Menuju konten utama

SMA di NTT Masuk Jam 5 Pagi: Apa Saja Dampaknya bagi Siswa?

Ada sejumlah dampak negatif yang dapat dialami siswa sekolah apabila penerapan sekolah jam 5 pagi terus diberlakukan.

SMA di NTT Masuk Jam 5 Pagi: Apa Saja Dampaknya bagi Siswa?
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti apel pagi penerapan aktivitas sekolah mulai pukul 05.00 WITA di halaman SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/aww.

tirto.id - Peraturan masuk jam 5 pagi untuk siswa SMA yang ditetapkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor B. Laiskodat memicu kontroversi.

Sejumlah pihak, termasuk masyarakat, instansi, dan lembaga daerah ramai-ramai menentang kebijakan ini. Penolakan aturan ini bukannya tanpa alasan, melainkan dengan pertimbangan risiko dampak negatif yang dapat dialami siswa sekolah.

Salah satu instansi yang menolak kebijakan sekolah masuk jam 5 pagi ini adalah Komisi V DPRD NTT. Menurut Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa kebijakan ini cenderung dipaksakan tanpa dikaji secara matang.

"Ini hanya diumumkan saja, lalu 'dipaksakan' untuk kemudian dijalankan oleh sekolah-sekolah SMA/SMK di NTT tanpa melalui kajian yang matang," ujarnya seperti yang dikutip dari Antara, Sabtu (4/3/2023).

Oleh karena itu, Yunus menentang kebijakan sekolah jam 5 pagi dan menuntut Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut.

Hal serupa juga disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Rini Handayani yang menilai kebijakan daerah ini justru cenderung berpolemik dan kontraproduktif.

"Kebijakan tersebut perlu dikaji lebih matang lagi, apakah kebijakan tersebut mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap anak," kata Rini.

Dampak Sekolah Jam 5 Pagi Bagi Siswa

Faktanya memang ada sejumlah dampak negatif dari penerapan sekolah jam 5 pagi bagi siswa SMA di NTT. Berikut beberapa dampak sekolah jam 5 pagi yang berisiko dialami siswa jika terus berlanjut:

1. Dampak kesehatan karena kurang waktu tidur

Dampak kesehatan adalah yang paling banyak disorot dari penerapan peraturan sekolah jam 5 pagi di NTT. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sekolah jam 5 pagi berisiko menurunkan kualitas tidur anak sekolah.

Idealnya anak-anak yang duduk di bangku SMA membutuhkan waktu tidur 7-8 jam sehari. Ini bisa dicapai jika anak tidur mulai pukul 20.00 dan bangun pukul 04.00, maka bisa dikatakan bahwa anak mempunyai waktu tidur yang cukup.

“Tapi masalahnya bisa tidak anak-anak SMA kita sekarang tidur di awal malam? Kalau dia tidurnya jam 12 karena main handphone dulu, lalu besok paginya harus berangkat pagi, kualitas tidurnya hanya berkisar empat jam saja,” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam Konferensi Pers IDI di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Lebih lanjut, Pripim mengungkapkan bahwa kebijakan sekolah jam 5 pagi ini dapat meningkatkan risiko anak kurang tidur. Padahal kurang tidur dapat menurunkan produksi sel natular killer (sel NK) sebanyak 30 persen.

Sel ini sangat penting dalam menjaga kekebalan tubuh atau imunitas anak. Dengan kata lain, jika sel NK ini hancur, maka anak lebih mudah terserang penyakit.

"Sebetulnya yang terpenting bagi anak itu adalah kualitas tidur yang cukup," lanjut Pripim.

Kondisi ini diperburuk dengan waktu sarapan anak yang terbatas jika sekolah dilaksanakan pukul 5 pagi. Mereka juga berisiko melewatkan sarapan sehingga kebutuhan gizinya menjadi tidak terpenuhi.

Padahal gizi sangat diperlukan bagi siswa sekolah yang masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Rini Handayani. Menurutnya kurang waktu istirahat pada anak juga memengaruhi tumbuh kembang pada anak dan kesehatan secara umum.

"Masuk sekolah pukul 05.30 pagi berpotensi mengurangi waktu istirahat anak-anak sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, kesehatan anak, termasuk berkurangnya konsentrasi belajar," ungkapnya.

2. Dampak keamanan dan keselamatan diri

Apabila sekolah jam 5 pagi diterapkan, maka anak mau tidak mau harus berangkat minimal 30 - 60 menit sebelum kelas dimulai. Ini berarti anak-anak dipaksa untuk berangkat saat petang dan pagi buta.

Nyatanya, pada pagi buta aktivitas mayoritas masyarakat belum dimulai, khususnya bagi anak-anak yang hidup di wilayah pedesaan. Ditambah moda transportasi yang memadai untuk mengangkut anak-anak ke sekolah juga belum beroperasi di pagi buta.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik (Karokomyanlik) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi keamanan anak-anak juga berlaku bagi anak-anak yang berjalan kaki ke sekolah.

“Lebih banyak segi keamanan, misalnya anak yang harus berjalan cukup jauh dari rumah ke sekolah, karena kita tahu kalau di daerah risiko apa lagi sebagian anak harus naik jembatan gantung gelap-gelap,” katanya seperti yang dikutip dari Antara.

3. Dampak psikologis

Dampak psikologis juga rentan dialami siswa yang masuk sekolah jam 5 pagi. Dampak psikologis ini berkaitan dengan kurangnya waktu istirahat siswa yang kemudian memengaruhi emosi dan mentalnya.

Berdasarkan studi yang dirilis di Journal Academic Pediatrics, kurang istirahat pada anak dapat memicu gangguan psikologis termasuk:

  • perubahan suasana hati;
  • mudah marah;
  • sulit berkonsentrasi;
  • kecemasan;
  • depresi.

Kondisi ini bisa lebih buruk jika anak-anak tidak memperoleh dukungan dari lingkungan sekitar, khususnya keluarga. Anak-anak yang masuk sekolah jam 5 pagi tentu memerlukan bantuan orang tua untuk mempersiapkan diri pergi sekolah.

Padahal, orang tua juga memiliki jam kerjanya sendiri, sehingga gangguan psikologis yang sama juga rentan memengaruhi orang tua.

4. Dampak penurunan kualitas pembelajaran

Dampak kesehatan, keselamatan, dan psikologis anak yang muncul akibat kebijakan sekolah jam 5 pagi nyatanya berujung pada penurunan kualitas pembelajaran.

Hal ini juga disampaikan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menentang kebijakan sekolah jam 5 pagi ini. Menurut FSGI kebijakan ini tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak.

Dikutip dari Antara, FSGI mengungkapkan apabila anak tidak cukup waktu tidurnya maka akan ada dua fase yang sangat berpotensi terganggu, yakni kesehatan tubuh dan pertumbuhan otaknya dapat terpengaruh.

Bahkan studi membuktikan bahwa anak-anak yang kurang jam tidurnya cenderung memiliki mood yang tidak stabil, mudah marah, sulit konsentrasi ketika melakukan sesuatu dan mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah.

Tidak hanya pada siswa, efek serupa juga dapat dialami guru-guru yang akan mengajari anak-anak. Jika pengaruh ini terjadi pada guru maupun murid, tentu kegiatan belajar mengajar menjadi tidak maksimal.

Baca juga artikel terkait VICTOR LAISKODAT atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya