Menuju konten utama
Kekerasan Seksual

Temuan Tim Advokasi Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM oleh Polisi

Tim advokasi kasus pemerkosaan mahasiswi ULM oleh anggota polisi menemukan sejumlah kejanggalan dalam perkara ini.

Temuan Tim Advokasi Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM oleh Polisi
Ilustrasi Penganiayaan. foto/istockphoto

tirto.id - Minggu, 23 Januari 2022, sekitar pukul 20.00 WITA, Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mendapat laporan dari mahasiswa perihal dugaan pemerkosaan yang dialami oleh salah satu mahasiswa Fakultas Hukum ULM atas nama VDPS.

Hal itu diketahui dari unggahan di salah satu media sosial yang dimiliki korban, ia menceritakan masalah perundungan yang ia hadapi. Pihak kampus segera menghubungi korban dan membentuk Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS guna memberikan pendampingan hukum.

Lantas pada 24 Januari, tim advokasi bersama Wakil Rektor 3 ULM, Dekan FH ULM, dan segenap pimpinan FH ULM beraudiensi dengan pihak Kejaksaan Tinggi, Polresta Banjarmasin, dan Bidang Propam Polda Kalsel. Tim Advokasi Keadilan menemukan beberapa fakta.

“Korban melaksanakan program magang resmi dari Fakultas Hukum ULM selama satu bulan pada Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin, tanggal 5 Juli-4 Agustus 2021 dan dalam kesempatan itu korban berkenalan dengan Bripka BT,” kata Dekan Fakultas Hukum ULM Abdul Halim Barkatullah, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/1/2022).

Temuan berikutnya yakni pelaku berulang kali mengajak korban jalan-jalan, tapi selalu ditolak korban. Pada 18 Agustus 2021 pelaku kembali mengajak korban bepergian, namun korban terpaksa menurutinya. Bripka Bayu Tamtomo menjemput korban menggunakan mobil, kemudian dalam perjalanan, pelaku mengajak korban untuk ke hotel akan tetapi korban emoh.

Pada perjalanan itu pun Bripka Bayu Tamtomo memberikan minuman energi yang dicampur anggur merah yang telah dibuka. Akibatnya korban lemas, sehingga pelaku mengangkutnya ke sebuah hotel di KM 6 Banjarmasin. Karena lemas, pelaku membawa korban ke kamar menggunakan kursi roda. Di kamar itulah korban diduga diperkosa dua kali oleh pelaku.

Proses hukum berlanjut, pelaku didakwa Pasal 286 dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun atau Pasal 290 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun. “Padahal menurut kami, pelaku lebih tepat diterapkan Pasal 285 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 12 tahun,” kata Abdul Halim.

Berdasar dakwaan, jaksa menuntut pelaku dengan dakwaan Pasal 286 KUHP dengan tuntutan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan alias di bawah separuh ancaman maksimum. Terhadap tuntutan jaksa, Majelis Hakim menyatakan pelaku melanggar Pasal 286 KUHP dan memvonisnya 2 tahun 6 bulan kurungan, seperti tercantum pada Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 892/Pid.B/2021/PN BJM.

Kini korban mengalami trauma berat dan dalam pendampingan psikolog guna memulihkan kejiwaannya.

Tim advokasi pun menemukan kejanggalan perkara:

Pertama, kasus berlangsung sejak Agustus 2021, tapi tidak satu pun ada pemberitahuan dari pihak berwenang kepada universitas maupun fakultas sebagai penyelenggara program magang, lantaran pelaku dan korban berada dalam kegiatan magang di institusi kepolisian.

Kedua, tidak ada pendampingan hukum terhadap korban, tapi hanya pendampingan secara psikologis oleh dinas terkait. Hal ini mengakibatkan proses hukum tidak dikawal optimal.

Ketiga, persidangan berlangsung sangat cepat, yakni sidang pertama pada 30 November 2021 dan sidang vonis pada 11 Januari 2022. Artinya persidangan dilakukan dalam waktu 31 hari kerja atau 43 hari kalender.

Keempat, dalam tuntutannya, jaksa mencantumkan Pasal 286 KUHP, sementara tim advokasi berpendapat seharusnya jaksa mencantumkan Pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman hukuman yang lebih berat. Penyidik dan jaksa tidak menggunakan ketentuan Pasal 89 KUHP yang merupakan perluasan makna ‘kekerasan’ dalam Pasal 285 KUHP.

Kelima, pada saat pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh korban, jaksa langsung menyatakan menerima dan menolak saat tim advokasi meminta upaya banding yang akan berakhir 25 Januari.

Keenam, hakim menjatuhkan hukuman yang sangat ringan, yakni pidana penjara 2 tahun 6 bulan dari 7 tahun ancaman maksimum dalam Pasal 286 KUHP. Artinya hukuman yang dijatuhkan hakim kurang lebih seperempat dari ancaman maksimum, tepatnya 27,7 persen.

Baca juga artikel terkait KASUS PERKOSAAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz