Menuju konten utama

Suku Bunga The Fed Naik, BI akan Kembali Lakukan Penyesuaian?

Ratih Mustikoningsih menilai, keputusan The Fed menaikan suku bunga membuat beberapa bank sentral melakukan kebijakan yang sama termasuk Indonesia.

Suku Bunga The Fed Naik, BI akan Kembali Lakukan Penyesuaian?
Ilustrasi suku bunga acuan. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed resmi menaikan suku bunga pada FOMC sebesar 50 basis poin (bps) menjadi kisaran 4,25 persen - 4,5 persen pada Rabu (14/12/2022) waktu setempat. Kenaikan ini sekaligus menjadi suku bunga tertinggi sejak 2007 saat krisis subprime mortgage.

Analis Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menilai, keputusan The Fed menaikan suku bunga membuat beberapa bank sentral melakukan kebijakan yang sama termasuk Indonesia.

Bank Indonesia telah mengikuti langkah The Fed, tercermin untuk keempat kalinya secara berturut turut hingga di pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan November suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada pada level 5,25 persen, atau naik 50 bps dari RDG bulan lalu.

Jika dihitung, spread suku bunga BI dan The Fed saat ini hanya sebesar 75 bps. Oleh karena itu, Bank Indonesia diprediksi akan tetap mengikuti langkah The Fed untuk menaikan suku bunga di pekan depan demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mencegah capital outflow di pasar keuangan seperti saham dan obligasi, di tengah imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang lebih menarik.

Di pasar ekuitas, asing tercatat net sell Rp6,31 triliun secara mingguan dan dalam satu bulan terakhir mencatatkan net sell sebesar Rp11,13 triliun. Kenaikan suku bunga The Fed yang memicu depresiasi nilai tukar rupiah turut berdampak pada imported inflation, sehingga emiten yang menggunakan bahan baku impor akan tertekan terhadap selisih kurs.

"Emiten yang menerbitkan global bond juga akan memiliki forex losses yang semakin besar dan akan menyebabkan profitabilitas menurun," katanya.

The Fed berpotensi melanjutkan kenaikan suku bunga hingga tahun 2023 dengan kemungkinan total kenaikan 75 bps pada periode tersebut. Hal ini sejalan dengan tingkat inflasi tahunan AS masih tinggi sebesar 7,1 persen di bulan November 2022, walaupun telah melandai dari bulan sebelumnya yang tercatat 7,7 persen, namun masih jauh di atas target The Fed sebesar 2 persen.

Oleh karena itu, Investor diharapkan lebih cermat dalam memilih saham. Carilah saham berfundamental baik, memiliki prospek bisnis yang berkelanjutan dan defensif di sektor perbankan, metal mining dan consumer goods, ditengah risiko pelemahan ekonomi akibat kebijakan hawkish tersebut.

Saham-saham pilihan yang bisa dicermati investor diantaranya :

BBCA

Buy di area Rp8.500 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp8.900 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp8.100.

MDKA

Buy on Weakness di area Rp4.180-Rp4.200 dengan target harga pada resistance di level Rp4.700 serta pertimbangkan cut loss apabila break support pada area Rp4.000.

ICBP

Buy di area Rp10.300 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp10.800 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp9.900.

Disclaimer: Artikel ini merupakan rekomendasi dan analisis saham dari analis sekuritas yang bersangkutan, bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Tirto tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Apabila akan membeli/menjual saham, pelajari lebih teliti dan tiap keputusan ada di tangan investor.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA ACUAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang