tirto.id - Direktur Materi dan Debat Capres-cawapres nomor urut 02, Sudirman-Said, menyinggung masalah impor sejumlah komoditas pangan yang dilakukan era presiden Joko Widodo.
Menurutnya, beberapa kebijakan impor yang diambil oleh pemerintahannya tak sesuai dengan kebutuhan dalam negeri dan berpotensi menguntungkan sekelompok orang. Karena itulah, ia menyebut bahwa hal tersebut sebagai praktik genderuwo ekonomi.
"Ini disebut praktik genderuwo ekonomi yang tidak tampak tapi menakutkan, tiba-tiba ada kebijakan yang kita enggak tahu dasar hukumnya," ujarnya di Hotel Meredien, Jakarta Selatan, Senin (12/11/2018).
Ia mencontohkan, misalnya, impor beras sebanyak 1 juta ton yang berujung pada pernah urat saraf antara Dirut Bulog Budi Waseso dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Hal tersebut, menurut mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut menunjukkan buruknya pengelolaan ekonomi di sektor pertanian.
"Makin transparan rasanya dibahas bahwa impor beras enggak ada hubungan dengan ketidakmampuan kita. Produksi kami bulog gudangnya cukup, panen cukup, tapi impor di drive sebagai sarana, bukan untuk mencukupi kebutuhan," imbuhnya.
Padahal, kata Sudirman, seluruh kebijakan impor harusnya didasarkan pada data yang sudah disuplai oleh Badan Pusat Statistik. Karena itu lah, kata dia, fokus utama Prabowo-Sandi dalam perbaikan sektor pertanian adalah pengambilan keputusan berbasiskan data.
Menurutnya, cara tersebut merupakan cara teknokrat dan bukan cara-cara politisi yang asal ditunjuk sebagai pemegang jabatan publik.
"Maka itu saya yakin sekali salah satu solusi ke depan adalah bagaimana portofolio perekonomian itu diisi dengan teknokrat terbaik yang kita punya," kata mantan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) tersebut.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo