Menuju konten utama

Tarik Ulur Perpanjangan Izin FPI: Akankah Nasibnya Sama dengan HTI?

Izin FPI di Kemendagri resmi habis per 20 Juni 2019. Namun, hingga saat ini izinnya belum juga diperpanjang.

Tarik Ulur Perpanjangan Izin FPI: Akankah Nasibnya Sama dengan HTI?
Massa FPI yang berkumpul di Rawa Bokor Tangerang membubarkan diri setelah mendapatkan kabar Rizieq Shihab batal pulang, Tangerang, Rabu (21/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga saat ini belum juga memperpanjang izin surat keterangan terdaftar (SKT) organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk Front Pembela Islam (FPI). Padahal, izin FPI di Kemendagri resmi habis per 20 Juni 2019.

Pemerintah berdalih masih ada berkas yang belum dilengkapi dan masih berdiskusi dengan berbagai pertimbangan apakah organisasi yang didirikan Muhammad Rizieq Shihab itu layak aktif kembali atau tidak setelah pengajuan perpanjangan izin.

Presiden Joko Widodo dalam sebuah wawancara yang dilansir dari Associated Press, pada Jumat (26/7/2019) bahkan mengatakan ada kemungkinan ia akan melarang Front Pembela Islam.

“Ya, tentu saja [ada kemungkinan melarang] sangat mungkin jika pemerintah meninjau dari sudut pandang keamanan dan ideologis menunjukkan bahwa mereka tidak sejalan dengan kepentingan bangsa,” kata Jokowi.

Jokowi menyebut dirinya tidak akan berkompromi dengan ideologi yang membahayakan negara. “Jika organisasi membahayakan bangsa lewat ideologinya, saya tak akan berkompromi,” kata Jokowi menambahkan.

Kepala Divisi Advokasi FPI Sugito Atmo Prawiro menantang balik untuk membuktikan ideologi mana yang bertentangan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan FPI sebagai ormas keagamaan.

“Itu [tudingan] harus dibuktikan. FPI selama ini enggak pernah melakukan kegiatan yamg bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila,” ucap Sugito saat dihubungi reporter Tirto, Senin (29/7/2019).

Pernyataan Jokowi ataupun menteri-menterinya yang akan melakukan pendalaman sebelum memutus untuk perpanjangan atau tidak, kata Sugito, sudah masuk dalam domain politik. Sebab, bila hanya urusan administrasi, maka FPI sudah melengkapinya seperti yang diminta Kemendagri.

"Itu domain politik, sikap politik, tidak hanya presiden yang mengatakan FPI dianggap tak sejalan dengan ideologi Pancasila, tapi Mendagri pernah berikan sinyal walaupun data lengkap administrasi dipenuhi belum tentu diperpanjang,” kata Sugito.

FPI pun tak mau bersikap lebih jauh bila urusan perpanjangan izin ini sudah masuk domain politik. Sebab, Sugito melihat perbedaan sikap politik FPI saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menyebabkan ormas itu sedang dibidik untuk tak lagi diperpanjang izinnya.

Namun, bila tak diperpanjang, kata Sugito, FPI tak masalah dan akan tetap eksis di masyarakat.

“Kami berusaha terbaik berikan kontribusi untuk masyarakat dengan segala hal yang positif,” kata dia.

Sugito pun optimistis organisasinya tak akan bernasib sama seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah melalui pengadilan karena dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Apalagi, kata Sugito, persoalan izin FPI yang tak kunjung keluar ini hanya karena ormas yang didirikan Rizieq itu berbeda sikap dan pilihan politik dengan Jokowi dan pendukungnya, seperti di Pilgub DKI Jakarta 2017, lalu ditambah Pilpres 2019.

Karena itu, Sugito mengatakan, tak adil bila FPI dibidik untuk dibubarkan hanya karena tak sejalan dengan kepentingan pemerintah. Padahal, kata dia, negara menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk berserikat ataupun memiliki sikap politik yang berbeda.

“Karena ada kegiatan-kegiatan politik itu kenapa kok kami dianggap kritis, dianggap oposisi jadi harus disikapi begitu? Ya engga adil ya,” kata dia.

Definisi Bangsa Harus Dikonkretkan Jokowi

Aktivis hak asasi manusia dari Kontras Rivanlee Anandar mengatakan Jokowi tak bisa melihat sebelah mata efek yang ditimbulkan oleh keberadaan FPI selama ini, yang dianggap kerap melakukan tindakan kekerasan menjurus kerusakan.

