tirto.id - Kejaksaan Agung berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam putusan terpidana bos First Travel Andika Surrachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan. Kejagung akan mendorong upaya hukum tersebut meski berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diperbolehkan.
“Ini untuk kepentingan umum. Kami cobanya (Peninjauan Kembali). Apa mau kami biarkan saja?” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin (18/11/2019).
Pernyataan Jaksa Burhanuddin ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan jaksa tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali putusan kasasi. Hal itu berdasarkan amar putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 yang dibacakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung kesulitan eksekusi aset karena pengadilan memutus agar aset First Travel dirampas negara. Putusan itu, kata Burhan, berbeda dengan isi tuntutan jaksa yang ingin mengembalikan aset kepada jemaah.
Jaksa Burhanuddin memastikan kalau aset First Travel akan dikembalikan kepada jemaah dalam jumlah utuh dan tidak berkurang.
“Barang bukti itu tidak akan berkurang, akan sesuai, tapi untuk diketahui ini, kan, kami berpendapat harusnya dikembalikan kepada korban, bukan disita untuk negara. Ini menjadi masalah. Eksekusi kami kesulitan,” kata dia.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri menerangkan, jaksa menuntut agar aset First Travel dikembalikan kepada jemaah.
Namun, putusan kasasi Mahkamah Agung soal First Travel menyatakan aset dirampas untuk negara. Putusan tersebut membuat negara harus melelang aset tersebut.
“Putusan MA dari angka 1-529 itu dirampas untuk negara dan tindaklanjutnya adalah dilelang dan disetor ke negara,” kata Mukti.
Mukri menambahkan “kami juga masih mempertimbangkan terkait putusan ini, antara lain, kami masih lakukan kajian dan terobosan hukum dalam bentuk PK.”
Mukri memahami kalau Peninjauan Kembali tidak bisa diajukan oleh kejaksaan pasca putusan MK. Namun, putusan kasasi di MA tidak mencerminkan keadilan, sehingga harus ada upaya hukum lanjutan.
“Dengan adanya putusan ini, dalam hal cari keadilan, hal itu [putusan MA] tidak tercapai. Kami menganggap, ada kekeliruan dalam penegakan hukum. Terkait barang bukti ini, yang harusnya jadi tuntutan kami malah dirampas untuk negara,” kata Mukri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz