Menuju konten utama

Studi Corona Terbaru: Wanita Hamil Bisa Tularkan COVID-19 ke Janin

Studi Corona terbaru menyatakan, wanita hamil bisa menularkan virus COVID-19 ke janin dalam kandungan.

Studi Corona Terbaru: Wanita Hamil Bisa Tularkan COVID-19 ke Janin
Ilustrasi hamil di masa Pandemi Corona. FOTO/istockphoto

tirto.id - Sebuah studi pada Selasa (14/4/2020) melaporkan bukti kuat bahwa virus corona dapat ditularkan dari wanita hamil ke janin yang ada di kandungannya.

New York Times mewartakan, seorang bayi yang lahir di sebuah rumah sakit di Paris pada bulan Maret lalu dari seorang ibu dengan COVID-19 dinyatakan positif terkena virus dan mengembangkan gejala-gejala peradangan di otaknya.

Dr. Daniele De Luca yang memimpin tim peneliti dan merupakan kepala divisi pediatri dan perawatan kritis neonatal di Rumah Sakit Universitas Paris-Saclay mengatakan, bayi yang sekarang berusia lebih dari 3 bulan itu bisa pulih tanpa perawatan, sedangkan ibunya yang membutuhkan oksigen selama persalinan juga dalam keadaan sehat.

"Sangat membaik [kondisinya], hampir secara klinis normal,” kata Dr. De Luca.

De Luca menyatakan, virus Corona tampaknya telah ditularkan melalui plasenta ibu berusia 23 tahun itu ke janinnya.

Sejak pandemi dimulai, ada kasus bayi baru lahir yang dites positif terkena virus korona harus terisolasi, tetapi belum ada cukup bukti untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa bayi terinfeksi oleh ibu setelah mereka lahir, kata para ahli.

Satu kasus yang baru-baru ini terjadi di Texas dan diterbitkan dalam sebuah jurnal menyebutkan, bayi baru lahir yang dites positif untuk COVID-19 dan memiliki gejala pernapasan ringan, memberikan bukti lebih meyakinkan bahwa penularan virus selama kehamilan dapat terjadi.

Dalam kasus Paris, kata Dr. De Luca, tim menguji plasenta, cairan ketuban, darah tali pusat, serta darah ibu dan bayi.

"Virus mencapai plasenta dan bereplikasi di sana, kemudian dapat ditularkan ke janin, yang dapat terinfeksi dan memiliki gejala yang mirip dengan pasien COVID-19 dewasa," jelas Dr. De Luca.

Sebuah studi tentang kasus ini diterbitkan pada hari Selasa di jurnal Nature Communications.

Yoel Sadovsky, Direktur Eksekutif Magee-Womens Research Institute di University of Pittsburgh, yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan, ia berpikir klaim transmisi plasenta cukup meyakinkan.

Menurutnya, tingkat yang relatif tinggi dari Coronavirus yang ditemukan dalam plasenta dan meningkatnya tingkat virus pada bayi serta bukti peradangan plasenta, bersama dengan gejala bayi, semuanya konsisten dengan infeksi SARS-CoV-2.

Namun, lanjutnya, penting untuk dicatat bahwa kasus-kasus kemungkinan penularan virus corona di dalam rahim tampaknya sangat jarang. Dengan virus lain, termasuk Zika dan rubella, infeksi dan transmisi plasenta jauh lebih umum.

"Dengan Coronavirus kami mencoba memahami yang sebaliknya dan apa yang mendasari perlindungan relatif janin dan plasenta?" imbuh Sadovsky.

Studi lain yang juga diterbitkan pada hari Selasa kemarin di eLife, sebuah jurnal penelitian online, dapat membantu menjawab pertanyaan itu.

Studi tersebut menemukan bahwa sementara sel-sel dalam plasenta memiliki banyak protein reseptor yang memungkinkan virus untuk menyebar, ada bukti hanya jumlah yang dapat diabaikan dari reseptor permukaan sel kunci dan enzim yang diketahui terlibat dalam memungkinkan virus korona untuk masuk sel dan mereplikasi.

Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Robert Romero, Kepala Cabang penelitian Perinatologi di Institut Nasional Eunice Kennedy Shriver Kesehatan Anak dan Pembangunan Manusia.

Laporan dari para dokter di Paris mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil 35 minggu ketika dia datang ke rumah sakit dengan demam dan batuk.

Dia kemudian dinyatakan positif terkena virus Corona. Setelah tiga hari, pemantauan jantung janin menunjukkan tanda-tanda kesulitan, dan bayi itu dilahirkan melalui operasi caesar darurat.

Bayi itu ditempatkan di unit perawatan intensif neonatal dan terhubung ke ventilator selama sekitar enam jam. Awalnya dia tampak baik-baik saja, tetapi di hari ketiga dia menjadi mudah tersinggung, kesulitan makan, serta mengalami kejang otot dan kekakuan.

Pemindaian otak menunjukkan beberapa cedera pada materi putih, yang dikatakan Dr. De Luca menyerupai gejala meningitis atau peradangan di otak.

Para penulis mengatakan, wanita hamil itu dites negatif untuk virus lain atau infeksi bakteri yang bisa menyebabkan gejala sama, sementara tes darah dan cairan dari paru-parunya positif untuk infeksi Coronavirus. Bayi itu secara bertahap pulih dan meninggalkan rumah sakit setelah 18 hari.

Menurut para penulis, tingkat tertinggi dari Coronavirus ditemukan di plasenta, lebih tinggi daripada yang ada dalam cairan ketuban dan dalam darah ibu dan bayi. Dr. De Luca lalu mengklaim bahwa virus itu mungkin dapat mereplikasi dalam plasenta sel.

De Luca, yang juga presiden terpilih Masyarakat Eropa untuk Perawatan Intensif Anak dan Bayi Baru Lahir menambahkan, timnya sedang menganalisis kasus dugaan lain penularan plasenta virus Corona.

“Ini akan bermanfaat bagi dokter dan pembuat kebijakan untuk mengelola wanita hamil, memeriksa neonatus dan mengurangi risiko penularan virus dari ibu ke neonatus,” katanya.

“Kabar baiknya adalah bahwa bayi pulih secara spontan dan bertahap meskipun semua ini menegaskan bahwa penyakit ini lebih ringan pada masa awal bayi lahir," pungkas Dr De Luca.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH