tirto.id - Tersangka ancam penggal Presiden Jokowi, Hermawan Susanto, mengajukan permohonan penangguhan penahanan melalui kuasa hukumnya. Alasan pengajuan karena Hermawan hendak menikah.
"Kami sampaikan surat permohonan penangguhan penahanan karena Hermawan bulan ini rencananya menikah,” kata Kuasa Hukum Hermawan, Sugiarto Atmowijoyo di Polda Metro Jaya, Senin (10/6/2019).
Ia menyatakan, permohonan itu merupakan keinginan tim kuasa hukum dan keluarga Hermawan. Selain itu, kata Sugiarto, penangguhan penahanan juga merupakan hak dari tersangka.
Sugiarto datang bersama ayah kandung Hermawan, Budiarto. Jika penyidik tidak mengabulkan permohonan, maka ia berharap polisi dapat menyediakan fasilitas pernikahan lantaran rencana pernikahan sejak lama.
"Misalnya tidak bisa dikabulkan, kami mohon waktu dan tempat untuk bisa melangsungkan ijab kabul di tahanan. Jadi rencana kedua keluarga bisa terlaksana, meski dalam kondisi penuh prihatin karena menikah dalam tahanan," jelas Sugiarto.
Sementara itu, Budiarto berpendapat karena anaknya ditahan, maka rencana pernikahan bisa terancam batal. "Saya berharap dikabulkan, semoga anak saya tidak berkepanjangan di sini (ditahan),” ucap dia.
Polisi menetapkan Hermawan Susanto sebagai tersangka tindak pidana terhadap keamanan negara dengan modus mengancam membunuh presiden dan pelanggaran Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik.
Penangkapan Hermawan dilakukan di Parung, Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 08.00 WIB, 12 Mei 2019, oleh Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kejadian bermula ketika ada aksi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jumat (10/5/2019), sekitar pukul 14.40 WIB. Lantas, Hermawan menyatakan bahwa dirinya berasal dari Poso dan siap memenggal kepala Presiden Jokowi. Peristiwa itu viral di media sosial.
Hermawan sebenarnya merupakan pemuda kelahiran tahun 1994 dan berdomisili di Palmerah, Jakarta Barat. Ia kabur ke Parung karena diburu kepolisian.
Pelaku dijerat dengan Pasal 104 KUHP, Pasal 27 ayat (4) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto