tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) bisa menerbitkan obligasi atau sukuk daerah. Hal ini untuk memperluas skema pembiayaan bagi pemerintah daerah, sehingga dapat membangun infrastruktur yang dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang.
Selain surat utang, perluasan pembiayaan kreatif (creative financing) dapat dilakukan daerah melalui kerja sama dengan badan usaha. Sedangkan bagi daerah yang memiliki Dana Bagi Hasil (DBH) besar, dapat memperluas akses pembiayaan dengan membangun dana abadi daerah.
“Untuk tetap menjaga supaya setiap anggaran tidak harus habis. Apalagi, dalam hal untuk membangun yang sifatnya struktural, jangka panjang,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bersama Pemerintah, di Gedung Parlemen, Selasa (11/6/2024).
Menurut Menkeu yang akrab disapa Ani itu, daerah-daerah di Indonesia masih bisa leluasa menerbitkan sukuk atau obligasi karena berdasar manajemen risiko fiskal yang telah disusunnya, Indonesia adalah salah satu negara yang cukup baik dalam mengelola utang.
Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Latin dan Amerika Serikat. Di mana pemerintah-pemerintah daerah di kedua wilayah tersebut sudah terlalu banyak menerbitkan surat utang, sehingga bisa menimbulkan kebangkrutan pada negara.
“Bahkan di Amerika Serikat juga ada daerah-daerah yang mengalami bankruptcy, kemudian harus dilakukan restructuring (restrukturisasi utang) atau bahkan bailout (pemberian dana talangan oleh negara),” imbuh Ani.
Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah per akhir April 2024 tercatat sebesar Rp8.338 triliun, naik dari bulan sebelumnya yang senilai Rp8.262 triliun. Pada periode yang sama, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 36,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang senilai Rp22.830 triliun.
Pada 2025, utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun pada 2025, dengan 88,28 persen dari total utang jatuh tempo pada tahun depan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sedangkan 11,72 persen sisanya berasal dari pinjaman luar negeri bilateral maupun multilateral.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Maya Saputri