Meski begitu, kata Rivanlee, FPI tak boleh bernasib sama seperti HTI yang dibubarkan pemerintah karena dinilai ideologinya bertentangan dengan Pancasila. Karena itu, kata Rivanlee, harus ada evaluasi terlebih dulu dan pemerintah tak boleh hanya mendasarkan tekanan publik untuk tak memperpanjang izin FPI.

"Jokowi jangan melihat sebelah mata saja bahwa FPI terus ada untuk merusak, lakukan tindak anarkis, tapi harus dilihat bahwa FPI tetap akan berkembang meski nanti izinnya tak diperpanjang, dan itu enggak bisa dibatasi," jelas Rivanlee.

Dilihat dari aspek Hak Asasi Manusia (HAM), negara memang tak boleh begitu saja membubarkan suatu ormas tanpa alasan yang jelas. Mekanisme pembatasan untuk berserikat memang ada, namun ada pula aturan-aturan yang harus dijalankan bila ingin membubarkan ormas, yakni melalui proses hukum di pengadilan.

Sementara proses hukum untuk membubarkan suatu ormas di pengadilan ini juga perlu adanya legalitas yang menyatakan bahwa ormas tersebut terdaftar di Kemendagri. Sebab, pengadilan tak berwenang untuk membubarkan ormas tanpa adanya izin tersebut.

“Aturannya harus jelas, semua harus lewati proses hukum, enggak bisa atas kemauan salah satu pejabat publik saja [lalu dibubarkan]," kata Rivanlee.

Dalam mengurusi izin ormas, pemerintah juga jangan berlagak seperti negara atau mengatasnamakan bangsa. Menurut Rivanlee, Jokowi harus konkret soal definisi bangsa yang dimaksud dengan pernyataannya “sangat mungkin FPI dilarang beraktivitas karena tak sejalan dengan kepentingan bangsa.”

"Jangan sampai yang dimaksud bangsa oleh dia adalah ormas-ormas yang ada di belakangnya saja, ormas-ormas yang bisa menafsirkan kata bangsa sesuai kepentingan sepihak, Jokowi harus konkret mendefinisikan arti kata bangsa," jelas Rivanlee.

Menurut Rivanlee, Jokowi jangan memaksa kehendaknya membawa nama bangsa untuk membubarkan sebuah ormas yang dianggap membahayakan negara, padahal alasan pastinya karena berbeda sikap dan kepentingannya dengan pemerintah.

Bila hal tersebut dilakukan, kata Revanlee, justru akan berbahaya dan malah menimbulkan konflik ke depannya.

"Saya dorongnya pemerintah evaluasi saja lah, bentuk ancaman seperti apa harus dijelaskan karena FPI bisa melawan nanti,” kata Revanlee.

Respons Pemerintah

Sekretaris Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Didi Sudiana mengatakan pemberian perpanjangan izin bagi ormas FPI tidak bisa diputuskan oleh institusinya secara sepihak. Alasannya, Kemendagri akan mempertimbangkan pendapat kementerian dan lembaga terkait soal perpanjangan izin ormas tersebut.

Terkait dengan syarat administrasi permohonan perpanjangan izin FPI, Didi menyatakan sampai saat ini belum semuanya lengkap. Ada sejumlah dokumen persyaratan yang masih harus dilengkapi oleh ormas yang didirikan oleh Rizieq Shihab itu.

Salah satunya, ada syarat dari Kementerian Agama (Kemenag) yang harus dilampirkan oleh FPI. "Rinciannya saya lupa. Tapi salah satu syaratnya itu," ucap Didi di Kantor BPS, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).

Jika nantinya syarat sudah dilengkapi, kata dia, Kemendagri akan mulai melakukan verifikasi. Selebihnya, kata Didi, akan dipertimbangkan bersama kementerian atau lembaga terkait.

"Ya kita tunggu. Kami ini, kan, pelayan. Kalau sesuai UU Ormas dipersyaratkan yang akan melakukan perpanjangan izin itu harus lengkap administrasinya. Kami juga menyarankan agar ya kita asasnya ideologi Pancasila, kan, sebagai landasan negara," ungkap dia.

Mengenai pernyataan Jokowi yang menyebut ada kemungkinan tak akan memperpanjang izin FPI, Didi mengatakan hal itu merupakan hak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja FPI selama lima tahun terakhir ini.

“Kalau itu kan hak beliau, tapi intinya kami, kan, pelayan saja. Kami masih menunggu mereka melengkapi syaratnya,” kata Didi menegaskan.

Baca juga artikel terkait FRONT PEMBELA ISLAM atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz