tirto.id - PT Sari Coffee Indonesia (Starbucks Indonesia) menunjukkan komitmennya untuk memberikan kontribusi positif kepada komunitas petani kopi, dalam hal ini petani perempuan dan istri petani kopi.
Industri kopi global memiliki kesan maskulin yang menyebabkan kebutuhan perempuan di sektor ini sering diabaikan. Padahal data Organisasi Kopi Internasional menunjukkan bahwa hampir lebih dari 70 persen tenaga kerja di industri ini adalah perempuan. Akan tetapi, tidak sampai sepertiga penanaman kopi dikelola oleh mereka.
Inilah yang kemudian menginisiasi perusahaan untuk memberdayakan para “Kartini” di industri kopi Tanah Air. Menggandeng Mercy Corps Indonesia (MCI), Starbucks Foundation melaksanakan program “Brewing Change: Women Empowerment in Coffee Origin Communities in Indonesia” atau lebih akrab disebut BENTANI.
Program Koordinator MCI, Navita Hani Restuningrum, menyampaikan bahwa akronim BENTANI dipilih karena dalam sansekerta lama memiliki arti harapan atas kemakmuran.
“Jadi kita berharap semua perempuan, petani kopi, istri petani kopi, dan perempuan yang tinggal di komunitas kopi itu punya harapan untuk kemakmuran mereka. Itu filosofis untuk BENTANI,” jelas Hani saat Media Trip Starbucks Indonesia di Cimaung, Jawa Barat, Rabu (15/5/2024).
Dirinya menyebut bahwa program ini memiliki tiga tujuan utama, yakni peningkatan kualitas kesehatan, utamanya air dan sanitasi, edukasi literasi keuangan, serta pengembangan bisnis.
BENTANI sudah memasuki tahun ke-3 untuk regional Jawa Barat dan memasuki tahun ke-2 untuk wilayah Sumatera Utara. Pada tahun ini, BENTANI memiliki target untuk setidaknya memberdayakan 3.700 perempuan di Jawa Barat.
“Targetnya 3.700 itu lebih besar lagi dari fase pertama. Karena fase pertama cuma 2.000, sekarang kita 3.700,” imbuh Hani. Dirinya menambahkan wilayah Sumatera Utara juga memiliki target yang sama.
Lebih lanjut, Public Relation and CSR Division Manager Starbucks Indonesia, Kiki Mochamad Rizki, menjelaskan bahwa perusahaan telah mengucurkan dana setidaknya 1 juta dolar AS untuk program BENTANI.
“Totalnya sendiri sudah jalan sekitar 1 juta dolar AS di seluruh Indonesia,” ungkap Kiki pada Rabu. Lalu besar kemungkinan alokasi dana tersebut akan terus bertambah karena Starbucks Indonesia melihat dampak positif yang cukup nyata dari keberadaan program BENTANI.
Keberhasilan program ini salah satunya adalah keberadaan fasilitas air bersih dan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang layak bagi masyarakat sekitar. Kemudian peningkatan kesadaran dan penanganan atas isu stunting pada anak, serta para perempuan juga mulai ikut andil untuk menopang keluarganya.
“Mungkin dulu istri tidak terlalu berpartisipasi dalam rumah tangga. Namun dengan adanya program ini, perempuan dan perempuan muda jadi punya empowered untuk ikut andil dalam menopang keluarga,” jelas Kiki.
Kisah Istri Petani Kopi di Cimaung
Perempuan memberdayakan perempuan. Itulah salah satu filosofi yang dianut oleh penerima hingga fasilitator dari program BENTANI, seperti Intan dan Fitra.
Intan istri petani kopi yang menjadi peserta BENTANI sejak fase pertama telah mengikuti serangkaian 3 outcome, mencakup kesehatan, literasi keuangan, hingga pengembangan bisnis.
Awal mula keterlibatannya dalam program ini adalah karena diajak teman dan ketertarikannya pada kegiatan-kegiatan positif. Ibu dua anak tersebut diketahui tidak hanya aktif di BENTANI, tetapi juga merupakan kader kesehatan dan pengurus desa.
Intan awalnya mengikuti program mengenai kesehatan dan merasakan dampak positif mengenai bagaimana menumbuhkan pola hidup sehat. Ia kemudian tertarik mengikuti seri kegiatan lainnya, yakni literasi keuangan dan pengembangan bisnis.
Pada seri tersebut Intan mengaku belajar bagaimana melakukan pencatatan keuangan yang baik, memahami konsep apa itu keinginan dan kebutuhan.
“Dari asalnya saya tidak pernah mencatat pengeluaran saya berapa, setelah mengikuti program jadi tahu bagaimana mencatatkan keuangan yang baik seperti apa,” ungkap Intan.
Tidak hanya itu, usaha reseller produk yang dilakoninya juga semakin berkembang. BENTANI membekali Intan terkait packaging produk, branding, pemberian label usaha, serta perhitungan modal yang benar untuk mendapat untung.
“Dulu kalo ada yang pesan yang penting balik modal. Tidak memikirkan bensin, tenaga, tidak dicatat. Tidak menghitung semua pos-pos dengan baik,” imbuhnya.
Intan menyampaikan dirinya tidak hanya menjual kopi, tetapi juga produk turunan teh ampas kopi, makanan, tas, sepatu dan baju. Dirinya juga membantu memasarkan produk teman-teman BENTANI. Kedepannya dia ingin memiliki produk sendiri dan menjual ke e-commerce.
Berbeda dengan Intan yang memilih menjadi reseller, Fitrah, peserta fase pertama BENTANI lainnya, memilih untuk menjual produk olahannya sendiri, yakni donat ubi yang diberi nama “Fit Ah.”
Fitrah sebelumnya memang berjualan donut, tetapi yang biasa saja. Para fasilitator BENTANI kemudian memberikan tantangan untuk mengembangkan produk yang unik dengan memberdayakan sumber daya di sekitarnya. Dirinya pun kemudian memilih ubi.
“Ubi-ubi yang kecil biasanya ditinggalkan petani. Tidak dimanfaatkan, dibuang. Lalu kita mencoba-coba ubi-ubi itu dimanfaatkan agar tidak terbengkalai,” ungkap Fitrah.
Setelah beberapa kali uji coba resep, ubi buatannya kini laku di pasaran. Lalu, dengan pengenalan digital Fitrah menjajakkan produk buatannya di Facebook dan Instagram.
Donat ubi buatannya mendapat respon positif. Dirinya bahkan mengaku sempat kewalahan dan harus menghapus posting-an produk karena tidak dapat menyanggupi permintaan pesanan.
“Setelah posting langsung itu masuk-masuk. Saya sama suami itu jadi kewalahan. Aduh ini gimana yang biasanya kita cuman sekali ngirim 10, 20, ini langsung ada yang 100 untuk syukuran,” jelasnya.
Berjalannya waktu, Fitrah juga memberdayakan saudara dan tetangga sekitarnya untuk bantu memproduksi dan memasarkan donut. Dirinya ingin menebar manfaat yang dia rasakan dari BENTANI ke lingkungannya.
Program BENTANI telah membawa manfaat positif bagi Intan dan Fitrah, serta memperlihatkan betapa pentingnya perempuan memberdayakan perempuan. Melalui kisah-kisah seperti ini, terlihat BENTANI tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada pesertanya, tetapi juga memungkinkan mereka untuk menjadi agen perubahan dalam komunitas mereka.
Meskipun demikian, Hani menyebut masih terdapat tantangan untuk mendorong para peserta mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan. Banyak perempuan yang tidak percaya diri untuk berpartisipasi di ruang publik karena beban ganda dan perasaan kewalahan tidak dapat mengurus “dapur” sendiri.
“Disangka suami tidak ada nilai ekonomis untuk pelatihan yang memakan waktu. Lalu akhirnya tidak bisa mengurus suami dan anak. Bisa berujung ke domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Hani.
Oleh karena itu program ini juga memiliki target untuk menumbuhkan rasa saling mendukung antara suami dan istri. Para suami sering kali diikutsertakan dalam beberapa seri pelatihan.
Kemudian pada fase kedua juga diperkenalkan lembar komitmen yang menyatakan bahwa suami mengetahui dan sepakat istri mengikuti keseluruhan proses. Hani menyebut dalam pelaksanaannya pelatihan juga dilakukan setelah urusan rumah selesai.
“Durasi 2,5 jam. Selepas Zuhur setelah mengatur urusan domestik,” imbuhnya.
Ke depannya, diharapkan peserta BENTANI dapat merasakan manfaat dari keseluruhan tiga tujuan utama program ini. Baik itu kesehatan, literasi keuangan, maupun pengembangan bisnis.