tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang perdana judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait ketentuan kampanye Pemilu 2024. Permohonan uji materi itu dilayangkan oleh tujuh orang advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP).
Sidang dipimpin Ketua MK Hakim Suhartoyo, Wakil Ketua MK Hakim Saldi Isra, Hakim Arief Hidayat. Dalam sidang, MK mengapresiasi permohonan TAPP karena merupakan masalah aktual dalam Pemilu 2024 yang belum dicarikan solusinya.
"Kepada TAPP diberikan nasihat-nasihat perbaikan untuk menguatkan permohonan dan diminta menyampaikan perbaikan 3 Januari 2024, pukul 09.00 WIB," dikutip dari keterangan tertulis tim advokasi pemilu (TAPP) yang diterima Tirto, Sabtu (23/12/2023).
Dalam permohonannya, TAPP mempermasalahkan terkait frasa “citra diri peserta pemilu” pada ketentuan Pasal 1 angka 35 dan Pasal 274 Ayat (1), Pasal 280 Ayat (2), Pasal 281 Ayat (1), Pasal 286 Ayat (1), dan Ayat (2), serta Pasal 299 Ayat (1).
Mereka meminta MK menafsirkan ketentuan-ketentuan kampanye dalam UU Pemilu, agar melarang presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota, dan wakil masing-masing untuk ikut kampanye anggota keluarga yang ikut kontestasi pemilu. Kemudian, melarang penggunaan program resmi pemerintah pusat/daerah seperti BLT, paket sembako, dan program resmi lainnya sebagai money politics untuk memenangkan salah satu peserta pemilu secara curang.
Tidak hanya itu, mereka juga meminta agar penggunaan citra diri berupa foto, suara, dan/atau video yang dipoles secara berlebihan secara digital atau menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) dalam kampanye untuk tujuan pencucian karakter (character laundering). Sebab, menurut mereka hal itu menyebabkan misinformasi bagi pemilih dan menggiring penggunaan hak pilih secara keliru (misguided voting).
"Apabila permohonan TAPP tersebut dikabulkan, maka diharapkan pemilu dapat bebas dari nepotisme," kata tim advokasi.
Selain itu, presiden dan jabatan-jabatan tersebut tidak bisa ikut menggunakan pengaruh dan jabatannya dengan ikut dalam kampanye. Tidak hanya itu, mereka meminta politik uang terselubung melalui paket BLT, sembako, dan program resmi lainnya dapat disetop.
Sementara itu, mereka juga menuturkan peserta pemilu yang terbukti menerima manfaat kecurangan itu juga dapat dikenakan sanksi diskualifikasi.
"Begitupun dengan penggunaan citra diri polesan berupa foto, suara, dan/atau video AI dalam kampanye juga bisa dihentikan sehingga pemilih terhindar dari misinformasi," kata Tim Advokasi.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin