tirto.id - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengungkapkan bahwa Kementerian Sekretariat Negara telah menerima draf revisi Undang-undang TNI-Polri pada Jumat (7/6/2024).
"RUU terkait baru diterima oleh Setneg hari Jumat siang minggu lalu," kata Dini saat dihubungi Tirto, Kamis (13/6/2024).
Meski telah menerima draf revisi Undang-undang TNI-Polri, namun hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan sikap terkait dua produk hukum tersebut. Dini beralasan bahwa pihaknya masih pada tahap penelaahan.
"Saat ini masih dalam penelaahan untuk proses selanjutnya," kata dia.
RUU TNI dan Polri yang saat ini sudah bergulir menjadi inisiatif dewan terus dihujani kritik. Terutama, soal aturan penempatan prajurit TNI maupun Polri aktif ke sejumlah jabatan sipil. Masyarakat sipil menilai hal itu bakal menjadikan kedua institusi itu sebagai lembaga super power.
Atas kritikan tersebut, Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menjawabnya dengan santai. Menurut Agus, operasi militer dalam perspektif TNI tidak hanya melulu soal perang.
"Saya rasa semuanya itu sudah terjabarkan. Tugas-tugas TNI mulai dari mengatasi pemberontakan, mengatasi separatisme, mengatasi terorisme, membantu pemerintahan daerah, membantu Polri, search and rescue," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Selain mengamankan presiden dan wakil presiden, kata dia, TNI turut memastikan keamanan keluarga orang nomor 1 dan 2 di Indonesia tersebut. Juga, mengamankan tamu negara setingkat presiden.
"Saya rasa itu tugas-tugas TNI yang harus dipahami oleh masyarakat. Itu sudah sesuai dengan Undang-undang," tutur Agus.
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, memandang pernyataan Agus tersebut sebagai pandangan yang salah dan keliru. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi. Maka harus ada pemisahan antara domain sipil dan domain militer.
Gufron mengatakan bahwa militer, sesuai dengan hakikat keberadaannya, dididik dan dipersiapkan untuk pertahanan negara, bukan untuk mencampuri urusan sipil yang orientasinya pelayanan publik.
Jika dilihat dari prinsip demokrasi, ujarnya, kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara jelas menyalahi tata kelola dan nilai-nilai demokrasi.
"Indonesia bukan lagi di era otoritarian seperti masa Orde Baru dulu di mana militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat," kata Gufron kepada Tirto.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi