tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengakui, 2022 menjadi tahun dengan ketidakpastian yang tinggi setelah pandemi COVID-19. Karena di saat banyak pihak memproyeksikan tahun ini sebagai pemulihan ekonomi di semua negara, namun justru tidak terjadi.
"Kami mengakui dengan kerendahan hati di 2022 ujian luar biasa. Banyak negara maju alami pelemahan ekonomi dengan revisi pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa Inggris, Jepang, dan Tiongkok," ujarnya dalam Penutupan Perdagangan BEI Tahun 2022, di Hall BEI, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Tak hanya pelemahan ekonomi, gejolak global lainnya terkait ketegangan geopolitik Ukraina dan Rusia menyebabkan terganggunya rantai pasok global. Sehingga berdampak pada lonjakan inflasi yang tinggi di berbagai negara.
Namun untuk merespons berbagai gejolak global, pengambil kebijakan (pemerintah) di berbagai negara menghadapi dilema. Hal ini karena kenaikan inflasi sangat tinggi bukan disebabkan oleh demand side tapi supply side. Demand side yang meningkat seiring pulihnya ekonomi akibat pandemi COVID-19.
"Kompleksitas ini timbulkan dampak karena respons kebijakan global dengan menaikkan suku bunga acuan untuk tidak memperparah kenaikan inflasil," jelasnya.
Pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan dan mengetatkan likuiditas telah berimbas ke Bursa Efek di seluruh dunia termasuk Bursa Efek Indonesia.
"Ini battle ground dari bursa efek dimana saja, makanya no wonder (tidak heran) semua IHSG mengalami merah. Tidak ada yang tidak terpengaruh saat battle ground anda dalam puncak peperangan yakni kenaikan suku bunga tinggi dan pengetatan likuiditas berimbas ke bursa efek dimana saja," tutupnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang