tirto.id - Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia melakukan riset penggunaan politik identitas dalam Pilpres 2019. Hasilnya, tim sukses Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandiaga dinilai sama-sama menggunakan isu tersebut, namun kedua kubu enggan menyatakan secara terbuka.
Direktur Puskapol Aditya Perdana menyatakan isu ujaran kebencian dan hoaks sebenarnya menjadi hanya menjadi pelengkap dari politik identitas itu sendiri. Misalnya, isu anti-Islam yang pernah disematkan ke Jokowi dan isu “tampang Boyolali” Prabowo Subianto.
"Narasi terkait dengan kampanye program itu relatif jarang disinggung oleh tim sukses. Ternyata ketika kami ngobrol dengan mereka, mereka menganggap identitas itu sesuatu yang gampang dijual. Itu yang menjadi persoalan," tegas Adit di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (2/3/2019).
Sedangkan Wakil Direktur Puskapol Hurriyah menyampaikan, kedua kubu sama-sama tidak mengakui ketika ada pihak-pihak yang kedapatan melakukan politik identitas.
"Kalau kedua tim tidak mengakui memakai politik identitas, lantas siapa yang memproduksi itu?" ungkap dia.
Biasanya, kata dia, jawaban dari kedua kubu adalah tidak mengakui ada narasi penggunaan politik identitas dari tim sukses. Dan berkata bahwa pihak yang memakai politik identitas itu bukan bagian dari mereka.
"Mereka bukan bagian dari kami. Jawaban [timses] template-nya seperti itu," lanjut Hurriyah.
Namun, akhirnya tim sukses mengakui bahwa mereka memakai politik identitas itu. Menurut mereka, itu merupakan efek dari Pilpres 2014.
"Namun di daerah mereka kemudian blak-blakan. [...] Mereka mengakui isu-isu itu bisa bermanfaat," kata Hurriyah lagi.
Menurut Hurriyah, tim sukses mengakui bahwa politik identitas harusnya tidak menjadi masalah selama kampanye tertutup. "Memang ada semacam dinamika kontestasi dan polarisasi yang terus dirawat," tegasnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto