tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah fokus untuk membantu driver taksi online agar memenuhi syarat legalitas sebagai angkutan umum. Salah satunya adalah akan memberikan subsidi pengemudi taksi online untuk biaya pembuatan SIM A Umum. Hal ini seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.108/2017.
Langkah ini diambil oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, segelum batas akhir pelaksanaan operasi simpatik yang sudah dimulai sejak 1 Februari 2018 lalu. Semula, operasi ini dijadwalkan berakhir pada 15 Februari 2018, namun kemudian diperpanjang dengan batas waktu yang belum ditentukan, karena masih menuai pro kontra dari driver taksi online.
"Karena itu akan dibahas oleh KSP (Kantor Staf Presiden), saya akan konsentrasi berbuat baik untuk semua pengemudi (taksi online) mendapatkan SIM A Umum dan KIR. Saya konsentrasi itu," tegas Budi Karya Sumadi di Senayan, Jakarta, Minggu (25/2/2018).
Kemenhub bekerjasama dengan sejumlah pihak dalam pengadaan subsidi ini, terutama Polda Metro Jaya, juga lembaga terkait selaku pemberi CSR, seperti Indonesia Safety Driving Centre (ISDC).
Budi Karya menerangkan, dengan fasilitas subsidi ini, driver taksi online hanya cukup membayar Rp100 ribu per orang dari biaya total sekitar Rp225 ribu. Beban Rp125 ribu ditanggung pemerintah dengan bantuan CSR dari beberapa lembaga terkait. Menurutnya, biaya Rp100 ribu akan jauh lebih terjangkau untuk para driver.
Terkait hal ini, Kasi SIM Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar, mengatakan, pemberian fasilitas subsidi dibatasi kuota 600 orang dari Jabodetabek, dan bisa diikuti oleh driver dari taksi online maupun konvensional yang belum memiliki SIM A Umum. "Saya rasa sama prioritasnya ya, karena ada subsidi dari Kemenhub," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Operasional Indonesia Safety Driving Centre (ISDC), Jimmi, menegaskan pentingnya tes sertifikasi pengemudi. Menurutnya, driver taksi online saat ini masih banyak yang bukan berlatar belakang pengemudi kendaraan/angkutan umum.
"Yang harus diperhatikan adalah safety, maka harus ada diklat untuk safety. Bagaimana penumpang safety bila driver menghadapi emergency situations, seperti mau melahirkan atau pingsan. Jadi, tidak hanya diklat untuk safety mengendara saja," harap Jimmi.
Pengemudi pemula, lanjutnya, akan diberi pelajaran tentang tata cara mengemudi kendaraan, juga terkait keselamatan berkendara dan faktor terkait keamanan lainnya. "Itu harus masuk ke defensif driving. Pengemudi dengan defensif driving yang harus dipunyai untuk menjamin safety penumpang," beber Jimmi.
"Selama ini, kesalahan fatal yang paling besar terjadi dalam kecelakaan taksi adalah human error," tutupnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Iswara N Raditya