Menuju konten utama

Sopir Taksi Online Minta Ada Aturan Baru Soal Batas Tarif

Sebagian perkumpulan sopir taksi online meminta pemerintah membentuk aturan baru soal batas tarif usai MA membatalkan 14 pasal di Permenhub 26/2017.

Sopir Taksi Online Minta Ada Aturan Baru Soal Batas Tarif
(Ilustrasi) Seorang pengguna transportasi online memperlihatkan fitur aplikasi pemesanan taksi online di Jakarta, Sabtu (1/4/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Sejumlah perkumpulan sopir taksi online mendesak pemerintah segera membentuk aturan mengenai penentuan batas atas dan bawah tarif transportasi berbasis aplikasi. Mereka menilai langkah itu penting dilakukan oleh pemerintah usai Mahkamah Agung (MA) membatalkan 14 pasal Permenhub Nomor 26 tahun 2017.

Desakan itu disampaikan sejumlah perkumpulan sopir taksi online dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Mencari Solusi Terbaik Pengaturan Taksi Online Pasca-putusan Mahkamah Agung atas Permenhub 26/2017". Forum itu digelar oleh Kementerian Perhubungan di Hotel Alila, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).

Saat menghadiri forum itu, Ketua Umum Koperasi Jasa Perkumpulan Perusahaan Rental Mobil Indonesia (PPRI) Ponco Seno mengatakan, tanpa penentuan batas, nilai tarif yang ditetapkan perusahaan transportasi berbasis aplikasi berpotensi merugikan sopir taksi online karena terlalu murah.

Meskipun demikian, Ponco meminta proses penentuan batas atas dan bawah tarif taksi online melibatkan perwakilan para sopir. Sebab, para sopir taksi online merupakan pihak paling terdampak dari pemberlakuan aturan itu.

"Mereka (sopir taksi online) itu terus terang tidak mendapatkan hasil. Yang ada, minus pendapatannya. Ini bagus (penentuan batas tarif). Cuma, kalau diatur, (pemerintah) perlu mendengarkan driver. Driver juga akan lebih senang," kata Ponco di forum itu.

Apalagi, dia melanjutkan, terus bertambahnya jumlah taksi online membuat para driver harus bekerja keras untuk mendapatkan penumpang. Saat ini, Ponco mencatat, jumlah sopir taksi online aktif mencapai ada delapan ribu. Sementara yang pernah terdaftar sebanyak 18 ribu orang.

"Saya bicara atas nama driver (sopir taksi online). Itu aplikator (perusahaan transportasi berbasis aplikasi) seharusnya mendengarkan, tanya-jawab dengan driver. (soal) Bagaimana keadaan mereka sekarang. Dulu, tahun 2016 merasa enak. 2017 mereka kewalahan," kata Ponco.

Dia juga berpendapat ketiadaan peraturan pemerintah yang mengatur bisnis transportasi berbasis aplikasi bisa merugikan banyak sopir taksi online.

"Enggak ada aturan pemerintah ini yang buruk. Tujuan (pemerintah) baik. Pemerintah fokus kepada (kepentingan) driver sebenarnya,” kata Ponco.

Dia mengimbuhkan, “Tadi dengar sendiri (dalam forum), driver (mengeluh) mengembalikan kendaraannya ke (perusahaan) leasing karena tidak kuat (bayar angsuran kredit). Mereka merasa berat, (pendapatan) tidak sesuai dengan target untuk membayar cicilan mobil."

Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christian Wagey juga menilai pembatasan tarif oleh pemerintah, sekaligus kuota jumlah kendaraan, perlu dilakukan untuk mencegah terus menurunnya nilai pendapatan para sopir taksi online. Hal ini mengingat jumlah armada yang terus bertambah sehingga persaingan antar-sopir taksi online yang semakin ketat.

"Kami sudah mengambil unit (mobil). Kalau kami tidak meneruskan (cicilan) bagaimana? Kami bingung juga mobil ini mau dikemanakan, dari mana membayar angsurannya," kata Wagey.

Pada 20 Juni 2017, Mahkamah Agung (MA) memutuskan memerintahkan Kementerian Perhubungan mencabut 14 pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan ‎Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Dasar putusan itu ialah sejumlah ketentuan dalam Permenhub tersebut bertentangan dengan UU 20/2008 tentang tentang Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah serta UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Pasal-pasal, yang dicabut itu, termasuk aturan mengenai penentuan batas atas dan bawah tarif transportasi online, kuota jumlah kendaraan hingga zonasi operasi dan lainnya. Permenhub mengatur penjabaran detail aturan itu ditetapkan oleh Pemda.

Permenhub itu merupakan hasil revisi aturan lama yang dibentuk untuk mengisi kekosongan regulasi terkait transportasi online. Pembentukan regulasi itu juga dilatarbelakangi oleh maraknya protes para pengendara transportasi konvensional yang merasa dirugikan oleh kehadiran taksi online.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom