tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memberikan klarifikasi kepada Bawaslu RI terkait laporan dugaan pelanggaran pemilu yang melibatkan dia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Berdasarkan pantauan, Sri Mulyani keluar dari kantor Bawaslu RI pukul 17.00 WIB. Dia diperiksa lebih lama dari Luhut yang telah menyelesaikan klarifikasi pukul 16.12 WIB.
Sri Mulyani tidak banyak memberi keterangan pada awak media usai memberi klarifikasi ke Bawaslu RI. Dia hanya menyebut sudah memberi penjelasan soal kejadian dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi saat acara pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali, Oktober lalu.
"Ditanya mengenai penjelasan kejadian pada saat konferensi pers [Penjelasannya] ya ditanya ke Bawaslu," ujar Sri Mulyani di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Luhut dan Sri Mulyani dianggap menunjukkan keberpihakan pada salah satu kandidat pilpres 2019 saat menghadiri acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. Mereka dilaporkan seorang bernama Dahlan Pidou dan Advokat Nusantara. Luhut dan Sri Mulyani diadukan karena meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim untuk berpose foto dengan satu jari.
Berdasarkan rekaman video yang beredar di media sosial, terlihat ajakan Luhut dan Sri Mulyani agar Lagarde serta Jim Yom Kim tak mengangkat dua jari ketika berfoto. Alasannya, angka 2 identik dengan nomor urut Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.
Pelapor menduga tindakan Luhut dan Sri Mulyani kala itu melanggar Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua pasal itu mengatur larangan bagi pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa bertindak menguntungkan salah satu kandidat pemilu 2019. Larangan itu termasuk batasan bagi mereka membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan kandidat.
Ancaman bagi pelanggar tercantum di Pasal 547 UU Pemilu. Luhut dan Sri Mulyani bisa terkena hukuman 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp36 juta.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yandri Daniel Damaledo