tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Keputusan tersebut sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.
Selain itu, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility 50 basis poin menjadi sebesar 4,00 persen persen dan suku bunga lending facility naik menjadi sebesar 5,50 persen.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, pengetatan kebijakan moneter bank sentral dampaknya akan menurunkan konsumsi belanja di masyarakat. Terutama penjualan kendaraan bermotor dan rumah akan mengalami pelambatan
"Ini yang menurunkan inflasi inti, karena demand melemah," kata Bhima kepada wartawan, Jumat (21/10/2022).
Bhima memahami dampak dari naiknya suku bunga acuan di satu sisi bisa perkuat ketahanan kurs rupiah karena fenomena super dolar terus berlanjut. Sementara efek negatif akan dirasakan ke pelaku usaha dan perbankan berupa kenaikan bunga pinjaman.
"Suku bunga pinjaman bank mulai terpantau meningkat sehingga pelaku usaha harus atur strategi dalam membayar bunga dan cicilan pinjaman modal kerja," ujarnya.
Bhima menambahkan yang menjadi tugas utama pemerintah adalah mengendalikan cost push inflation atau kenaikan inflasi akibat biaya produksi dan operasional perusahaan yang meningkat. Seperti naiknya biaya bahan baku karena harga komoditas meningkatkan, atau tarif angkutan naik karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat.
"Selama cost push masih terjadi, naiknya bunga acuan tidak serta merta turunkan inflasi umum. Karena kenaikan inflasi akibat biaya produksi dan operasional perusahaan yang naik," pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan kenaikan suku bunga 50 bps tersebut sebagai antisipasi untuk menurunkan ekspektasi inflasi. Selain itu, untuk memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua tahun 2023.
Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat akibat semakin kuatnya mata uang dollar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi atau over shooting," ucap Perry saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin