tirto.id - Supermoon atau bulan super adalah fenomena alam yang menarik. Oleh para astrolog, istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika bulan terlihat dalam bentuknya yang paling utuh dan berada dalam posisi terdekat dengan bumi. Bulan tampak lebih besar dan terang dari biasanya.
Lebih spesifik, saat supermoon, bulan akan terlihat 14 persen lebih terang dan 30 persen lebih besar dari ukuran saat purnama terjadi.
The National Aeronautics and Space Administration (NASA) mengumumkan bahwa supermoon tahun ini terjadi tiga kali, 3 Desember kemarin, persis hari ini (1/1), dan 31 Januari nanti. Yang disebutkan terakhir diprediksi akan jadi supermoon paling sempurna.
Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa supermoon bisa dilihat pada 2 Januari. Pukul 04.48 WIB, bulan dan bumi akan berada pada jarak terdekatnya sepanjang tahun ini, yaitu 356.565 km. Lima jam berikutnya bulan akan berada dalam puncak fase purnama. Namun pada jam tersebut bulan sudah tidak terlihat dari wilayah Indonesia.
Meski indah dilihat, namun supermoon sekaligus menjadi penanda agar masyarakat yang tinggal pesisir lebih waspada. Sebab fenomena ini umum dibarengi dengan rob, atau banjir yang diakibatkan oleh naiknya air laut.
Kepala Bagian Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko, mengatakan bahwa rob akan "menghantui" masyarakat yang tinggal di pesisir setidaknya pada 1 hingga 4 Januari, serta 29 Januari hingga 2 Februari.
"Relatif di seluruh pesisir wilayah Indonesia," kata Hary kepada Tirto.
Salah satu yang telah membuat pernyataan resmi soal potensi rob adalah BMKG Stasiun Meteorologi Belawan. Pengumuman yang ditandatangani oleh Prakirawan Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa rob diprediksi terjadi di 13 tempat, di antaranya Sabang, Lhokseumawe, Malahayati, Belawan, Sibolga, Nias, Dumai, dan Sungai Pakning.
Hary mengatakan bahwa supermoon akan membuat muka air laut naik dengan ketinggian yang berbeda-beda, namun "diperkirakan di atas satu meter." Mirip seperti tahun lalu.
Pada awal Desember lalu ketika supermoon pertama terjadi, air di laut Jakarta naik 40 hingga 50 centimeter. Akibatnya rob terjadi di RW 17, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, juga di wilayah Luar Batang. Tanggung jebol. Pemukiman yang memang lebih rendah dari muka air laut rata-rata tergenang. Warga mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Di kecamatan Grogol Petamburan, air menggenang dengan ketinggian 20 cm. Sementara di Tiga kecamatan di Jakarta Utara, ketinggian genangan air berkisar antara 10 hingga 30 cm.
Hary berharap masyarakat bisa mengantisipasi kejadian serupa, salah satunya dengan cara rutin mengecek tanggul penahan air laut. Masyarakat juga diimbau untuk selalu memperhatikan informasi terbaru soal cuaca dan gelombang dari BMKG.
Kenapa Supermoon Bisa Picu Kenaikan Air Laut?
Forqon Azis dari Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam makalah berjudul Gerak Air di Laut menjelaskan bagaimana pasang surut air laut terkait dengan gaya tarik benda langit seperti bulan. Mudahnya, benda langit ini juga mampu "menarik" permukaan laut karena punya gravitasi sendiri.
Dijelaskan bahwa gravitasi bumi dan bulan saling memengaruhi satu sama lain. Posisi bulan yang semakin dekat dengan bumi pada titik tertentu membuatnya mampu menarik air laut lebih kuat ketimbang bumi. Air laut akan menggembung atau naik karena itu.
"Gaya tarik bulan bergantung pada jarak dari titik-titik di permukaan bumi terhadap bulan. Makin dekat jarak tersebut, makin besar gaya tarik bulan," kata Azis. Supermoon, dalam hal ini, adalah posisi ketika gaya tarik bulan terhadap air laut paling kuat ketimbang waktu-waktu biasanya.
Meski demikian, Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin pernah mengatakan bahwa "secara umum supermoon bukanlah pemicu bencana" seperti yang dicurigai banyak orang. Pasang air laut maksimum selalu terjadi saat purnama, yang dalam kondisi normal "tidak perlu diwaspadai" karena tidak menghasilkan kenaikan yang signifikan.
Kondisi yang harus diwaspadai, katanya, adalah kalau pasang terjadi bersamaan dengan cuaca buruk.
"Potensi banjir rob yang melimpah ke daratan bisa terjadi di pantai. Bila terjadi hujan dan banjir di daratan, tentu saja air tidak bisa segera terbuang ke laut yang sedang pasang maksimum," kata dia, dikutip dari Antara.
Sering Dikaitkan dengan Hal Aneh
Selain rob, supermoon dan purnama juga kerap dikaitkan dengan fenonema lain yang sulit dijelaskan keterkaitannya secara ilmiah.
Templer (1982) misalnya mengatakan bahwa bulan purnama berkorelasi dengan peningkatan kecelakaan. Ia mengatakan bahwa peningkatan kecelakaan terjadi karena bulan purnama memengaruhi kelenjar pineal yang berfungsi memproduksi serotonin, hormon yang memengaruhi pola bangun/tidur.
Donald A. Redelmeier dan rekannya Eldar Shafir, dua orang profesor dari University of Toronto, Kanada, dalam tulisan berjudul The Full Moon and Motorcycle Related Mortality: Population Based Double Control Study menyanggah temuan ini.
Kecelakaan memang lebih tinggi terjadi kala bulan purnama dibanding waktu lain. Namun fenomena itu tidak serta merta membuat bulan purnama sebagai biang keladinya.
Studi itu mengacu pada 13.029 pengendara motor yang mengalami kecelakaan fatal sepanjang 1.482 malam di Amerika Serikat dari 1975 hingga 2014.
Redelmeier dan Shafir menyatakan bahwa kecelakaan fatal kala bulan purnama lebih diakibatkan oleh terdistraksinya perhatian pengendara dari jalanan ke bulan.
Paling tidak, bulan purnama memiliki 3 indikator yang memungkinkan pengendara mengalihkan perhatiannya dari jalan raya. Pertama ukuran yang besar, kedua pencahayaan cerah, dan ketiga kerap terlihat mendadak karena terhalang bangunan atau pepohonan.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino