tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mempercepat proses migrasi kartu debit/ATM dari menggunakan magnetic stripe (pita magnetik) ke teknologi chip.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, upaya itu guna mencegah aksi kejahatan skimming. Aksi skimming belakangan marak dan menyebabkan banyak nasabah kehilangan uang di rekeningnya secara misterius.
“Apakah ada alat anti skimming? Tidak ada. Cara yang paling efektif hanya dengan mengubah kartu debit jadi menggunakan teknologi chip,” ujar Heru di kantor OJK, Jakarta pada Kamis (29/3/2018).
Heru menjelaskan proses migrasi itu telah direncanakan untuk dipercepat. Sebelumnya, BI menargetkan kartu debit yang bermigrasi menggunakan teknologi chip pada 2018 sebesar 30 persen, kemudian pada 2019 ditingkatkan menjadi 50 persen. Baru pada 2021 lah seluruh kartu debit ditargetkan menggunakan chip.
Investasi untuk migrasi itu memang tidak kecil. Untuk mengganti satu kartu dengan teknologi chip, perlu dana sebesar 1-2 dolar AS. Namun, OJK menilai penggantian teknologi pada kartu debit merupakan solusi efektif guna mengantisipasi kasus skimming terus berulang.
“Tapi fokus kami kalau kejadian [skimming] seperti itu [terjadi], bank harus mengganti dananya,” ucap Heru.
Menurut Heru, penggunaan teknologi chip relatif lebih aman. Pasalnya kartu yang menggunakan chip tidak mudah untuk digandakan.
Pada kartu debit yang masih menggunakan pita magnetik, data nasabah lebih rentan untuk dicuri oleh peretas. Data tersebut dihimpun dari pemasangan perangkat skimmer pada tempat untuk memasukkan kartu di mesin ATM.
Meskipun demikian, Heru belum bisa memastikan tenggat waktu transisi yang dipercepat itu. Dia mengatakan OJK dan BI perlu masih perlu berdiskusi lebih lanjut untuk menentukan teknis migrasi.
Dia menambahkan OJK mensinyalir aksi skimming yang marak terjadi di tanah air belakangan ini dikendalikan oleh sindikat internasional. Sementara pelaku di Indonesia hanya bertugas memasang skimmer dan mengirimkan data tersebut ke luar negeri.
“Pemain di Indonesia hanya dipakai sebagai alat oleh pemain internasional,” kata Heru.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom