tirto.id - Sejak pagi hari, Kantor Samsat Daan Mogot yang terletak di Jakarta Barat telah ramai didatangi pengunjung. Tujuan para pengunjung itu biasanya ada dua: Membuat SIM (Surat Ijin Mengemudi) atau mengurus surat kendaraan bermotor.
Dino (22) masuk kategori yang pertama. Ia menjadi satu dari sekian peserta ujian yang sudah datang sekitar pukul 08.00 WIB. Ia mengatakan, setelah melewati tes kesehatan berupa cek mata, peserta langsung mengantre untuk tes tertulis yang dilakukan dengan komputer.
Jika berhasil melewatinya, peserta akan langsung diarahkan menuju area tes praktik, dan proses tersebut diakhiri dengan masuk ruang pas foto. Tak lama berselang, kartu wajib bagi pengendara bermotor itu pun sudah bisa dimiliki.
Namun, pada kenyataannya, ujian membuat SIM tidak segampang yang dikira.
"Paling susah saat tes praktik, saya sendiri sudah yang ketiga kalinya balik lagi ke sini," ujar Dino kepada Tirto. Dino bukan orang satu-satunya yang gagal dalam membuat SIM, banyak dari para peserta yang telah bolak-balik dari rumahnya ke Kantor Samsat hanya untuk mengulang tes praktik tersebut.
Kasi Satpas SIM Ditlantas Polda Metro Jaya Fahri Siregar menuturkan bahwa peserta yang gagal dalam tes praktik memang tak perlu mengulang dari ujian teori. Mereka hanya perlu mengulang tes praktik saja.
"Mengulang ujian praktik tidak bisa dilakukan pada hari yang sama. Peserta diberi tenggat waktu paling cepat tujuh hari untuk mengulang. Selama masa itu, mereka diharapkan belajar atau berlatih dulu agar bisa lulus," terangnya saat dihubungi Tirto.
Ujian praktik membuat SIM yang jadi momok beberapa orang ini berlaku sama secara nasional. Tes berjalan di jalur yang sempit, berjalan zigzag maju-mundur, parkir seri dan paralel, hingga berjalan di tanjakan dan turunan, semuanya telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.
Ada Manfaatnya?
Ujian praktik SIM yang dialami beberapa orang barangkali ditanggapi dengan nada sinis, nyeleneh, tidak relevan, sampai dianggap tak dibutuhkan dalam keadaan berkendara sehari-hari. Khususnya, bagi mereka yang telah gagal sampai harus bolak-balik ke kantor Samsat.
Padahal di balik sulitnya ujian tersebut, terdapat beberapa manfaat yang bisa diraih. Marcell Kurniawan, Training Director dari The Real Driving Center, menyebut kemampuan spasial sangat diuji tatkala ujian praktik SIM.
Ujian praktik SIM disebut mengasah kemampuan untuk memahami konsep abstrak yang diterapkan dalam representasi sesungguhnya. "Dalam mengemudi kita membutuhkan hubungan spasial. Misalnya, bila ingin masuk ke jalur lambat yang dibatasi oleh separator, kita perlu mengetahui ruang dan posisi objek di sekitarnya," jelasnya saat ditanya Tirto.
Di samping itu tes tersebut juga mengasah kemampuan proyektif. Seperti ketika parkir dengan membayangkan secara bird eye view agar lebih mudah dalam bermanuver. Marcell juga menambahkan, ujian praktik menanamkan tentang jarak aman di benak pengemudi, soalnya pergerakan mobil dapat dibayangkan sebelum bermanuver.
Praktik ujian SIM di beberapa negara pada dasarnya bisa berbeda-beda. Kondisi ini tentu amat dipengaruhi dari situasi sosial dan budaya dari negara yang bersangkutan. Melansir dari The Telegraph, misalnya, calon pemilik SIM di India malah diminta untuk menyalip seekor gajah, mengingat jalanan di sana dilewati berbagai jenis transportasi hingga kereta kuda bahkan sapi.
Ujian SIM di Indonesia dalam praktiknya disebut sama dengan beberapa negara. Menurut Marcell, Indonesia memiliki parameter yang mirip dengan Malaysia, meski dengan pengambilan sampling yang lebih sedikit.
"Kami pernah benchmarking ke Malaysia. Mereka yang diujikan mulai dari tes teori, pemeriksaan awal kendaraan, persiapan awal di dalam kabin, tanjakan-turunan, zig-zag maju-mundur, parkir seri-paralel, persimpangan, dan mengemudi di jalan raya," terangnya.
Makin Sulit
Kesulitan yang dirasakan para pelamar SIM tak hanya terjadi di Indonesia, peserta ujian di Inggris, misalnya, turut mengalami hal serupa. Laporan BBC mengatakan, tingkat kelulusan tes praktik SIM pada 2018 mencapai 45,5 persen. Hal ini menurun sejak tahun 2010, yang rata-rata berada di angka 46 persen.
Menurut Chief Driving Examiner DVSA (Driving and Vehicle Standards Agency) Mark Winn, tes praktik mengemudi belakangan sengaja diubah untuk memastikan calon pengemudi memiliki keterampilan yang mereka butuhkan. "Tujuannya agar mereka mengemudi aman seumur hidup, bukan untuk membuatnya sulit," katanya.
Inggris disebut sebagai salah satu tempat dengan ujian SIM tersulit di dunia. Perubahan tes teori yang dilakukan di negara tersebut sejak 2007 mempersulit tes memiliki SIM yang kemudian berdampak pada tingkat kelulusan yang menurun. Perubahan pada tes teori ini mencakup jumlah pertanyaan yang meningkat dari 35 menjadi 50, sekaligus dengan pertanyaan yang telah dimodifikasi dalam satu dekade terakhir.
DVSA pun melakukan survei pada sekitar 15.000 orang yang mengikuti ujian SIM. Mereka mengatakan cukup banyak yang tidak lulus dalam tes pertamanya. Tingkat kelulusan malah meningkat setelah enam kali mengulang, dengan persentase kelulusan yang meningkat 38 persen dibanding saat ujian pertama kali.
Sementara di Amerika Serikat, rata-rata pemohon SIM disebut baru bisa lulus ujian setelah mempelajari buku pedoman pendidikan mengemudi yang didampingi seorang instruktur. "Banyak orang memiliki harapan bahwa mereka akan lulus walaupun mereka tidak melakukan banyak persiapan, belajar, atau berlatih," ujar J.C. Fawcett, instruktur sekolah mengemudi yang berbasis Washington kepada The Seattle Times.
Maka tak heran, banyak orang di negara maju tersebut harus lebih dulu berusaha keras sebelum bisa memperoleh surat izin mengemudi. "Pada akhirnya pemilik SIM menjadi lebih tersaring, benar-benar orang yang berkompetensi mengendarai kendaraan bermotor," tutup Marcell Kurniawan.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara