Menuju konten utama
Round Up

Sumbangan Akidi Tio Rp2 T Disebut Hoax & Kejanggalannya Sejak Awal

Sumbangan dari keluarga Akidi Tio yang sempat ramai di media sosial disebut hoaks. Bagaimana kejanggalannya sejak awal tersiar?

Ilustrasi Bansos. foto/istockphoto

tirto.id - Keluarga Akidi Tio mendadak terkenal usai mendonasikan dana sebesar Rp2 triliun untuk pandemi COVID-19. Sejumlah pejabat publik bahkan memberikan pujian bagi keluarga Akidi Tio.

"Kita berharap aksi ini menjadi momentum bagi konglomerat lain untuk memperlihatkan kepeduliannya terhadap masyarakat karena beban yang dihadapi tentu berasa ringan jika dipikul bersama," demikian pernyataan Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattaliti ketika mendengar keluarga Akidi Tio menyumbangkan uang tersebut.

Tidak tanggung-tanggung, keluarga Akidi Tio menghibahkan uang hingga Rp2 triliun yang merupakan bagian dari corporate social responsibility (CSR) perusahaan. Uang itu dititipkan kepada Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri. Polda Sumsel lantas mengklaim akan membentuk tim untuk membagikan bantuan itu kepada masyarakat yang membutuhkan bersama Dinas Kesehatan Sumatera Selatan.

"Tanggung jawab kami menyalurkan niat baik keluarga almarhum Akidi Tio ini agar bisa tersampaikan ke masyarakat. Tentunya tetap mematuhi prosedur hukum yang ada," kata Eko saat penerimaan dana secara simbolis, Senin (26/7/2021).

Namun, 8 hari berselang, penyerahan uang Rp2 triliun dari keluarga Akidi tidak kunjung terealisasi. Anggota keluarga Akidi, Heriyati justru dikabarkan ditangkap polisi.

Dirintelkam Polda Sumsel Kombes Pol Ratno Kuncoro mengatakan penangkapan dilakukan setelah polisi mengecek rekening uang Bank Mandiri tidak ada nominal uang yang disumbangkan. "Yang bersangkutan langsung kami bawa ke Mapolda dari Gedung Bank Mandiri Palembang," kata Ratno, Senin (2/8/2021).

Ratno sendiri mengaku Polda Sumsel membuat tim khusus untuk mengawal bantuan tersebut. Tim pun mendalami motif pendanaan itu. Kepolisian menyebut Heriyati terancam Pasal 15 dan 16 UU Nomor 1 tahun 1946, pasal penghinaan negara dengan ancaman 10 tahun.

Donasi Akidi Tio Sempat jadi Perbincangan Publik

Donasi hingga Rp2 triliun yang diberikan oleh keluarga Akidi sempat menjadi perbincangan publik. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Akidi merupakan pengusaha sukses asal Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur. Akidi adalah pengusaha yang bergerak di bidang konstruksi di Aceh.

Akidi Tio sendiri sudah meninggal dunia. Bantuan yang diserahkan kepada kepolisian itu lewat anak Akidi, Heriyati.

Pemberian bantuan tersebut direspons sejumlah tokoh masyarakat mulai Ketua MPR Bambang Soesatyo hingga Menkopolhukam Mahfud MD. Akan tetapi, muncul sebuah pertanyaan "Apakah angka tersebut masuk akal?"

Peneliti dari Transparency Internasional Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko menyoroti pemberian uang tersebut. Pertama, uang hibah yang diterima semestinya harus disetorkan ke negara sebagai perbendaharaan negara. Kedua, uang jika ditujukan kepada pribadi, maka uang tersebut tergolong gratifikasi.

"Apa pun bentuknya pemberian seorang kepada pejabat negara itu gratifikasi dan itu ujung-ujungnya kalau gratifikasi harus dilaporkan," kata Wawan saat dihubungi reporter Tirto, Senin (2/8/2021).

Wawan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau unit pengendali gratifikasi harus menilai apakah hibah tersebut termasuk gratifikasi atau tidak. Hibah tersebut akan dinilai apakah berpotensi suap atau tidak.

Kemudian, kata dia, kemungkinan ke depan pemberian bantuan tersebut membawa konflik kepentingan atau tidak. "Ini kan pengusaha, ngasih ke pejabat negara terutama kepolisian. Apakah akan mengandung konflik kepentingan itu harus diungkap ke publik," kata Wawan.

IPW Minta Polri Ambil Alih Kasus

Indonesia Police Watch (IPW) meminta Bareskrim Mabes Polri untuk mengambil alih kasus yang ditangani Polda Sumsel tentang kasus sumbangan dana hibah Rp2 triliun. Ia beralasan, bantuan yang diterima Kapolda Sumsel secara simbolis dengan Akidi Tio belum kunjung dicairkan.

"Hal itu yang membuat kegaduhan di tanah air dan mempermalukan institusi Polri. Karenanya dalam menangani kasus sumbangan itu, IPW mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit menonaktifkan Kapolda Sumsel," Kata Plt Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Senin (2/8/2021).

Sugeng menambahkan, Kapolda Sumsel telah tidak profesional. Ia beralasan Kapolda seharusnya memastikan kepastian hukum dana Akidi Tio sebelum menggelar jumpa pers.

"Di samping itu Kapolda Sumsel tidak tepat menerima sumbangan tersebut karena bukan tupoksinya. Sumbangan untuk Covid tersebut seharusnya diberikan kepada Satgas COVID-19," kata Sugeng.

Oleh karena itu, Sugeng menilai, "Proses pemeriksaan anak Akidi Tio Heriyati oleh Polda Sumsel harus dilihat sebagai usaha Kapolda Sumsel membersihkan diri dari sikap tidak profesional menerima sumbangan tersebut".

Berkaca pada Lembaga Crowdfunding Lain

Tirto menghubungi Kitabisa sebagai salah satu lembaga crowdfunding tentang upaya pengumpulan dana untuk kebutuhan publik. Public relations Kitabisa.com Fara Devana mengatakan, Kitabisa membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan dengan yang ingin berdonasi.

"Dalam masa pandemi, kami juga menginisiasi beberapa gerakan untuk membantu dalam masa pandemi seperti bantuan untuk warga isoman, UMKM dan terbaru adalah gerakan bernama oxygen for Indonesia," kata Fara, Senin (2/8/2021).

Fara menuturkan segala donasi selama pandemi dikelola secara transparan dan terbuka. Semua informasi diupdate di laman lawancorona.kitabisa.com. Semua penggalangan dana dilakukan sejak Maret 2020 dan dilakukan banyak pihak seperti NGO, komunitas, brand dan publik. Bantuan tersebut diberikan kepada NGO, komunitas hingga pemerintah.

Dinukil dari laman Kitabisa, bantuan di masa pandemi yang berhasil dihimpun mencapai Rp170,2 miliar dari 858.221 donatur sebagaimana dilihat Tirto pada Senin (2/8/2021) pukul 20:49 WIB. Fara menuturkan, target donasi beda-beda dengan kisaran berbeda dan skala berbeda-beda.

Ia mengatakan, besaran ukuran penggalangan dana berbeda dengan dana bencana alam, tetapi mereka pernah bisa mengumpulkan Rp1 miliar dalam 1 hari.

"Donasi yang paling cepat dan terkumpul dalam jumlah banyak biasanya untuk galang dana bencana. Pernah ada influencers galang dana bencana kurang dari 1 hari terkumpul Rp1 miliar donasi," kata Fara.

Sementara itu, Vice President Communication Network dan Philanthropy Aksi Cepat Tanggap (ACT) Hafit Timor Ma'sud mengaku, ACT belum pernah menerima donasi dalam jumlah hingga Rp2 triliun secara individu.

"Donasi dari publik perorangan belum pernah sebesar itu (Rp2 triliun) dan jumlahnya variatif mulai dari pulihan ribu hingga jutaan," kata Hafit kepada reporter Tirto. Ia menambahkan, "Ada yang donasi bersifat umum, ada pula donasi yang sudah ditujukan untuk program tertentu."

Hafit mengatakan, penggalangan dana yang dilakukan berbasis program. Program tersebut ada yang puluhan juta hingga miliaran rupiah dengan besaran cakupan program.

Hafit mengaku donasi yang dikumpulkan saat ini berbeda dengan di masa pandemi. Namun mereka percaya jumlah orang berdonasi bertambah seiring banyaknya bencana alam. Ia pun mengaku bantuan bernilai triliunan itu bisa diserahkan kepada penerima manfaat.

"Donasi bernilai triliunan itu sebenarnya bisa langsung diimplementasikan bila bersifat emergency seperti bencana alam di mana penerima manfaatnya bersifat masif atau banyak," kata Hafit.

Baca juga artikel terkait SUMBANGAN AKIDI TIO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz
-->