tirto.id - Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) menaikkan target suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen ke kisaran 5,25 persen-5,5 persen. Kenaikan suku bunga itu merupakan yang ke-11 kalinya dilakukan The Fed dalam 12 pertemuan terakhirnya.
Terkait hal tersebut, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed berbanding terbalik dengan keputusan Bank Indonesia yang justru menahan suku bunga acuan. Sikap agresif The Fed dipercaya akan membuat investasi di Amerika Serikat kian menarik di mata investor dibanding Indonesia.
"Jadi kalau Fed-nya terus agresif dan konsisten menaikkan suku bunga, sementara Bank Indonesia masih menahan suku bunganya ya akan terjadi flight to quality. Ya kan mencari imbal hasil yang lebih menarik lah di mata para investor global, jadi akan ada pergeseran keluar," kata Bhima kepada Tirto, Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun, bukan tidak mungkin mempengaruhi realisasi investasi asing di Indonesia. Mengingat, modal investasi cukup besar namun potensi keuntungan belum pasti.
"Ini susah juga nih kalau Fed naikin terus bunga begini, ini cost of capital atau biaya modal akan jadi lebih mahal dan akan mengganggu realisasi investasi khususnya foreign direct investment atau FDI. Jadi mereka akan wait and see dulu nih, kapan suku bunganya akan turun, mau bikin pabrik juga bunganya mahal," paparnya.
Pengaruh lainnya bagi Indonesia, kata Bhima adalah, pembengkakan utang perusahaan dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) yang tidak melakukan hedging (lindung nilai). Kebijakan kenaikan suku bunga AS akan membuat rupiah kian tertekan, sementara dolar AS kian perkasa.
"Jadi BI dan OJK atau KSSK lah harus melakukan stress test terus, harus melakukan antisipasi terhadap dampak masih agresifnya suku bunga Fed ini terhadap stabilitas di sektor rill dan juga likuiditas perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki kewajiban utang valas (valuta asing), terutama yang utang valasnya jatuh tempo tahun ini dan tahun depan," tandasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang