tirto.id - Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud berkunjung ke Indonesia, 1-9 Maret 2017. Terakhir Raja Saudi berkunjung ke Indonesia adalah Faisal bin Abdul Aziz pada 1970. Ia mendarat di Kemayoran dan disambut oleh Presiden Kedua Indonesia, Soeharto.
Kedatangan Raja Salman kali ini cukup membuat heboh. Dari bandara yang harus dipermak, peningkatan keamanan, hingga pembuatan lift khusus di DPR. Persiapan khusus harus dilakukan mengingat Raja Salman membawa 1.500 orang dalam rombongannya. Setelah acara formal di Jakarta dan Bogor selama 3 hari, Raja Salman dan rombongan akan melanjutkan perjalanan dengan berlibur di Bali. Total, rombongan ini berada di Indonesia selama 9 hari.
Dalam turnya ke Asia, Raja Salman paling lama di Indonesia. Sebelum ke Indonesia, Raja Salman terlebih dahulu mengunjungi Malaysia. Di Malaysia, Raja Salman melakukan serangkaian pembicaraan termasuk kerja sama ekonomi. Sebuah kerja sama perdagangan senilai 2 miliar dolar ditandatangani Malaysia dan Saudi. Sementara Reuters menyebut, Raja Salman berkunjung ke Malaysia dalam rangka menjajakan saham Saudi Aramco.
Di Indonesia, Raja Salman juga akan melakukan sejumlah pembicaraan bilateral. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan kunjungan Raja Salman akan membahas lima kesepakatan kerja sama, yaitu promosi bidang seni dan warisan budaya, pertukaran ahli termasuk kesehatan haji dan umrah, promosi Islam modern melalui dakwah dan pertukaran ulama, peningkatan frekuensi penerbangan dari Indonesia ke Saudi, serta pemberantasan kejahatan lintas batas.
Sementara kerja sama ekonomi yang akan dibahas antara lain pembangunan kilang minyak di Cilacap antara Pertamina dan Saudi Arabian Oil Company dengan nilai investasi mencapai 6 miliar dolar AS.
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi mengatakan Raja Salman akan menandatangani 10 kesepakatan kerjasama dengan Presiden Joko Widodo.
"Yang akan ditandatangani besok saat pertemuan bilateral dengan Presiden Jokowi adalah yang berkaitan dengan keamanan, islamic affair, kesehatan, kebudayan, pendidikan, perikanan, UKM, pengoperasian penerbangan sipil. Ada sekitar 10 MoU yang ditandatangani," jelas Osama.
Hubungan Ekonomi
Hubungan diplomatik antara Saudi dan Indonesia secara resmi terjalin sejak 1948 dengan hadirnya Kedutaan Besar Indonesia di Jeddah. Dua tahun kemudian, giliran Saudi membuka kantornya di Jakarta, sebelum akhirnya resmi menjadi kedutaan pada 1955. Arab Saudi merupakan salah satu negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Banyak yang memandang Indonesia dan Arab Saudi memiliki kedekatan erat. Arab Saudi adalah negara Islam yang besar, sementara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia. Sayangnya, dalam hal kerja sama ekonomi, Indonesia dan Saudi tak punya hubungan erat.
Dari sisi investasi, penanaman modal asing (PMA) dari Arab Saudi tergolong minim. Pada 2016, Arab Saudi merealisasikan 44 proyek investasi di Indonesia. Ini hanya 0,174 persen dari total proyek investasi asing di Indonesia. Nilainya pun hanya 900.000 dolar AS. Namun, ini jauh lebih baik ketimbang tahun 2010 ketika Arab Saudi hanya menanamkan 2 proyek di Indonesia dengan nilai investasi nyaris nol.
Bandingkan dengan Singapura, sebagai PMA utama Indonesia. Pada 2016, Singapura tercatat menanamkan investasinya untuk 5.874 proyek di Indonesia dengan nilai 9,178 miliar dolar. Atau Jepang yang membenamkan investasinya hingga 5,4 miliar di 3.302 proyek di Indonesia.
Dari sisi pemberi pinjaman, Arab Saudi juga tidak tergolong royal kepada Indonesia. Pemberi pinjaman terbesar Indonesia saat ini masih dipegang oleh Singapura. Jumlahnya mencapai 50,878 miliar dolar pada 2016. Di tempat kedua adalah Jepang, dengan total pinjaman sebesar 30,144 miliar dolar.
Dari sisi ekspor-impor, Indonesia jelas defisit. Pada 2016, nilai ekspor Indonesia ke Arab Saudi mencapai 2,06 miliar dolar, sementara impor 3,421 miliar dolar. Ini artinya, ada defisit sekitar 1,414 miliar dolar. Namun, angka ini jauh lebih baik ketimbang tahun 2015 ketika Indonesia mencatat defisit perdagangan hingga 3,193 miliar dolar.
Arab Saudi merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor kayu lapis Indonesia. Negara tujuan utama ekspor Indonesia lainnya adalah Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea Selatan. Bagi Indonesia, Saudi merupakan salah satu pemasok minyak utama bagi Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara sudah berupaya meningkatkan kerja sama ekonominya. Diharapkan nilai perdagangannya bisa meningkat hingga dua kali lipat 2020, mencapai 15 persen per tahun.
Haji dan Umrah
Dari sisi pariwisata, Indonesia juga mengalami defisit terhadap Arab Saudi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan dari Arab Saudi melalui 19 pintu masuk per November 2016 mencapai 178.435 atau 1,06% dari total wisatawan mancanegara. Angka ini lebih baik dibanding catatan 2015 dengan jumlah 160.696 wisatawan (1,69% dari total wisatawan mancanegara).
Jumlah wisatawan dari Arab Saudi memang masih minim. Namun, mereka tergolong wisatawan paling royal saat berada di Indonesia.
Berdasarkan Survei Pengeluaran Wisatawan Mancanegara, Kementerian Pariwisata, rata-rata pengeluaran per kunjungan wisatawan asal Arab Saudi pada 2015 adalah $2.241,37 per orang. Nilai ini merupakan pengeluaran tertinggi dibanding wisatawan asal negara lain yang berkunjung ke Indonesia. Rata-rata pengeluaran per kunjungan wisatawan asal Cina per kunjungan pada 2015 sebesar $1.059,27, sedangkan wisatawan Singapura sebesar $658,74. Rata-rata lama tinggal per kunjungan wisatawan asal Arab Saudi pada 2015 adalah 12,27 hari.
Sementara jumlah wisatawan Indonesia yang pergi ke Arab Saudi menunjukkan angka jauh lebih besar, mayoritas dari jemaah haji dan umrah.
Pada 2016, jemaah haji dari Indonesia tercatat 178.000 orang, dari total 1,33 juta jemaah haji. Sementara untuk jemaah umrah Indonesia pada tahun yang sama mencapai 700.000 orang. Ini merupakan 10 persen dari total jemaah umrah yang datang ke Arab Saudi. Indonesia hanya kalah dari Mesir dengan 1,3 jemaah dan Pakistan 991.000 jemaah. Menurut Makkah Chamber of Commerce, rata-rata jemaah haji membelanjakan sekitar 5.000 dolar selama di Arab Saudi.
Umrah dan haji merupakan wisata religi yang penting bagi Saudi. Jumlah mereka mencapai 8,3 juta, dengan belanja mencapai 22,7 juta dolar. Dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) sebesar 11,1 persen, diharapkan angkanya bisa meningkat menjadi 44,3 miliar dolar.
Menurut Jeddah Chamber, industri pariwisata Arab Saudi bernilai 21,33 miliar dolar, dan wisata religi menyumbang 5,68 miliar dolar pada 2015. Wisata religi pada 2015 berhasil menarik 19 juta pengunjung. Dengan potensi pertumbuhan 5,7%, sektor ini diharapkan mampu menciptakan 400.000 lapangan kerja pada 2020. Wisata religi diharapkan bisa memberikan kontribusi antara 5,4% hingga 5,7% dari total PDB non-minyak Arab Saudi.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB Arab Saudi diharapkan terus meningkat. Pada 2010 hanya 54,36 miliar dolar dan meningkat menjadi 63,95 miliar dolar pada 2015. Pada 2025, kontribusi pariwisata terhadap PDB diharapkan mencapai 94,6 miliar dolar.
Menurut profesor ekonomi haji, Abdullah Al-Marzoouq dari Al-Qurah University Mekah, seperti dilansir dari IB Times, pada 2014, Arab Saudi mendapatkan 18,6 miliar dari haji dan umrah. Sebanyak 8,5 miliar dolar berasal dari haji. Itu merupakan 10 persen dari pendapatan minyak Arab Saudi. Pada tahun yang sama, Arab Saudi mendapatkan 213 miliar dolar dari minyak.
“Haji adalah peraih devisa terbesar setelah minyak bagi Arab Saudi,” kata Ziauddin Sardar, penulis buku Mecca: The Sacred City (2014). “Kami tahu bahwa minyak akan segera habis. Arab Saudi sedang menggantungkan pada haji untuk memberikan pendapatan. Ini adalah bisnis yang besar.”
Kunjungan Raja Salman ke Indonesia tentu saja untuk memastikan bahwa bisnis yang besar itu bisa tetap berjalan dengan baik.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Fahri Salam