Menuju konten utama

Soal Penolakan Gereja di Cilegon, BPIP: Pemkot Harus Beri Solusi

Menurut BPIP, Peraturan Bersama 2 Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 sudah jelas mengatur kewajiban kepala daerah untuk memfasilitasi pendirian rumah ibadah.

Soal Penolakan Gereja di Cilegon, BPIP: Pemkot Harus Beri Solusi
Ilustrasi Gereja. foto/Istockphoto

tirto.id - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo menyebut pemerintah kota (Pemkot) Cilegon perlu mencarikan solusi atas kesulitan warganya dalam mendirikan rumah ibadah.

"Kepala daerah harus memberikan solusi kesulitan pendirian rumah ibadat," kata Benny melalui pesan singkatnya, Jumat, 9 September 2022.

Benny menyebut pemerintah daerah harus menaati Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Menurut Benny, Peraturan Bersama 2 Menteri tersebut sudah jelas mengatur kewajiban kepala daerah untuk memfasilitasi pendirian rumah ibadah.

"Ada mekanisme izin sementara berlaku 2 tahun. Jelas sekali di sini kewajiban kepala daerah untuk memfasilitasi rumah ibadat (diatur di dalam) pasal 12 sampai 18. Kepala daerah harus menjalankan peraturan bersama secara konsisten," katanya.

Diketahui, saat ini Kementerian Agama (Kemanag) terus berupaya melakukan pendekatan dengan sejumlah pihak terkait penolakan atas permohonan pendirian gereja di Kota Cilegon, Banten.

Pasalnya, hingga saat ini tak ada satu pun rumah ibadah gereja kendati populasi umat Kristen di Cilegon sudah mencapai ribuan orang dari ragam denominasi.

“Kami sudah dan masih melakukan beberapa pendekatan. Bahkan saya langsung ketemu dengan Wali Kota [Helldy Agustian] sejak April lalu. Dan masih terus berkomunikasi,” kata Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, Wawan Djunaedi kepada reporter Tirto, Senin (5/9/2022) pagi.

Kepada Wawan, Wali Kota Helldy bercerita jika penolakan pendirian gereja di Cilegon datang dari masyarakat yang masih berpegang teguh pada perjanjian Bupati Serang Ronggo Waluyo dengan PT Krakatau Steel pada tahun 1975. Saat itu, Cilegon masih di bawah administrasi Kabupaten Serang.

Isi perjanjian itu kurang lebih soal diperbolehkannya berdiri PT Krakatau Steel, namun di saat yang bersamaan pendirian gereja tak diperbolehkan.

Menurut Wawan, perjanjian tersebut bertentangan dengan konstitusi, terutama UUD 1945 Pasal 28 E soal kebebasan beragama dan beribadah.

Baca juga artikel terkait PENOLAKAN GEREJA CILEGON atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Restu Diantina Putri