tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan segera mengeluarkan putusan dalam kasus dugaan pelanggaran pemilu yang melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Korodinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, putusan itu akan dikeluarkan Bawaslu RI maksimal 6 November 2018. Menurut dia, lembaganya tinggal melakukan analisis dan kajian sebelum mengeluarkan putusan atas kasus itu.
"Nanti kami kaji. Jadi kami sudah dapat keterangan dari 28 pertanyaan. Pertama yang kami tanya seputar kegiatan itu dilaksanakan oleh siapa, kemudian apa maksud dari gestur yang ada di video itu, apa maksud dari kata-kata yang ada dalam potongan video itu, dan itu sudah dijelaskan oleh Ibu Sri Mulyani dan Pak Luhut," ujar Ratna di kantornya, Jumat (2/11/2018).
Bawaslu RI telah meminta penjelasan Sri Mulyani dan Luhut sore tadi. Kedua pejabat negara itu disodorkan 28 pertanyaan oleh Bawaslu RI.
Luhut dan Sri Mulyani dianggap menunjukkan keberpihakan pada salah satu kandidat pilpres 2019 saat menghadiri acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. Mereka dilaporkan seorang bernama Dahlan Pidou dan Advokat Nusantara. Luhut dan Sri Mulyani diadukan karena meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim untuk berpose foto dengan satu jari.
Berdasarkan rekaman video yang beredar di media sosial, terlihat ajakan Luhut dan Sri Mulyani agar Lagarde serta Jim Yong Kim tak mengangkat dua jari ketika berfoto. Alasannya, angka 2 identik dengan nomor urut Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.
Ratna enggan membuka isi penjelasan Sri Mulyani atau Luhut saat diperiksa. Akan tetapi, ia memastikan bahwa pemeriksaan dalam kasus ini sudah selesai. Bawaslu RI disebutnya tak akan memanggil saksi atau pihak lain untuk pengusutan kasus ini.
"Jadi besok pembahasannya [analisis] bersama sentra gakkumdu. Kalau tidak terbukti nanti status laporan bahwa laporan ini tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu. Tapi kalau terbukti akan kami teruskan ke penyidik kepolisian," ujar Ratna.
Tindakan Luhut dan Sri Mulyani kala acara IMF dan Bank Dunia diduga melanggar Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua pasal itu mengatur larangan bagi pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa bertindak menguntungkan salah satu kandidat pemilu 2019. Larangan itu termasuk batasan bagi mereka membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan kandidat.
Ancaman bagi pelanggar tercantum di Pasal 547 UU Pemilu. Luhut dan Sri Mulyani bisa terkena hukuman 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp36 juta.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto