tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak ada penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Kebijakan tersebut tetap berlaku pada 1 April 2022 mendatang.
Kenaikan tarif ini merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sementara aturan turunan dari UU HPP ini pun sedang dimatangkan oleh pemerintah.
"Kami paham bahwa fokus sekarang ini pemulihan ekonomi. Namun, fondasi pajak yang kuat harus mulai dibangun," kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Economic Outlook 2022, secara daring, Selasa (22/3/2022).
Sri Mulyani mengatakan, masih banyak ruang untuk Indonesia meningkatkan tarif PPN-nya. Karena rata-rata tarif PPN global bisa menyentuh mencapai 15 persen, sementara Indonesia memiliki tarif 10 persen
"Kami lihat PPN space masih ada, kami naikkan hanya 1 persen," imbuhnya.
Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani menilai, posisi pemerintah saat ini tengah dilema. Sebab pada dasarnya, pajak mempunyai dua fungsi utama.
Pertama, sebagai instrumen budgetair, yaitu pajak mempunyai fungsi mengumpulkan uang sebagai pundi-pundi negara. Kedua, instrumen regulerend, yaitu membuat keseimbangan dan pengatur ekonomi masyarakat.
“Kedua fungsi pajak ini, dalam satu kondisi yang sama bisa bersifat kontradiktif. Sehingga pemerintah harus mempunyai kebijakan sebagai dasar untuk membuat regulasi yang presisi," kata Ajib kepada Tirto, Kamis (17/3/2022).
Di sisi lain, Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan penundaan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen.
“Pengusaha berharap pemerintah dapat menunda pemberlakuan kenaikan PPN sebesar 11 persen diawal April 2022 dengan memperhatikan realitas kondisi ekonomi nasional dan global yang saat ini penuh ketidakpastian," kata Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang kepada Tirto, Kamis (10/3/2022).
Menurut Sarman, kenaikan PPN ini momentumnya tidak tepat dan kurang mendukung dari situasi dan kondisi ekonomi yang ada.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky