tirto.id - Sebagai lembaga independen yang punya peran regulator sekaligus pengawas industri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nampaknya perlu lebih wawas diri.
Meski mampu mendorong kinerja mikroprudensial di tengah gejolak perekonomian global, kasus gagal bayar yang menimpa sejumlah perusahaan asuransi setahun belakangan memperlihatkan pincangnya lembaga ini dalam hal pengawasan.
Kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) barangkali paling tepat dijadikan contoh. Pasalnya, perusahaan pelat merah ini hampir selalu menyabet penghargaan sebagai lembaga asuransi terbaik saban tahun—meski kenyataannya duit perusahaan cuma tebal di buku tapi tipis di kantong.
Kondisi ini bikin gerah parlemen. Apalagi, di saat yang bersamaan, sektor jasa keuangan tengah digempur dengan kasus gagal bayar AJB Bumiputera dan pembiayaan bermasalah Bank Muamalat.
Belum kelar tiga kasus tersebut, muncul lagi perkara PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang diduga merugi triliunan karena salah investasi.
Dibubarkan Saja?
Kekesalan anggota dewan memuncak Selasa (21/1/2020) lalu. Dalam rapat bersama ini, beberapa dari mereka mengusulkan OJK dibubarkan dan fungsi pengawasan sektor industri jasa keuangan dikembalikan kepada Bank Indonesia (BI).
"Sangat terbuka kemungkinan mengembalikan OJK ke BI," ucap Wakil Ketua Komisi XI Eriko Sotarduga.
Hal serupa diungkapkan lagi anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS Hidayatullah sehari setelahnya. "Kalau kinerja mereka tidak sesuai, ya risikonya komisionernya harus mundur, atau digabungkan kembali dengan BI," katanya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sempat enggan menanggapi usul itu. Ia hanya meminta wartawan bertanya langsung ke anggota dewan maksud pernyataan tersebut. "Nanya ke yang ngomong, dong," katanya.
Namun Wimboh akhirnya mengakui memang ada banyak hal yang perlu diperbaiki lembaganya Selama ini, kata dia, ada gap antara pengaturan dan pengawasan perbankan dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang menaungi industri asuransi.
Meski demikian, ia tetap memberikan pembelaan bahwa lembaganya sudah bekerja profesional, bahkan jauh sebelum carut-marut Jiwasraya menjadi seheboh hari ini.
"Semua orang tahu permasalahan itu bukan baru, tapi sudah cukup lama," kata Wimboh usai rapat bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Hal ini juga Wimboh paparkan di hadapan Presiden Joko Widodo dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2020 di Jakarta, Kamis (16/1/2020) sepekan sebelumnya. Ia mengatakan, perlu reformasi besar-besaran dalam IKNB seperti yang terjadi pada sektor perbankan usai menghadapi krisis 1998.
Tak Jamin Perbaikan
Menurut UU 21 Tahun 2011, OJK adalah lembaga negara yang ditugaskan menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai kinerja OJK seperti yang disebut pada peraturan tersebut akhir-akhir ini memang tak terlalu menggembirakan. Namun, bukan berarti jawabannya adalah pembubaran.
Baginya kelemahan-kelemahan OJK masih bisa diperbaiki. Toh tidak ada kajian bisa menjawab apa benar pembubaran OJK bisa memperbaiki situasi. Malah mungkin saja pembubaran OJK memperburuk keadaan.
Justru kegagalan banyak perusahaan asuransi ini akan "jadi momentum dan cambuk" agar "OJK membenahi diri," kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (23/1/2020).
Menurutnya usul anggota DPR itu luapan emosi semata yang tak perlu dipusingkan.
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics (Indef) Aviliani malah menilai usulan DPR itu berbahaya karena mengesankan antarlembaga negara tak saling percaya. Akhirnya ini bisa berdampak pada citra Indonesia di mata investor.
Sama seperti Piter, Aviliani menilai OJK sebaiknya dibenahi. Pembenahan, misalnya, bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem pengawasan terhadap IKNB agar sama ketatnya dengan pengawasan terhadap perbankan.
"Kalau ada masalah jangan dapurnya yang dibakar," ucap Aviliani, Rabu (22/1/2020), seperti dikutip dari Antara.
Wakil Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto menambahkan kalau OJK tak bisa sembarang dilebur lagi ke BI lantaran ada perbedaan tugas dan peran yang jelas. Bila digabung lagi, pengawasan IKNB justru diperkirakan akan jauh lebih buruk.
"Bank Indonesia mengatur semua kebijakan moneter. Jadi yang mengawasi harus beda. Menurut saya lebih kacau lagi kalau [OJK[ dibubarkan," ucap Eko, Rabu (22/1/2020) lalu.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana