tirto.id - Pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menilai pemerintah punya niat jahat terkait deklarasi damai terkait kasus pelanggaran HAM Talangsari pada akhir Februari 2018 lalu.
"Jadi inilah kalau pemerintahan, terutama si kantor Kemenkopolhukam punya niat jahat untuk menghilangkan jejak penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat," kata Haris di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/2/2019).
Direktur Lokataru Foundation ini menilai deklarasi itu adalah upaya penyesatan hukum. Sebab, seharusnya kasus itu diselesaikan lewat jalur hukum.
Terlebih, korban dan saksi Talangsari masih banyak yang hidup. Bahkan, Hendropriyono selaku orang yang diduga bertanggung jawab masih hidup.
"Mestinya Wiranto itu memanggil jaksa agung, 'ini gimana menyelesaikannya?" kata dia.
Deklarasi yang dikritik Haris Azhar terjadi pda 20 Februari 2018. Deklarasi itu pun memasukkan sejumlah kesepakatan antara lain :
Pertama, masyarakat melalui wakilnya pada DPRD telah menyatakan sikap untuk tidak memperpanjang kasus ini berdasarkan surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor: 170/32/XII/SK/DPRD-LTM/2000 tentang peristiwa Talangsari Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
Kedua, "bahwa selama 30 (tiga puluh) tahun telah dilakukan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi dan proses penanganan dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarga korban."
Ketiga, ditekankan, para pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali oleh pihak-pihak manapun.
Dokumen tersebut ditandatangani Ketua DPRD Lampung Timur, Wakil Bupati Lampung Timur, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Kapolres Lampung Timur dan Dandim 0429 Lampung Timur.
Selain itu "kesepakatan damai" itu diteken oleh KPN Sukadana Lampung Timur, Camat Labuhan Ratu, Kades Rajabasha Lama, dan tokoh masyarakat Talangsari. Serta, Ketua Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran HAM dan Kemenkopolhukam, Brigjen TNI Rudy Syamsir.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali