tirto.id - Sebuah anekdot bercerita soal para investor Jazirah Arab bertandang ke Indonesia dengan gaya salam khas cium pipi kanan (cipika) dan cium pipi kiri (cipiki) saat disambut pejabat di Indonesia. Sayangnya, para investor pulang ke negaranya berlalu tanpa realisasi investasi hingga jadi bahan gerutuan sang tuan rumah.
“Arab Saudi itu realisasi investasinya minim, tapi bukan berarti nihil,” kata mantan Menteri Perindustrian MS Hidayat kepada Tirto.
MS Hidayat mengetahui bagaimana pada masa awal ia menjabat menteri industri (2009-2014) mendengar rencana investasi dari Timur Tengah, khususnya dari Saudi, begitu gencar jadi pemberitaan. Sama ramainya dengan kabar pembatalan atau tertundanya rencana investasi mereka setelahnya.
Kelompok usaha Saudi Binladin Group sempat menyatakan akan mengucurkan investasi besar-besaran hingga 4 miliar dolar AS untuk mengembangkan agribisnis padi di Merauke, selatan Papua. Wakil Kepala Binladin Sheikh Hassan M. Bin Ladin dan Direktur Pelaksana Abu Bakr Al Hamid malah sempat datang ke Indonesia pada Agustus 2008. Selain Binladin, ada Grup Allama hingga Al-Dahra yang menjajaki investasi serupa.
"Bagi Al-Dahra tidak masalah berapa pun besaran investasi. Berapa pun kesiapan lahan kami siap biayai," kata pimpinan Al-Dahra, Mamoon Othan, dikutip dari laman Antara, Januari 2010.
Sayang, janji tinggal janji, rencana investasi pun tak kunjung terealisasi. Pemerintah daerah yang sudah terlanjur termakan harapan besar, mencoba menagih utang janji para investor Arab Saudi.
Bila menilik realisasi investasi Arab Saudi beberapa tahun terakhir memang tak menggembirakan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) punya catatan, sepanjang 2016 investor Saudi hanya membenamkan 900 ribu dolar AS—ini masih lebih baik dari catatan 2011 yang hanya 80 ribu dolar AS. Ini angka investasi yang sangat kecil untuk negara yang masuk daftar G20—kumpulan negara dengan perekonomian yang besar di dunia.
Arab Saudi hanya bercokol di urutan ke-57, di bawah Afrika Selatan atau Mali yang bisa merealisasikan investasi 1 juta dolar AS sepanjang 2016. Jelas lebih kalah jauh lagi bila disandingkan Singapura, investor terbesar di Indonesia, yang mencapai 2 miliar dolar AS di periode yang sama.
Bila menilik investasi negara-negara Timur Tengah di Indonesia, Arab Saudi tetap dalam urutan mendekati buncit. Dari 14 negara Timur Tengah yang merealisasikan investasi, Arab Saudi hanya di urutan ke-9. Pada 2004, nilai investasi Arab Saudi memang sempat merealisasikan investasi dengan nilai tertinggi hingga 3,3 miliar dolar AS di sektor industri pupuk, kilang minyak, properti, dan perdagangan.
Di Indonesia, persoalan pembebasan lahan masih menjadi momok, belum lagi soal insentif investasi yang berdaya saing dengan negara lain. Cerita terkatung-katungnya rencana investasi Kuwait Petroleum dan Aramco di industri kilang pada 2012-2013 membuktikan Indonesia masih tergagap dengan permintaan insentif dari investor besar seperti Arab Saudi. Selama ini investor Arab lebih memilih masuk dalam portfolio (pasar modal) dengan mengakuisisi saham perusahaan-perusahaan publik di Indonesia ketimbang investasi langsung.
Pekan ini, Arab Saudi jadi buah bibir terkait kedatangan rombongan Raja Salman. Pelbagai spekulasi menganggap kedatangan 1.500 delegasi menjadi berkah dari harapan mengais sisa-sisa "petro dolar" yang masih dimiliki Saudi.
“Memenuhi visi pemerintah Saudi Arabia 2030 yang isinya antara lain ingin meningkatkan investasi di luar minyak dan gas, kedua ingin investasi di negara-negara lain, sebagian besar investasi mereka di negara barat,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menjelaskan maksud kedatangan delegasi Raja Salman ke Indonesia.
Bunga-bunga Investasi
Menjelang beberapa hari kedatangan Raja Salman, pelbagai spekulasi bermunculan termasuk soal urusan membawa uang. Hingga akhirnya pihak Istana menyampaikan soal kesepakatan investasi kilang Cilacap antara Pertamina dan Saudi Aramco sebesar 6 miliar dolar AS.
Proyek ini bukan hal baru bagi Indonesia. Pada akhir Desember 2016, PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco akhirnya resmi membentuk perusahaan patungan dalam membangun Kilang Cilacap di Jawa Tengah. Kerjasama ini kelanjutan dari kesepakatan bisnis yang telah ditandatangani kedua belah pihak pada November 2015 lalu. Selain itu, rencananya akan ada proyek lain yang segera akan ditandatangani senilai 1 miliar dolar AS. Ini tak jauh berbeda dengan Malaysia yang meraih komitmen modal selepas kedatangan Raja Faisal—hingga 7 miliar dolar AS.
“Presiden mengharapkan bahwa investasi Arab Saudi ini secara keseluruhan bisa sampai 25 miliar dolar AS,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Jokowi boleh saja punya harapan tinggi bisa meraup investasi besar-besaran dari Arab Saudi. Namun, patut diingat, Saudi pun sedang butuh banyak uang—sebagai bagian dari perubahan pondasi ekonomi negaranya dari menggantungkan minyak hitam ke sektor lain termasuk agenda menjajakan saham perusahaan migas mereka, Saudi Aramco. Di sisi lain, rekam jejak minat investasi Arab Saudi di Indonesia tak berbanding lurus dengan realisasinya.
Hampir setahun lalu sebelum Raja Salman ke Istana Bogor, Pangeran Saudi paling tersohor Alwaleed Bin Talal diterima Presiden Jokowi, 22 Mei 2016. Alwaleed, pemilik Kingdom Holding Company dan Alwaleed Philanthropies, berniat untuk meningkatkan investasi. Alwaleed memang lebih banyak berinvestasi di bidang perhotelan dan perbankan, termasuk sempat jadi pemegang saham Hotel Four Seasons Jakarta—sebelum menjualnya ke Grup Rajawali.
Berselang empat bulan setelah pertemuan dengan Pangeran Alwaleed, di sela forum G20, Presiden Jokowi bertemu Wakil Putra Mahkota, Wakil Kedua Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan Pangeran Muhammad bin Salman di Hotel Dahua Boutique Hangzhou. Saat itu memang tercetus secara nyata rencana investasi Saudi di beberapa bidang seperti proyek kilang, pembangunan rumah murah, dan investasi di sektor pariwisata.
Kunjungan Raja Salman dan rombongannya ke Indonesia akan berlangsung 9 hari, acara kenegaraan hanya tiga hari dan 6 hari sisanya lebih banyak bersantai di Bali. Bunga-bunga keindahan Pulau Bali jadi alasan sang raja beristirahat. Tentunya Indonesia tak mau Arab Saudi hanya memberikan bunga-bunga janji investasi.
Penulis: Suhendra
Editor: Fahri Salam