tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah milik Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Marga, Desi Arryani pada awal pekan ini. Penggeledahan itu terkait proses penyidikan kasus korupsi 14 proyek PT Waskita Karya.
Menanggapi penggeledahan itu, Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga, Dwimawan Heru menegaskan proses penyidikan kasus tersebut tidak terkait dengan perusahaannya.
Dia menjelaskan penggeledahan dilakukan KPK karena Desi Arryani pernah menjabat Direktur Operasi I PT Waskita Karya ketika proyek-proyek itu berjalan.
"Penyidikan tersebut tidak terkait sama sekali dengan Jasa Marga, di mana saat ini Ibu Desi Arryani menjabat sebagai Direktur Utama," kata Heru dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (13/2/2019).
Heru menyesalkan pemberitaan soal penggeledahan rumah Desi Arryani yang dikaitkan dengan Jasa Marga. Dia khawatir hal itu berdampak negatif terhadap citra BUMN tersebut.
"Dalam kaitan itu, pemberitaan yang mengaitkan nama PT Jasa Marga adalah kurang tepat dan berpotensi menurunkan citra PT Jasa Marga yang saat ini sedang giat melakukan pembangunan jalan tol, sejalan dengan target Pemerintah," ujar Heru.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memang sudah menjelaskan penggeledahan rumah Desi Arryani pada Senin lalu dilakukan karena ia pernah menjabat Direktur Operasi I PT Waskita Karya.
"Penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan terhadap tersangka FR (Fathor Rahman) dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya," kata Febri pada Selasa (12/2/2019).
Fathor Rahman merupakan Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013. Satu tersangka lain di kasus ini ialah Kabag Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar.
KPK juga menggeledah 2 rumah di Jakarta Timur milik pensiunan PNS Kementerian PUPR pada Selasa kemarin. Jadi, dalam 2 hari, KPK menggeledah tiga tempat.
"Dari penggeledahan tersebut disita sejumlah dokumen untuk pembuktian dugaan kontraktor fiktif di sejumlah proyek yang dikerjakan PT. Waskita Karya," ujar Febri.
Dalam kasus ini, tersangka Fathor Rahman dan Yuly Ariandi diduga menunjuk 4 perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif di 14 proyek konstruksi PT Waskita Karya. Sebagian pekerjaan itu telah digarap perusahaan lain, tapi dibuat seolah-olah dikerjakan 4 perusahaan itu.
Padahal, Waskita Karya menggelontorkan Rp186 miliar ke empat perusahaan subkontraktor tersebut. Uang itu lalu disetor ke sejumlah pihak, di antaranya Fathor dan Yuly. Dalam kasus ini, KPK menaksir negara mengalami kerugian Rp186 miliar.
Adapun proyek-proyek Waskita yang tersandung dugaan korupsi tersebut, antara lain:
1. Proyek Bandara Udara Kuala Namu, Sumatera Utara
2. Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta.
3. Proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat.
4. Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat.
5. Proyek Jalan Layang Non Tol Antasari Blok M (Paket Lapangan Mabak) Jakarta
6. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali
7. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali
8. Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta
9. Proyek PLTA Genyem, Papua
10. Proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cljago) Seksi 1, Jawa Barat.
11. Proyek Fly Over Tubagus Angke, Jakarta
12. Proyek Fly Over Merak- Balaraja, Banten.
13. Proyek Jakarta Outer Ring Road (ORR) seksi W 1, Jakarta
14. Proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom