal,” kata Suta.
Kuasa hukum Felix Nesi, Viktor Manbait, berkata belum mendapatkan kabar penetapan tersangka atas kliennya ketika dikonfirmasi Tirto pada Senin sore pukul 17.58 waktu setempat.
Polsek Insana adalah tempat Felix sempat ditahan selama 17 jam pada Jumat malam, 3 Juli, setelah Felix dilaporkan oleh komunitas pastoran. Felix dibolehkan pulang oleh polisi setempat setelah mengisi berita acara pemeriksaan pada Sabtu siang, 4 Juli. Insana adalah salah satu kecamatan di Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, sekitar 5 jam naik kendaraan darat dari Kota Kupang.
Saat ditahan (pihak Polsek Insana menyebutnya “diamankan”), Felix Nesi menulis kronologi peristiwa dalam status Facebook-nya.
Pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 ini mengungkap kekecewaan dan kemarahannya atas pihak pastoran SMK Bitauni—hanya sekitar 700 meter dari rumah Felix—yang mau menerima “Romo A” dari Paroki Tukuneno (masih satu Keuskupan Atambua) sejak sekitar awal tahun ini.
Romo A, tulis Felix, “bermasalah dengan perempuan dan berbuat salah kepada perempuan.”
Felix mengisahkan ia mendatangi Romo Kepala SMK Bitauni Vinsen Manek agar memindahkan Romo A dari “sekolah menengah yang penuh dengan perempuan.” Romo kepala berkata kehadiran Romo A “hanya sementara.”
Lalu, sekitar Maret atau April, Felix kembali lagi ke pastoran dan menagih janji. Ia juga bertemu dengan Romo A dan berkata: “carilah tempat sepi untuk berefleksi sebelum berkarya kembali.” Pembicaraan itu macet.
Puncaknya, pada Jumat malam, 3 Juli, saat Felix kembali ke pastoran dan mengetahui Romo A masih ada, ia meluapkan kekecewaannya:
“Di tangan saya ada helm. Di depan saya ada kaca jendela. Maka saya hantam kaca-kaca jendela pastoran dengan helm. Helm INK sungguh kuat, kaca-kaca hancur berantakan. Saya pegang kursi-kursi plastik di teras rumah pastoran dan saya banting sampai hancur.”
Tak sampai satu jam kemudian, saya dijemput polisi, tulis Felix.
Kanit Reskrim Polsek Insana Bripka Andrias Lou membenarkan Felix dibawa ke Polsek pada Jumat malam itu untuk dimintai keterangan.
Viktor Manbait berkata kepada Tirto bahwa sebelumnya kasus “perusakan” ini diserahkan ke dua belah pihak untuk dibicarakan dengan penyelesaian cara kekeluargaan.
Tapi, Felix sendiri berkata kepada Tirto bahwa “[Penyelesaian] kekeluargaan bukan berarti kita lantas diamkan masalah-masalah gereja ini.”
Felix juga menulis di status Facebook-nya: Di novel saya, Orang-Orang Oetimu, saya menulis tentang pastor yang sukanya melindungi kebusukan pastor lain. Apakah saya baru saja melihatnya di dunia nyata ini?”
Marjin Kiri, penerbit Orang-orang Oetimu, mendukung niat Felix “membongkar segala impunitas yang melibatkan para tokoh agama dalam kasus sejenis.”
“Kami menuntut agar laporan kasus Felix segera dicabut …. Kaca jendela yang rusak sama sekali tidak sebanding dengan masa depan yang rusak akibat praktik pembiaran berbungkus nama baik institusi keagamaan.”