Menuju konten utama
Rancangan APBN 2023

Sri Mulyani: Inflasi 2 - 4 Persen di RAPBN 2023 Cukup Realistis

Inflasi sebesar 2,0 persen hingga 4,0 persen dalam RAPBN 2023 masih cukup realistis, kata Menkeu Sri Mulyani.

Sri Mulyani: Inflasi 2 - 4 Persen di RAPBN 2023 Cukup Realistis
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan, inflasi sebesar 2,0 persen sampai dengan 4,0 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) di 2023 masih cukup realistis. Penetapan itu mempertimbangkan berbagai kondisi global maupun domestik.

“Kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2,0 persen hingga 4,0 persen masih cukup realistis," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna, di DPR RI, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Sri Mulyani menuturkan dinamika ekonomi global saat ini diwarnai oleh tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas. Ini terjadi usai pecahnya konflik antara Rusia -Ukraina.

"Sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global, tekanan inflasi domestik juga mulai terlihat meningkat pada April 2022 yang tercatat 3,5 persen," katanya.

Sementara di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, laju inflasi sudah mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir. Sedangkan inflasi di Argentina dan Turki masing-masing mencapai 58 persen dan 70 persen pada April 2022.

Selain kenaikan harga komoditas global, faktor musiman terkait Ramadan dan idulfitri, serta mulai pulihnya permintaan domestik, juga turut berkontribusi pada naiknya inflasi bulan lalu. Mulai pulihnya permintaan domestik tercermin pada pergerakan inflasi inti (core inflation) yang berada dalam tren yang meningkat.

"Sejatinya, inflasi domestik berpotensi meningkat jauh lebih tinggi jika kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass-through ke harga-harga domestik," ujarnya.

Hanya saja, kata Sri Mulyani, potensi transmisi tingginya harga komoditas global tersebut dapat diredam dengan jalan mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik di dalam negeri untuk tidak naik. APBN juga berperan penting sebagai shock absorber sehingga daya beli masyarakat serta keberlanjutan pemulihan ekonomi tetap dapat dijaga.

Di sisi lain, berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat, seperti melalui skema subsidi dan bantuan sosial, terus dilaksanakan sebagai bagian dalam mengendalikan inflasi. Kebijakan pengendalian inflasi lainnya juga ditempuh bersama dengan Bank Indonesia melalui koordinasi yang kuat dalam forum Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Berbagai upaya pengendalian inflasi tersebut telah berhasil menjaga laju inflasi berada pada level yang moderat," jelasnya.

Bendahara Negara itu menambahkan, berbagai lembaga internasional bahkan memperkirakan inflasi Indonesia tahun 2022 masih berada di bawah 4,0 persen, dengan Consensus Forecast per Mei 2022 pada kisaran 3,6 persen.

Untuk 2023, beberapa lembaga internasional juga memperkirakan bahwa harga komoditas akan melandai, lebih rendah dibandingkan 2022, meskipun masih berada pada level yang tinggi. Sedangkan laju inflasi global 2023 juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2022.

“Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2,0 persen - 4,0 persen masih cukup realistis," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait RAPBN 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz