tirto.id - Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, optimistis Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta akan mudah mencairkan biaya tidak terduga (BTT) jika memang diperlukan untuk penanganan banjir lima tahunan di Jakarta. Ia beralasan, BTT itu diproyeksikan guna menangani banjir lima tahunan yang kerap menimbulkan banyak korban. Teguh pun mengeklaim, banyak pihak yang mendukung agar banjir lima tahunan tidak terjadi pada 2025 sehingga pencairan BTT yang sejatinya memerlukan status tanggap darurat di sebuah wilayah dapat dipermudah.
"Nah, kalau semuanya sudah komitmen, Insya Allah yang tadinya perlu waktu [pencairan BTT], ini semuanya bisa kita atasi," ucapnya di Gedung Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Ia membuka opsi untuk mencairkan BTT lantaran anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta untuk salah satu program penanganan banjir, yakni operasi modifikasi cuaca (OMC), masih menyisakan anggaran sebesar Rp1,2 miliar. Teguh menuturkan, sisa anggaran itu akan digunakan untuk satu kali OMC atau OMC tahap ketiga yang akan dilakukan pada 29-31 Desember 2024. Oleh karena itu, ia menegaskan Pemprov Jakarta tak akan mengulangi bencana banjir di Jakarta yang terjadi pada 2020.
"Kami juga sudah koordinasi, waktu itu Kepala BPBD [DKI] langsung datang, [bilang] Pak Pj, nanti kita sama-sama atur itu. Jangan sampai itu banjir di Jakarta tahun 2020 terulang," ucap dia.
Teguh menambahkan, Pemprov Jakarta telah melakukan dua kali OMC selama Desember 2024. OMC tahap pertama pada 7-9 Desember 2024 yang menelan anggaran Rp1,3 miliar dan OMC tahap kedua pada 12-16 Desember 2024 yang menelan anggaran Rp1,6 miliar. Menurut dia, kedua OMC itu berpengaruh untuk mengurangi intensitas hujan di Jakarta.
"Kalau anggaran BPBD habis bagaimana? Kami mencoba akan menggunakan dana BTT yang tahun 2024," tuturnya.
Sebagai informasi, berdasar data BNPB per 4 Januari 2020, banjir Jakarta kala itu merendam 308 kelurahan dengan ketinggian air maksimum mencapai enam meter. Sementara, korban meninggal dunia mencapai 60 orang dan jumlah pengungsi sebanyak 92.621 jiwa yang tersebar di 189 titik pengungsian.
Banjir besar bukanlah hal baru di Jakarta. Sebelum ini, setidaknya ada lima banjir besar dalam sejarah DKI Jakarta, yakni pada 2002, 2007, 2013 dan 2014. Jika melihat dari dampak yang ditimbulkan seperti korban meninggal dunia, sebaran titik banjir hingga jumlah pengungsi, dapat disebut tahun 2007 menjadi banjir terparah.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher