tirto.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur akan berjalan tidak demokratis. Hal itu lantaran tidak ada keterlibatan masyarakat dalam bentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"RUU IKN memungkinkan wilayah IKN tidak ada kelembagaan keterwakilan masyarakat melalui DPRD. Ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat 3 UUD 1945. Juga melahirkan otoritarianisme di ibu kota negara," ujar Anggota Pansus RUU IKN dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama di Kompleks Parlemen, Selasa (18/1/2022) dini hari.
Terlebih lagi, Fraksi PKS menilai belum ada penjelasan dari hasil studi dan kelayakan atas pemilihan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kaltim sebagai lokasi IKN.
Fraksi PKS juga menilai target pemindahan IKN mulai semester pertama 2024 terlalu terburu-buru. Sementara masih banyak hal yang perlu dipersiapkan: sumber air, permukiman layak, infrasturktur jalan, dan lain-lain. Hal itu juga membutuhkan biaya yang besar, sementara Indonesia belum lepas dari jerat COVID-19.
Pembangunan IKN akan memakan anggaran Rp466,9 triliun: 20 persen atau Rp90 triliun berasal dari APBN; Rp252,5 triliun berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha; serta 123,2 triliun berasal dari swasta atau BUMN dan BUMD.
"Fraksi PKS DPR RI dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya," ujar Suryadi.
DPR akan menentukan pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada rapat paripurna hari ini, Selasa (18/1/2022). RUU IKN mendapat dukungan dari mayoristas fraksi di DPR, kecuali Fraksi PKS.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan