tirto.id - Tak ada yang istimewa dari sosok Jeff Bauman (Jake Gyllenhaal). Ia hanya lelaki seperti pada umumnya yang bekerja di supermarket bernama Costco. Sebagian besar waktunya dihabiskan menjalani rutinitas; kerja, mampir ke bar, lalu pulang ke rumah ibunya Patty si pecandu alkohol (Miranda Richardson).
Suatu malam di bar, ia bertemu mantan pacarnya, Erin Hurley (Tatiana Maslany). Di tengah obrolan Jeff dan Erin yang sedikit canggung itu, Erin memberi tahu bahwa dirinya akan ikut serta dalam Boston Marathon. Jeff yang mendengar kabar tersebut langsung antusias dan berjanji menunggu Hurley di garis finis sembari membawa papan “Hurley, I’m waiting for you.”
Bagi warga Boston dan sekitarnya, ajang Boston Marathon merupakan acara besar, presitisius, serta bersejarah. Usia lomba ini hampir menginjak 120 tahun sejak pertama kali diadakan. Boston Marathon sendiri dihelat dalam rangka memperingati pertempuran Concord dan Lexington pada 1775 yang menjadi bagian dari Perang Revolusi Amerika.
Hari H pun tiba. Jeff terlihat bersuka cita. Ia sudah membayangkan berdiri di dekat garis finis, menjadi orang pertama yang memberikan ucapan selamat, lantas saling berpelukan erat. Tapi kenyataan hari itu berkata lain. Sepasang bom meledak tak jauh dari garis finis. Jeff yang berdiri di sana pun tak luput jadi korban. Mimpi-mimpi indahnya seketika buyar. Tak ada lagi pelukan untuk Hurley di garis finis.
Ketika sadar, Jeff memberitahu kepada polisi bahwa ia melihat pelaku peledakan. Berkat andil informasi darinya, polisi berhasil meringkus pelaku yang diketahui beridentitas Tsarnaev bersaudara (Dzhokhar dan Tamerlan). Walhasil, hidup Jeff berubah. Tak cuma secara fisik—karena kakinya diamputasi—tapi juga secara popularitas.
Jeff lalu dikenal masyarakat. Ia dielu-elukan dan disebut sebagai pahlawan. Juru warta kanal online, cetak, maupun elektronik ramai-ramai memburunya bak selebritas. Tak sekedar itu saja, ia juga turut diundang dalam perhelatan-perhelatan besar seperti pertandingan Boston Ruins (klub hoki), Boston Red Sox (klub bisbol), sampai acara Oprah Winfrey untuk memberikan testimoni atas apa yang dialaminya.
Namun, popularitas tersebut malah membawa benih konflik. Jeff seperti dijadikan objek popularitas ibunya dengan mengajaknya datang dari satu acara ke acara lain lain serta melayani pertanyaan para wartawan. Patty berdalih bahwa ia hanya ingin dunia melihat betapa hebatnya Jeff. Sayangnya, dalih Patty tidak bisa memperbaiki situasi: Jeff kerap mabuk-mabukan, mulai mangkir dari terapi kesehatannya, dan memaksa Erin meninggalkan Jeff dalam keadaan kacau.
Potongan-potongan di atas merupakan bagian dari narasi Stronger (2017) yang disutradarai oleh David Gordon Green. Stronger diangkat dari kisah nyata Jeff Bauman yang ditulis dalam buku berjudul sama. Lewat film ini, Green ingin menyoroti tragedi pemboman Boston yang terjadi empat tahun silam dari sudut pandang korban selamat Jeff Bauman. Untuk ukuran film drama, Green dibantu penulis naskah Johh Pollono, berhasil menyajikan plot kuat lagi minim penggambaran situasi yang dipaksakan—atau berlebihan.
Selain memberikan kredit kepada Green dan Pollono, saya musti menyematkan apresiasi kepada pemeran Jeff, Jake Gyllenhaal. Aktingnya di Stronger nyaris tanpa cela. Ia sukses menghidupkan karakter Jeff dengan utuh. Emosi terpancar kuat dari raut wajah, sorot mata, dan gestur tubuhnya sehingga memberi arwah tersendiri untuk jalannya cerita. Penampilannya di Stronger meneruskan capaian terbaiknya setelah Donnie Darko (2001), Brokeback Mountain (2005), Enemy (2013), serta Nightcrawler (2014) sekaligus membuktikan bahwa aktor serba bisa Hollywood tak hanya Leonardo DiCaprio.
Bom Boston dalam Bingkai Film
Peristiwa ledakan di ajang Boston Marathon pada 15 April 2013 yang menewaskan 3 orang dan menyebabkan 260 lainnya luka-luka rupanya menarik minat beberapa produser dan sineas Hollywood. Sebelum Stronger, Patriots Day (2016) telah menuturkan kisah serupa.
Patriots Daydirilis pada 2016. Film ini dibintangi oleh Mark Wahlberg (Ted, The Fighter, The Departed) serta disutradarai Peter Berg (Lone Survivor, Battleship, Deepwater Horizon). Bedanya dengan Stronger, tokoh-tokoh dalam Patriots Day murni fiktif. Perspektifnya pun dari aparat kepolisian. Secara garis besar Patriots Day mengisahkan upaya Sersan Tommy Saunders dan jajaran kepolisian Boston dalam mengungkap pelaku peledakan.
“Boston adalah komunitas kecil,” ungkap Wahlberg dilansir Huffington Post. “Semua orang kenal siapapun yang terkena dampak [peledakan]. Ini topik sensitif. Awalnya aku agak enggan melakukan [peran ini]. Tapi aku sadar, mereka pasti akan membuat filmnya."
Patriot Day banyak dipuji para kritikus. Stephanie Archer dari Film Inquiry, misalnya, menyebut Patriots Day “representasi yang sukses menggambarkan cinta, tekad, serta dukungan yang muncul setelah tragedi.” Sementara Richard Roeper dari Chicago Sun-Times menggambarkan Patriots Day sebagai “Film tentang serangan teroris terburuk yang pernah ada di Amerika dan [sebuah film] yang merupakan respon simpatik dari masyarakat.”
Kehadiran Stronger dan Patriots Day menandakan beberapa hal. Pertama, kedua film tersebut menjadi media penyembuhan rasa trauma atas tragedi yang pernah terjadi—dalam hal ini Bom Boston. Segen’s Medical Dictionary menjelaskan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)—gangguan stres pasca-trauma—yang ditimbulkan dari suatu tragedi dapat disembuhkan dengan terapi sinema.
Menurut Segen, terapi sinema adalah sebuah bentuk self-help yang menggunakan film sebagai alat terapeutik. Terapi ini bisa menjadi katalisator yang memungkinkan seseorang dapat menggunakan elemen film—plot sampai musik—untuk mendapatkan wawasan, inspirasi, atau pelepasan emosi. “Melihat film,” kata Dr. Gary Solomon penulis The Motion Picture Prescription and Reel Therapy (1995), “dapat memberi efek positif pada kebanyakan orang.”
Sedangkan Lisa Rosman, kritikus film yang kerap menulis untuk Slate, Flavorwire, dan LA Weekly menegaskan seni—dalam contonya adalah film—adalah cara kita untuk mengatasi rasa sakit. Ia menambahkan, dorongan untuk menghadapi trauma dengan film adalah hal yang baik.
Kedua, Stronger dan Patriots Day menambah panjang daftar film-film bertema baru dalam Hollywood: neo-patriotik, yang menurut Charles Bramesco dari The Rolling Stone, sedang mekar-mekarnya di AS. Menurut Bramesco, film neo-patriotik menggambarkan bahwa sosok hero tidak melulu memakai jubah atau memiliki senjata lengkap nan mutakhir. Pahlawan dalam konsep neo-patriotik ialah mereka yang berada di sekitar kita dengan pekerjaan “biasa” tetapi dapat melakukan aksi-aksi heroik.
Beberapa tahun terakhir, film-film seperti ini sedang marak muncul di pasaran. Sebut saja American Sniper (2014, Clint Eastwood) yang berkisah mengenai upaya penembak jitu Navy SEAL, Chris Kyle (Bradley Cooper) dalam melawan kenangan buruk perang di tengah persiapan kelahiran buah hatinya. Lalu, Sully (2016, Clint Eastwood) yang bercerita tentang sepak terjang pilot Chesley “Sully” Sullenberger saat melakukan pendaratan penyelamatan di Sungai Hudson. Kemudian Deepwater Horizon (2016, Peter Berg) yang bertutur perihal aksi menyelamatkan diri Mike Williams di tengah insiden kebocoran minyak yang disertai ledakan di anjungan pengeboran Deepwater Horizon, Teluk Meksiko.
Film-film tersebut menonjolkan apa yang disebut Bramesco dengan “pahlawan kelas pekerja,” hadir saat situasi krisis (misalnya dalam kecelakaan pesawat seperti pada Sully sampai ledakan kilang pengeboran minyak di Deepwater Horizon), serta mengharuskan mereka bertindak atas nama keberanian yang pada akhirnya mampu memenuhi imajinasi heroik ala Amerika.
“Kehadiran film-film neo-patriotik membuat kita percaya bahwa masih ada orang yang mau memangkas birokrasi dan mengorbankan diri mereka untuk menjaga kita tetap aman, dan ya, untuk menjaga Amerika. Film semacam ini menjual gagasan yang dibangun di atas 'American Dream',” tulis Bramesco.
Untuk kasus Patriots Day dan Stronger, tokoh yang dianggap pahlawan tentu saja sosok Jeff Bauman dan Tommy Saunders. Keduanya melakukan aksi heroiknya dengan cara masing-masing. Jeff dengan keteguhan hatinya bertahan selepas ledakan bom yang membuat kedua kakinya hilang. Sedangkan Saunders dengan aksi tak kenal lelahnya memburu pelaku peledakan. Hal yang menyamakan keduanya adalah kemampuan memberikan harapan setelah tragedi mengerikan terjadi di depan mata. Dan bagi masyarakat Amerika, hal semacam itu merupakan wujud tindakan patriotik.
Penulis: M Faisal
Editor: Windu Jusuf