tirto.id - 156 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Utara, Selasa (23/6/2020) malam. Kedatangan mereka memicu demonstrasi dan penolakan warga. Sementara TNI-Polri mengamankan.
Masuknya TKA Cina ini adalah ujung dari tarik ulur yang telah terjadi sejak beberapa bulan lalu.
Isu ini mencuat pada awal Mei lalu, ketika gelombang PHK besar-besaran terjadi akibat pandemi COVID-19. Pemerintah pusat berencana mendatangkan 500 TKA asal Cina untuk dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel, perusahaan pemurnian nikel. Kedua perusahaan ini terletak di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). 156 orang yang baru datang ini adalah gelombang pertama dari 500 TKA.
4 Mei lalu, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi menolak kedatangan ratusan TKA Cina dengan alasan "suasana kebatinan masyarakat". "Meskipun rencana kedatangan TKA merupakan kebijakan pemerintah pusat, dan sudah melalui mekanisme protokol COVID-19, tapi suasana kebatinan masyarakat di daerah belum ingin menerima kedatangan TKA," ujar Ali Mazi.
Legislatif lokal pun mendukung. Seluruh pimpinan DPRD sepakat menolak kedatangan TKA. Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh mengklaim kedatangan mereka "meresahkan dan dapat menimbulkan gejolak" di masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan maju ke pusaran penolakan dengan mengatakan TKA "sudah mulai minta izin". "Kan proses minta izin enggak sehari," jelas Luhut, Minggu (10/5/2020). Ia mengatakan para TKA ini akan masuk mulai Juni.
Sehari kemudian, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono memberikan pernyataan bahwa pemerintah pusat menunda seluruh perizinan TKA ini. "Pemerintah bertekad memutus mata rantai penyebaran COVID-19 antara lain dengan membatasi arus kedatangan manusia dari luar. Kebijakan ini berlaku hingga situasi normal dan dinyatakan aman," katanya.
Dini tidak menyebut kapan persisnya situasi normal yang dimaksud. Tapi sejak pertengahan Mei pemerintah mulai mewacanakan the new normal alias kelaziman baru alias "hidup berdampingan dengan Corona." Sementara Luhut sudah sejak awal Mei memprediksi pada pertengahan Juni pelonggaran sudah bisa dilakukan.
Pada 29 Mei 2020, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menegaskan bahwa pada TKA ini akan datang pada akhir Juni atau awal Juli. Ia mengatakan TKA didatangkan untuk mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi bernama RKEF asal Cina. Teknologi ini diklaim bisa membangun lebih ekonomis, cepat, berstandar lingkungan yang baik, juga menghasilkan produk hilirisasi nikel yang bisa bersaing di pasar internasional.
"Kenapa butuh TKA? Karena mereka bagian dari tim konstruksi yang akan mempercepat pembangunan smelter. Setelah smelter tersebut jadi, maka TKA tersebut akan kembali ke negara masing-masing. Pada saat operasi, mayoritas tenaga kerja berasal dari lokal," kata Jodi.
Berselang dua pekan usai pernyataan Jodi, Gubernur Ali Mazi berubah sikap. "Kami pemerintah daerah tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat," kata Ali kepada Kompas TV, Selasa (16/6/2020). Dengan demikian, kini yang menolak kedatangan TKA hanya DPRD dan para warga.
Demonstrasi terakhir para warga berujung ricuh. Antara melaporkan, demonstran melemparkan batu dan kayu ke arah polisi, lalu dibalas dengan semprotan dari water cannon hingga gas air mata. Warga sempat melakukan penyisiran terhadap kendaraan yang keluar dari bandara, tapi tak menemukan TKA.
Diragukan
Penjelasan betapa pentingnya para TKA diragukan ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance dari Indef, Bhima Yudhistira.
"Saat lakukan penelitian di Morowali, saya menemukan untuk beberapa konstruksi dasar yang bisa dilakukan oleh tenaga kerja kita justru diambil tenaga kerja asing yang skill-nya rendah," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (24/6/2020). "Justru banyak TKA yang banyak belajar kepada tenaga kerja kita."
Bhima mengatakan alasan sebenarnya investor Cina tidak menggunakan tenaga kerja lokal adalah perkara bahasa. "Kalau yang modelnya seperti itu memang sebenarnya tidak ada alasan untuk mendatangkan TKA asing," katanya.
Selain merugikan pekerja lokal karena seharusnya mereka mendapatkan penghasilan dari sana, kebijakan ini juga buruk karena Indonesia akan tampak "pilih kasih" dengan terlalu mengutamakan Cina. "Dan ini enggak bagus bagi investasi karena tidak memberikan kepastian hukum," katanya.
Hal serupa diungkapkan Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh. Ia bilang para TKA "sama statusnya dengan pekerja lokal."
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengkhawatirkan para TKA membawa COVID-19.
"Kalau bisa [TKA] segera kembalikan saja. Jangan sampai gelombang dua dan tiga Corona, sumber penularan baru di wilayah timur," katanya kepada reporter Tirto. "Ditambah masalahnya Indonesia itu minim pengawasan. Penindakan juga enggak terlalu ketat seperti negara lain."
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino