Tingkat Stres Pada Perempuan Meningkat, Ini Sebabnya

Kontributor: Petty Mahdi, tirto.id - 28 Sep 2022 08:00 WIB | Diperbarui 30 Sep 2022 09:41 WIB
Dibaca Normal 3 menit
Tingkat stres yang perempuan meningkat di masa pandemi, mengkonfirmasi beban perempuan yang tidak proporsional sebagai ibu dan pekerja.
tirto.id - Selama masa pandemi, perempuan secara global dilaporkan mengalami stres lebih tinggi daripada pria. Hal ini terjadi karena perempuan secara tidak proporsional memikul beban ketidapastian baik dalam pekerjaan di rumah maupun kantor, juga layanan dan kesehatan anak.

Laman weforum.org misalnya melaporkan tingkat emosi negatif - stres, kesedihan, kekhawatiran, dan kemarahan di tahun 2020 dan 2021 di antara perempuan meningkat sebanyak 1%, dan persentasi emosi negatif perempuan 4% lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Pria bukan tidak mengalami stres yang sama beratnya. Namun, menurut Dr. Erin Joyce, perbedaannya adalah perempuan melakukan pekerjaan domestik tiga kali lebih banyak dari pria.


Data tingkat kelelahan atau burnout memang sama-sama dikatakan meningkat baik untuk pria dan wanita selama setahun terakhir. Namun, tingkat kelelahan wanita tumbuh lebih cepat. Lebih dari sepertiga pria mengalami kelelahan, tetapi pada perempuan, persentase kelelahan kini mencapai 40 persen.


Pemberitaan media terkait tingkat stres perempuan yang meningkat di masa pandemi juga mengkonfirmasi dan menyoroti beban yang tidak proporsional yang dipikul perempuan yang berperan sebagai ibu dan pekerja.

“Banyak hal yang berkaitan dengan peran tradisional dalam hal pengasuhan dan tanggung jawab terhadap anak-anak di rumah,” kata Dr. Elizabeth Fitelson, direktur program wanita di Universitas Columbia departemen psikiatri. “Banyak dari beban ini masih secara tidak proporsional menimpa perempuan, selain harus bekerja dan melakoni banyak peran lainnya.”

“Di dunia profesional, posisi perempuan di dunia telah berubah selama 50 tahun terakhir. Perempuan sekarang mencapai semua yang pria bisa. Mungkin apa yang belum perempuan kelola dengan baik adalah mengalihkan tanggung jawab untuk beberapa peran perempuan yang lebih tradisional. Sampai sekarang, meskipun perempuan mungkin unggul di tempat kerja, perempuan tetap menanggung tekanan di rumah yang akhirnya menyebabkan stres,” ujar Dr. Judith Mohring dari Priory’s Wellbeing Centre di London.

Pada lingkungan pekerja, perempuan juga sering memaksakan diri menahan emosi dengan tetap optimis, tenang, dan berempati, bahkan pada saat emosi mereka mengatakan yang sebaliknya.

Di bidang olahraga, kesenjangan gender yang mengakibatkan stres pada perempuan juga banyak ditemui. Dr. Darren Britton, dosen psikologi olahraga di Solent University, meyakini bahwa atlet perempuan lebih cenderung mengalami stres saat bertanding terkait dengan seksisme, dan isu-isu mengenai citra tubuh, serta faktor-faktor lainnya.

“Atlet perempuan juga mengalami penerimaan pendapatan yang lebih sedikit, kurang dalam fasilitas, dan mendapatkan tekanan akan pencapaian yang lebih besar,” ungkap Britton.

Faktor Lainnya

Selain faktor sosio-lingkungan, tingkat stres perempuan juga dipengaruhi oleh faktor biologis dan genetik. Dari sisi biologis, hormon dalam tubuh wanita dapat sangat berfluktuasi selama tahap pubertas, siklus menstruasi, kehamilan, pasca melahirkan, dan menopause. Periode kehidupan yang signifikan ini sangat terkait dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi.

Dikutip dari laman ugm.ac.id, Ketua Program Studi Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa FKKMK UGM, dr. Ronny Tri Wirasto, Sp.KJ., menjelaskan bahwa perempuan sebenarnya lebih mampu mengendalikan stres dibandingkan laki-laki. Hal ini berkat tingginya kadar hormon estrogen dalam tubuh perempuan yang berfungsi memblokir efek negatif stres di otak.

“Harusnya perempuan lebih tahan stres dibanding laki-laki, dibandingkan hormon laki-laki hormon mudah labil sehingga emosinya naik turun. Namun, menariknya, perempuan yang semestinya stabil secara emosional justru menjadi lebih emosional,” demikian urai psikiater di RSUP Dr. Sardjito itu.

Menurut Ronny, alasan perempuan menjadi lebih rentan secara emosi dikarenakan beberapa faktor, dan salah satunya terkait kesehatan fisik. Secara umum, perempuan tidak begitu memperhatikan kondisi tubuhnya. Misalnya, jika sakit, diabaikan dan akhirnya menumpuk sehingga lebih rentan.

Selain itu, Ronny menambahkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih pemikir dibandingkan laki-laki. Perempuan sering memikirkan sesuatu secara berlebihan yang membuatnya rentan mengalami stres.

Infografik Agar Perempuan Tidak Gampang Stres
Infografik Agar Perempuan Tidak Gampang Stres. tirto.id/Quita


Pada perempuan, kadar kortisol - hormon stres yang mirip dengan sistem alarm bawaan tubuh - meningkat pada awal siklus menstruasi. Sementara sistem saraf, yang juga bereaksi saat stres terjadi, memiliki peran penting dalam menghadapi stres yang dialami.

Kortisol adalah hormon steroid yang dialirkan ke dalam darah sebagai respons terhadap rasa stres. Pada saat seseorang stres, tubuh akan memberikan respon dengan mengeluarkan hormon kortisol dan juga berpengaruh pada sistem saraf. Hormon kortisol tidak akan memberikan pengaruh buruk bila masih dalam batas wajar. Bahkan hormon kortisol juga dapat membantu tubuh bekerja dalam tekanan. Namun, perempuan dan pria memang memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi stres.

Menurut Dr.Bernadette Dancy, yang ditulis pada artikel “Are women more stressed out than men?”, “Pria mengalami aktivasi yang lebih cepat terhadap sistem saraf simpatik, melepaskan kortisol untuk menghadapi ancaman, dan cepat menonaktifkan stres, yang menunjukkan respon yang sehat terhadap stres.”

“Sistem saraf perempuan di sisi lain, tampaknya memiliki respons yang kurang terhadap stres dan lebih lambat kembali normal bila pemicu stres muncul. Secara teori, respon yang kurang terhadap stres ini akan berguna dengan peran utama perempuan sebagai pelindung dan pengasuh anak.”


Menyiasati Stres

Mengatasi stres sering dikaitkan dengan self-care yang terkesan rumit. Padahal memerhatikan diri sendiri bisa dilakukan pada hal-hal yang mendasar seperti mendapatkan waktu tidur yang cukup, mengonsumsi makanan yang sehat, dan berolahraga.

Dukungan dari orang yang terpercaya juga sangat penting, termasuk dukungan profesional dari berbagai penyedia kesehatan dan kebugaran, jika stres semakin memuncak. Tahu untuk melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan rumah atau pekerjaan lainnya yang membuat stres juga penting, walau kadang sulit dilakukan.

Fokus pada penyebab stres menjadi faktor penting. Misalnya, bila selama ini stres hanya dikaitkan dengan pekerjaan kantor, mulai cari dengan terperinci faktor di kantor yang mana yang menyebabkan stres, apakah pekerjaan atau lebih ke kolega?. Dengan mengetahui secara detil sumber masalah, perempuan dapat lebih mudah mencari solusi dan terhindar dari stres.

Perempuan juga dapat meminta waktu pasangan untuk memberi waktu mendengarkan, bila ada permasalahan yang perlu dibagi. Kemudian, jangan lupa untuk memperlakukan diri sendiri dengan penuh kasih sayang. Hal ini karena perempuan cenderung lebih kritis terhadap diri sendiri akibat mereka tidak mampu mengendalikan emosi. Memaafkan diri dan mengakui bahwa ia bukanlah sosok yang sempurna, adalah langkah yang tepat.

Baca juga artikel terkait STRESS atau tulisan menarik lainnya Petty Mahdi
(tirto.id - Gaya Hidup)

Kontributor: Petty Mahdi
Penulis: Petty Mahdi
Editor: Lilin Rosa Santi

DarkLight