Menuju konten utama

Tim Hukum PDIP Klaim Pengajuan PAW Harun Masiku Sesuai Aturan Hukum

Tim hukum PDIP menolak tudingan adanya makelar di PDIP yang memaksa Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk mengubah hasil pleno.

Tim Hukum PDIP Klaim Pengajuan PAW Harun Masiku Sesuai Aturan Hukum
Ilustrasi Harun Masiku. tirto.id/Sabit

tirto.id - Tim hukum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menepis adanya anggapan bahwa PDIP mengupayakan terjadinya Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI antara almarhum Nazarudin Kiemas dengan Harun Masiku.

"Kami menyatakan permohonan penetapan untuk calon terpilih. Karena almarhum [Nazarudin Kiemas] ini meninggal sebelum hari pemilihan," ujar Tim Hukum PDIP Teguh Samudera di kantor sementara KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2020).

Adapun delapan nama yang muncul yaitu Nazarudin Kiemas (nomor urut 1), Darmadi Djufri (nomor urut 2), Riezky Aprilia (nomor urut 3), Diah Okta Sari (nomor urut 4), Doddy Julianto Siahaan (nomor urut 5), Astrayuda Bangun (nomor urut 6), Sri Suharti (nomor urut 7), dan Irwan Tongari (nomor urut 8).

Belakangan, di dalam daftar calon tetap (DCT), nama Astrayuda Bangun (nomor urut 6) hilang dan digantikan oleh Harun Masiku.

Nazarudin menjadi politikus PDI Perjuangan yang berhasil memperoleh suara tertinggi di dapil Sumatera Selatan I, yakni 145.752 suara. Sedangkan Harun Masiku berada di posisi keenam dengan 5.878 suara.

Lalu posisi kedua hingga ke kelima ditempati Riezky Aprilia (44.402 suara), Darmadi Jufri (26.103 suara), Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara), dan Diah Okta Sari (13.310 suara). Apabila merujuk aturan, semestinya Riezky Aprilia sebagai caleg yang memperoleh suara terbanyak kedua yang akan menggantikan Nazarudin.

Lalu KPU pada 31 Agustus 2019, menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin. Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 1318/PL.01.9-Kpt/06/KPU/VII/2019 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.

Hal tersebut yang menjadi polemik dikemudian hari yang berujung operasi tangkap tangan Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020.

Teguh juga menolak tudingan adanya makelar dalam kubu PDIP yang memaksa Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk mengubah hasil pleno.

"Misalnya ada makelar kami tidak tau. Tidak pernah ada apa-apa. Kami tidak pernah ada perintah apa-apa. Apalagi sesuatu yang tercela dan melanggar hukum, PDIP tidak pernah menyuruh siapapun untuk melakukan hal seperti itu," ujarnya.

Teguh mengklaim partainya sudah melakukan pergantian calon sesuai dengan hukum yang berlaku dan mengacu pada putusan Mahkamah Agung terkait uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara pada 19 Juli 2019. Putusan MA itu menyebutkan partai adalah penentu suara untuk menetapkan pengganti dari calon meninggal dunia.

"Putusan MA jelas. Kami minta fatwa dan minta KPU untuk putusannya. Tentang penilaianya seperti apa masing-masing, tidak bsa disangkutpautkan. Yang penting kita taat pada dasar hukumnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SUAP KOMISIONER KPU atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto