Menuju konten utama
Flash News

BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen

Bank Indonesia memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.

BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berjalan saat akan menyampaikan keterangan pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (19/1/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU

tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 5,75 persen. Selain itu, bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,0 persen persen dan suku bunga lending facility di 6,5 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 24 dan 25 Juli 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Pengumuman Hasil RDG Juni 2023, di Kantornya, Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Perry menjelaskan keputusan mempertahankan suku bunga ini tetap konsisten untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan. Bank sentral meyakini suku bunga yang ada saat ini 5,75 persen tersebut memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap berada pada kisaran 3 plus minus 1 persen pada di sisa 2023-2024.

"Dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) dapat kembali di ke dalam sasaran 3 plus minus satu 1 persen pada kuartal III-2023," jelasnya.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) sebelumnya memprediksi Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) siang ini. Hal ini mempertimbangkan kondisi dalam negeri yang masih cukup baik.

"Kami melihat BI harus mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75 persen dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan harga domestik," kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky dalam risetnya, Selasa (25/7/2023)

Teuku menuturkan perkembangan terakhir di berbagai indikator menunjukkan bahwa perekonomian domestik semakin membaik. Dengan tingkat inflasi yang terkendali, tren konsumsi yang menguat, serta aktivitas produksi yang ekspansif, Indonesia bergerak menuju prospek yang menjanjikan.

Dari sisi eksternal, keputusan The Fed untuk memberikan jeda pada ‘hawkish stance’ telah memungkinkan Indonesia untuk mempertahankan selisih imbal hasil yang cukup menjanjikan antara Obligasi Pemerintah Indonesia dengan US Treasury Bonds. Sehingga berkontribusi terhadap aliran dana masuk yang relatif besar bulan ini.

Secara year-to-date, Rupiah juga telah menguat dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya. Rupiah terapresiasi sebesar 3,35 persen menjadikannya yang terbaik di antara negara-negara berkembang bersama dengan Lira Brasil.

Selain itu, cadangan devisa Indonesia pada bulan Juni tetap tinggi, tercatat sebesar 137,5 miliar dolar AS, meskipun sedikit melemah dari 139,3 miliar dolar AS pada bulan Mei. Penurunan tersebut terkait dengan kewajiban Pemerintah Indonesia untuk membayar utang luar negeri.

"Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Artinya, masih di atas standar kecukupan internasional yakni setara dengan tiga bulan impor," katanya.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA ACUAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang