tirto.id - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia masih terjaga secara seimbang dan tidak mengalami resesi seks seperti negara Jepang ataupun Thailand.
“Angka Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata perempuan Indonesia melahirkan anak berada pada rasio 2,1. Hal tersebut menunjukkan pertumbuhan penduduk Indonesia terjaga dan tidak ada resesi seks seperti yang dialami di berbagai negara,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN di Jakarta, Rabu
(25/1/2023), seperti dilansir Antara.
Hasto menuturkan TFR dari hasil berbagai survei dan Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) yang dimutakhirkan di tahun 2022 oleh BKKBN, saat ini angka TFR di Indonesia sudah mendekati 2,1.
Capaian tersebut merupakan patut dibanggakan namun juga dikhawatirkan. Sebab, TFR yang mendekati 2,1 berarti satu perempuan memiliki kemungkinan untuk melahirkan satu anak perempuan secara rata-rata.
Otomatis jika satu perempuan di Indonesia meninggal, katanya, akan digantikan oleh satu perempuan yang lahir. Hal tersebut menjaga kesinambungan dan sustainability pertumbuhan penduduk tetap terjaga.
Namun, jumlah penduduk di Indonesia diprediksi akan terus bertambah karena angka kematian yang lebih rendah dari kelahiran. Maka dari itu, pertumbuhan penduduk saat ini hanya mengandalkan pertambahan angka usia atau angka harapan hidup.
“Oleh karena itu angka 2,1 adalah angka yang pas sekali, namun demikian amannya memang bisa lebih sedikit dari 2,1. Ini karena semakin ke depan rata rata perempuan menikah usianya semakin mundur, rata-rata sudah mencapai angka 22 tahun untuk perempuan,” katanya.
Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina menambahkan dalam menciptakan jarak kehamilan dan kelahiran yang aman bagi ibu dan bayi, BKKBN sudah menggencarkan capaian penggunaan kontrasepsi di semua daerah.
Capaian KB di beberapa daerah dalam pantauan BKKBN juga bertambah. Hanya saja, ada sejumlah alasan utama pasangan usia subur (PUS) tidak mengikuti KB seperti ingin hamil atau punya anak, berkaitan dengan alasan kesehatan, adanya akibat dari efek samping obat, mengalami infertilitas atau masa menopause serta penolakan baik dari pihak pasangan atau keluarga.
Alasan lainnya yakni pasangan tinggal di tempat yang jauh atau jarang berhubungan, belum menemukan alat atau obat atau cara ber-KB yang sesuai, minimnya edukasi tentang KB, adanya keyakinan terkait agama, biaya yang mahal, jauhnya tempat pemberian layanan, tidak tersedianya alat, obat atau cara ber-KB dan tidak adanya petugas yang memberikan layanan KB.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengapresiasi capaian tersebut. Menurutnya, pertumbuhan penduduk di angka 2,1 dengan jumlah pasangan yang menikah menyentuh 2 juta dan adanya 4,8 juta kehamilan membuktikan resesi seks tidak terjadi di Indonesia.
Presiden turut mengingatkan, tujuan dari pembangunan penduduk yang hendak dicapai adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Masih tumbuh 2,1 ini bagus. Ingat ya, namanya jumlah penduduk sekarang ini menjadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara. Tetapi yang paling penting adalah kualitas penduduk,” ujar Jokowi.
Editor: Restu Diantina Putri